Learning Loss, Salah Siapa?

Oleh: Isra Novita

Mahasiswi Universitas Indonesia

 

The Education and Development Forum (2020) mengartikan learning loss adalah situasi saat peserta didik kehilangan pengetahuan dan keterampilan baik umum atau khusus atau kemunduran akademis, yang terjadi karena kesenjangan yang berkepanjangan atau ketidakberlangsungnya proses pendidikan. Hasil diskusi UNESCO, UNICEF dan World Bank berpendapat, pembelajaran jarak jauh (PJJ) memberikan dampak yang signifikan bagi kemampuan para peserta didik secara global, salah satunya learning loss.

Salah satu contoh kasusnya  di Cianjur, murid kelas 4 di sebuah sekolah dasar diketahui lupa cara membaca saat sekolah tatap muka kembali dibuka. Setelah ditelusuri oleh dinas pendidikan Cianjur, ternyata selama pembelajaran di rumah, murid itu tidak ada yang mengajari atau memperhatikan di rumah. Sang Ibu diketahui sibuk bekerja karena sang ayah sudah meninggal. Sehingga para guru SD tersebut mendiskusikan solusi agar siswa tersebut bisa membaca kembali.

Laporan diskusi UNESCO, UNICEF dan World Bank tentang pembukaan sekolah secara luring, disimpulkan bahwa sekolah daring/PJJ mengganggu pendidikan, perlindungan dan kesejahteraan pelajar. Hal ini menyebabkan learning loss bagi sebagian besar siswa di seluruh dunia karena kualitas pendidikan menurun secara global. Kemendikbud berpendapat, kesuksesan PJJ bergantung pada keluarga. Namun keluarga belum siap, terutama dari kalangan ekonomi menengah ke bawah, sehingga menyebabkan learning loss. Hal ini pun berdampak pada kualitas pendidikan di Indonesia yang semakin jatuh/merosot. Maka, PTM (pembelajaran tatap muka) dianggap sebagai solusi yang harus disegerakan karena PJJ dianggap sebagai akar masalah learning loss saat pandemi ini.

Solusi semacam ini seakan lari dari permasalahan lain yakni belum siapnya masyarakat mendukung pendidikan. Perlu adanya peran individu, masyarakat dan negara untuk membenahi pendidikan maupun segala lini kehidupan. Maka, sangat tidak bijak jika permasalahan learning loss hanya ditujukan kepada masyarakat atau keluarga yang belum siap. Padahal terbentuknya keluarga yang belum peduli dengan pendidikan pun tidak terlepas dari permasalahan ekonomi, sistem pendidikan yang sudah diterapkan jauh sebelum pandemi dan permasalahan lainnya.

Memaksakan PTM di tengah kondisi pandemi yang belum sepenuhnya tuntas pun bisa memicu munculnya permasalahan lain. Faktor kesehatan juga harus diperhatikan, sedangkan kondisi masih pandemi seperti ini juga mengancam kondisi kesehatan. Ada beberapa bantuan yang diupayakan oleh pemerintah untuk mengurangi dampak learning loss seperti bantuan kuota atau pulsa, bantuan beasiswa bagi yang memerlukan dan lainnya. Tapi tetap saja solusi ini belum mengakar dan hanya menutupi masalah sementara saja dan tidak merata.

Memang tidak dipungkiri, keterbatasan kompetensi pengajar, sarana belajar yang belum lengkap dan terbatas, serta tantangan fisik lainnya juga memengaruhi kualitas pendidikan bagi pelajar. Maka, dari fakta ini dapat disimpulkan pemerintah juga harus bertanggung jawab memenuhi kebutuhan sarana prasarana belajar ini. Namun, di tengah sistem pemerintahan yang menjadikan asas ekonomi atau keuntungan materi sebagai prioritas, sehingga hal ini berujung pada munculnya permasalahan lainnya. Bahkan sektor lain pun disalahgunakan untuk meraih keuntungan materi seperti upaya korupsi dana untuk memenuhi kebutuhan sarana prasarana belajar.

Sistem kehidupan bertumpu pada perekonomian, bukan kemaslahatan umat. Keluarga yang belum siap adalah buah dari sistem kapitalisme yang membentuk masyarakat kapitalis dan individualis. Sebenarnya tanggung jawab negaralah mewujudkan masyarakat yang paham akan urgensi pendidikan dalam kehidupan. Namun hal ini tidak dapat diwujudkan dengan sistem kapitalis sekuler, karena semuanya bergantung pada para pemilik modal sehingga orientasi pendidikan tinggi pun diarahkan untuk kemajuan ekonomi dengan dalih karier cemerlang atau sukses versi kapitalisme.

Salah satu faktor penyebab ketidakpedulian keluarga sang murid terhadap pendidikan pun ternyata akibat tuntutan ekonomi kapitalis. Semua hal dituntut untuk dipenuhi secara ekonomi, segala hal yang memiliki keuntungan secara materi dianggap sebagai tujuan utama dalam kehidupan.

Negara saat ini belum menjalankan perannya sebagai penjamin diterapkannya sistem pendidikan yang sesuai fitrah manusia, sistem tersebut hanya ada dalam sistem Islam. Sistem pendidikan Islam mampu mewujudkan masyarakat yang paham pendidikan karena berlandaskan akidah serta sesuai dengan penciptaan manusia. Sebagaimana firman Allah SWT, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku” (QS adz-Dzariyat: 56).

Penguasa seharusnya bertanggung jawab atas segala kemaslahatan umat dari berbagai aspek karena penguasa hakikatnya diamanahkan untuk mengurusi urusan umat, sebagaimana hadits Rasulullah SAW, “Sesungguhnya pemimpin adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab terhadap peliharaannya(HR Bukhari Muslim).

Pendidikan adalah kewajiban yang sangat diperhatikan dalam sistem Islam sebagaimana perintah Allah SWT malalui sabda Nabi SAW yang artinya,“Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim” (HR Ibnu Majah no. 224, dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ish Shaghir no. 3913).

Maka, dalam sistem Islam segala sarana prasarana untuk menuntut ilmu sangat diperhatikan karena hal itu kewajiban dari Allah SWT, sebagaimana landasan sistem kehidupan Islam adalah menerapkan perintah Allah SWT sesuai dengan akidah Islam. Sistem Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupan.

Dalam sistem Islam, individu, masyarakat dan negara memiliki peran untuk menerapkan syariat Islam. Syariat Islam juga merupakan sistem yang berasal dari Sang Pencipta Kehidupan, maka penerapannya pun sesuai dengan fitrah manusia. Maka, perlu adanya peran negara yang menjamin penerapan sistem Islam secara menyeluruh. Sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah SAW yakni dengan cara dakwah.

Agar bisa menerapkan Islam dan berdakwah, perlu mengkaji Islam secara komprehensif dan intensif. Lalu, learning loss salah siapa dong? Semua pihak bisa bersalah jika tidak berjuang untuk menerapkan syariat Islam secara menyeluruh yang diterapkan negara, sebagai solusi dari berbagai problematika umat, salah satunya learning loss itu sendiri. wallahu a’lam.[]

Post a Comment

Previous Post Next Post