Perhatian Rakyat pada Utang dan Keuangan Negara


Oleh Yuliyati Sambas
Pegiat Literasi Komunitas Penulis Bela Islam AMK

Jika rakyat perhatian dengan apa yang terjadi pada negerinya, itulah bukti peduli dan tidak apatis. Dan peduli adalah satu modal untuk menumbuhkan cinta dan sayang.

Itulah yang terjadi hari ini. Transparansi dan updating data yang menjadi kekhasan di era informasi kini menjadikan urusan negara ibarat aktivitas ikan dalam akuarium yang bisa dilihat siapapun. Maka di saat rakyat mengetahui urusan utang dan turut berkomentar karenanya, pemerintah tak perlu risih. Itu wujud peduli. 

Sebagaimana dilansir oleh voi.id (25/10/2021), Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan senang dengan kepedulian rakyat akan kondisi keuangan negara. Posisi utang negara yang kian menggunung dan APBN yang dalam kondisi tidak fit, tak urung jadi perhatian publik dewasa ini. 

Butuh untuk diingat bahwa posisi utang luar negeri RI hingga September 2021 menembus Rp6.008 triliun ($423,1 miliar) (kompas.com, 15/11/2021). Sungguh besaran yang sangat fantastis untuk ukuran negara dengan harta kekayaan alam yang melimpah ruah.

Jika ditelisik, bentuk kepedulian tersebut bisa dibaca dalam beberapa makna. Pertama, ia patut disyukuri bahwa itu artinya tadi, rakyat peduli dan cinta pada negaranya. Dengan kepedulian ini maka diharapkan negara punya tim pengoreksi atas kinerjanya selama ini. Seberapa besar kesungguhan dalam mengurusi urusan rakyat.

Kedua, rakyat sebagai komponen yang memberi kepercayaan pada pemerintah untuk mengurusi setiap urusannya tentu wajib diperhatikan juga. Urusan makan, pakaian, tempat tinggal mereka, sudahkah bisa mereka dapat dengan layak? Apakah mereka mudah dalam mengakses pendidikan, kesehatan dan keamanan? Sudah mudahkah mereka dalam mendapatkan akses pekerjaan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya? Ini semua tentu wajib menjadi bahan perhatian pemerintah. Faktanya, utang yang kian meroket tetap tak mampu mengubah nasib kesejahteraan rakyat. Yang terjadi justru dampaknya kian buruk bagi mereka. APBN yang jauh lebih besar dari pendapatan negara disolusikan dengan utang. Dengan bertambahnya utang menghasilkan APBN yang kian tak sehat, dan seterusnya. Serupa lingkaran setan yang terus berputar-putar tak diketahui ujung pangkalnya. 

Ketiga, bahwa komponen rakyat mulai dari para tokoh publik hingga grass root yang peduli dengan merespon urusan utang luar negeri yang kian mengkhawatirkan, menjadi satu bukti betapa utang luar negeri tidak sesuai dengan kehendak mereka. Beban utang itu tentu akan menjadi tanggungan rakyat hingga anak cucu mereka kelak. Sementara ironisnya, rakyat dipaksa rela menonton drama para elit politik dan penguasa dengan gaji tingginya, berfoya-foya di saat rakyat menjerit dengan sulitnya hidup hingga menanggung beban utang negara tersebut.

Semua hal di atas adalah potret buram kehidupan dengan dianutnya sistem kapitalisme. Kapitalisme dengan prinsip mendewakan materi telah gagal dalam mendistribusikan harta kekayaan seberapapun melimpahnya. Liberarisme kepemilikan menjadikan perebutan kekayaan alam maupun yang beredar di tengah masyarakat terjadi demikian ganasnya. Siapapun yang memiliki kekuatan dalam hal ini pada akses materi dan kekuasaan, baginya jaminan terkeruknya kekayaan. Sementara untuk masyarakat banyak lainnya dipaksa rida bergelut memperebutkan remah-remah harta yang tersisa. Negara pun diurus dengan mekanisme utang beriba, karena kekayaan telah ludes dibagikan pada pihak pemegang kapital. Ditambah dengan diberlakukannya pajak-pajak yang banyak ragamnya dan kian mencekik.

Penguasa yang terdidik dengan prinsip sekuler kian terjauhkan dari rasa takut akan pertanggungjawaban amanahnya di hadapan Sang Pencipta. Mereka tak peduli ketika pun hidup bergelimang harta, sementara rakyat hidup serba kesulitan.

Potret buram tersebut tak semestinya ada jika negeri ini melepaskan diri dari kungkungan sistem kapitalisme sekuler liberal. Dimana sesungguhnya ia adalah sistem kehidupan hasil buah pikir akal manusia yang serba terbatas dan penuh kekurangan.  Begitupun jika pilihan jatuh pada sistem kehidupan solialisme komunis yang telah terbukti gagal sebelumnya. Maka pilihan terbaik hanya pada sistem Islam saja. Ia berasal dari Zat yang Maha Penggenggam semesta dan kehidupan. Tentu aturan-Nya Mahasempurna, mustahil tersalah. Terbukti di masa lampau telah berhasil membentuk peradaban cemerlang. Pengurusan rakyat dan negara disandarkan pada asas akidah Islam yang kokoh. 

Ketakwaan pada diri penguasanya menjadikannya sangat berhati-hati agar tak terperosok pada kezaliman terhadap rakyatnya.

Rakyat pun diurusi dengan mekanisme syariat. Memberlakukan sistem ekonomi Islam yang membagi sistem kepemilikan harta ke dalam tiga perkara: kepemilikan individu, umum dan negara. Kebutuhan masyarakat berupa kesehatan, pendidikan dan keamanan diberikan secara gratis oleh pemerintah dengan pembiayaan dari harta negara dan umum. Sementara pemenuhan kebutuhan dasar rakyat seperti sandang, pangan, perumahan per individu tak luput dari perhatian negara. Negara dalam hal ini memberlakukan kebijakan dan aturan yang sangat kondusif bagi para lelaki dewasa dari rakyatnya untuk menunaikan kewajiban mereka menafkahi keluarganya dengan standar yang mencukupi. 

Adapun terkait utang negara, Islam memandang bahwa hal tersebut sebagai opsi terakhir yang diambil ketika kas negara dalam kondisi genting. Itupun dipilih yang tak beriba dan tak berkonsekuensi penjanjian-perjanjian yang akan melemahkan kedaulatan negara. Juga peruntukkannya hanya bagi urusan yang langsung berhubungan dengan kebutuhan vital rakyat banyak, bukan untuk keperluan para korporat seperti yang terjadi di sistem kapitalisme kini.

Namun demikian, dengan pengaturan sistem ekonomi Islam, sungguh kas negara telah lebih dari cukup untuk mengurusi rakyat dan jalannya bernegara. Tak diperlukan lagi mekanisme utang dengannya.

Rakyat pun rida dan semakin cinta pada negara dan sosok-sosok pemimpin yang mengurusi mereka.

Post a Comment

Previous Post Next Post