Permendikbud Menuai Kontroversi, Bukti Hukum Buatan Manusia Tidak Sempurna


Oleh: Nania Sabila 
(Aktivis Dakwah Islam)

Bukan kali ini saja penerapan peraturan hukum di Indonesia menuai kontroversi. Baru-baru ini, muncul penerapan peraturan hukum baru. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi (detik.com 10 November 2021). 

Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Agustus 2021 dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 3 September 2021.
Semakin meningkatnya kekerasan seksual yang terjadi di masyarakat, termasuk di lingkungan kampus, secara langsung atau tidak langsung memang berdampak pada kualitas pendidikan tinggi. Sejatinya, kampus itu bertujuan melahirkan generasi hebat yang akan mengambil alih, estafet kepemimpinan umat, agar umat bangkit dari keterpurukan pemikiran. Namun bila aktivitas kampus dinodai dengan aktivitas kekerasan seksual maka tujuannya tidak akan tercapai.

Maka kekerasan seksual di lingkungan kampus memang harus dicegah. Untuk itu butuh aturan yang bisa memastikan aktivitas kampus menjalankan kegiatan pendidikan yang sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai. Faktanya kekerasan seksual di lingkungan kampus, semakin sering terjadi. Padahal dalam nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 sudah tersurat, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan dari segala macam kekerasan termasuk kekerasan seksual.

Dengan begitu seharusnya warga negara merasa aman dari kekerasan seksual karena telah memiliki kepastian hukum dan dilindungi oleh negara. 

Kepastian Hukum

Permendikbud No 30 tahun 2021 bertujuan untuk memberikan kepastian hukum untuk para korban kekerasan seksual sehingga berani untuk berbicara dan mengungkap kasus kekerasan  seksual yang terjadi pada dirinya. 
Kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus saat ini, banyak yang tidak terungkap. Hal ini terjadi karena berbagai alasan. Selain alasan dari korban yang takut dan malu untuk melaporkan, pihak kampus pun enggan mengungkap dengan alasan tidak mau nama kampusnya tercemar. 

Sayangnya, Permendikbud ini menuai kontroversi di masyarakat setelah Permendikbud ini diundangkan.

Permendikbud No 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi menjadi kontroversi karena seolah-olah melegalkan zina. (detik.com 10 November 2021).

Pada pasal 5 Permendikbud No 30 tahun 2021, terdapat frasa “Tanpa Persetujuan Korban”. Frasa tersebut dianggap seolah melegalkan seks bebas di lingkungan kampus bila dilakukan suka sama suka. Bahkan bisa saja ada pasangan yang melakukan perbuatan menyimpang seperti lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) asal dilakukan dengan persetujuan bersama pasangan atau suka sama suka.

Hal ini mengkhawatirkan banyak tokoh masyarakat. Permendikbud dianggap tidak sesuai dengan nilai-nalai budaya bangsa Indonesia, agama dan Pancasila. Permendikbud juga dianggap bertentangan dengan tujuan pendidikan di lingkungan kampus.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai Permendikbud tersebut secara tidak langsung telah melegalkan zina di lingkungan kampus. MUI menyebut Permen tersebut mengubah  serta merusak standar nilai moral mahasiswa yang seharusnya perzinaan sebagai bentuk kejahatan malah dibiarkan. (republika.co.id  2 November 2021).

Muhammadiyah juga bersuara turut menentang. Mereka meminta agar Menteri Nadiem mencabut Permen tersebut. Dengan alasan adanya pasal yang dianggap bermakna terhadap legalisasi seks bebas di kampus (detik.com  8 November 2021).

Hukum Manusia Tidak Sempurna

Dalam sistem Kapitalis, kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat. Rakyat sebagai pemilik kekuasaan, mewakilkannya kepada wakil rakyat yang bekerja dan berkuasa di dalam pemerintahan negara. Para wakil rakyat, bertugas melayani rakyat termasuk di dalamnya membuat kebijakan atau hukum yang diberlakukan kepada rakyat.

Dalam sistem Kapitalis, hukum yang dibuat oleh para wakil rakyat, sering tidak mengapresiasi kebutuhan rakyat. Sebagai mahluk, manusia memang tidak sempurna karena memiliki keterbatasan.Ada kecenderungan dalam segala hal, termasuk ketika memutuskan sesuatu. 
Keterbatasan manusia tidak mampu membuat hukum yang adil dan sempurna dari multitafsir seperti  frasa “Tanpa Persetujuan Korban” yang dianggap melegalkan zina. Maka tidak layak manusia memutuskan hukum untuk rakyat karena dengan keterbatasan manusia memungkinkan menabrak hukum syara.
Allah telah melarang manusia membuat hukum untuk rakyat.

… Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik". (QS. Al-'An`am [6] : 57)

Hukum Zina Dalam Islam

Dalam Islam, tindakan zina adalah dosa besar. Pelaku zina diancam dengan hukum rajam bagi yang sudah menikah dan diancam hukum jilid (cambuk) 100 kali kemudian diasingkan bagi pelaku yang belum menikah.
“ Perempuan yang berzina, dan laki-laki yang berzina, maka deralah keduanya, (masing-masing) seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka, disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang beriman “ (QS. Al-Nur ( 24 ) : 2).

Bagi pelaku zina, hukumannya sangat berat. Selain untuk pelakunya, seluruh umat manusia di suatu negeri juga diancam dengan ancaman yang tegas agar tidak melakukan zina.
Nabi Muhammad, saw bersabda: “ Apabila perzinaan dan riba telah melanda suatu negeri, maka penduduk negeri itu telah menghalalkan turunnya azab atas mereka (HR. Thabrani dan Al Hakim)

Kembalikan Hak Allah Dalam Memutuskan Hukum 

Sebagai mahluk Allah, sudah semestinya kita menyadari bahwa Allah pemilik bumi, langit dan seisinya. Maka mengembalikan hak Allah dalam memutuskan suatu perkara adalah suatu kewajiban. Hukum Allah sudah ada diantara kita. Islam sudah mengatur segala aturan ibadah dan aturan kehidupan.Termasuk aturan untuk mencegah perilaku kekerasan seksual. 

Ada hukum menutup aurat, larangan berkholwat (berdua-duaan dengan lawan jenis) dan hukum berikhtilat (berbaur dengan lawan jenis) dalam Islam. Hukum itu sudah sangat cukup untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual bila hukum Islam digunakan. 

Hukum Allah sudah sangat sempurna bagi kehidupan manusia agar mencapai rahmatan lil alamin. Manusia tidak perlu sibuk dan mengeluarkan biaya besar untuk membuat hukum, guna mencegah kekerasan seksual di lingkungan kampus. Maka takutlah kepada Allah. Janganlah membuat hukum yang menyaingi hukum Allah.
“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir” [Al-Maidah/5 : 44]

Wallahu’alam bi showab.

Post a Comment

Previous Post Next Post