Sistem Rusak Tumbuh Suburkan Kekerasan Seksual Pada Anak dan Perempuan



Oleh Aisyah
(Pegiat Literasi)

Masyarakat Kabupaten Muna kembali dikejutkan dengan kasus kekerasan seksual pada anak sekolah dasar warga  Desa Labasa, Kecamatan Tongkuno Selatan. Kekerasan seksual tersebut dilakukan oleh tiga pemuda yang merupakan tetangganya sendiri.

Kasus yang serupa terjadi pada warga kecamatan Napabalano, kabupaten Muna. Seorang ibu tega menyerahkan anaknya yang masih di bawah umur untuk dilecehkan seorang dukun sebagai tumbal pesugihan. Beberapa bulan sebelumnya seorang  anak SMP di desa Parigi juga mengalami kekerasan seksual oleh dua orang pemuda yang baru dikenalnya.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat kekerasan seksual pada anak dan perempuan mencapai angka tertinggi pada tahun 2020 yakni sekitar 7.191 kasus. Sementara pada 2020, jumlah kasus kekerasan pada anak dan perempuan mencapai 11.637 kasus. "Kekerasan seksual angkanya paling tinggi. Persoalan ini bagian yang harus kita waspadai," ujar Deputi Bidang Perlindungan Anak Kemen PPPA Nahar dalam diskusi daring di Jakarta.

Sedangkan di tahun 2021, sebagai mana data yang dihimpun dari sistem informasi daring perlindungan perempuan dan anak hingga 3 Juni, terdapat 1.902 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak. Kemudian jumlah total kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terkini di tahun 2021 telah mencapai angka 3.122 kasus. (Merdeka.com,4/6)

Jerat Hukum Tak Mampu Membuat  Jera

Ada banyak hal penyebab mengapa iekerasan seksual pada anak dan perempuan terus terjadi. Wakil Ketua KPAI, Rita Pranawati menyatakan maraknya KSA, baik kasus pedofilia, video mesum yang melibatkan anak, maupun perkosaan siswi sekolah merupakan mata rantai panjang dengan penyebab yang kompleks.  Penyebab itu antara lain, tantangan eksternal, seperti faktor ekonomi dan pengasuhan orang tua yang kurang.

Rita mengakui adanya tantangan eksternal yang kuat misalnya pornografi dan teknologi yang mengakibatkan terjadinya KSA.  Maraknya pornografi dalam berbagai bentuk, membuat mudah terpapar pornografi secara terus menerus, dan akan mempengaruhi akal dan pikiran.  Kemajuan teknologi menambah kemudahan anak mengakses pornografi. Minimnya literasi media ramah anak dan ruang publik ramah anak membuat anak tidak memiliki pilihan lain dalam memanfaatkan waktunya.

Faktor ekonomi, yaitu adanya kemiskinan menjadi alasan untuk melakukan eksploitasi seksual pada anak.
Komisioner KPAI Jasra Putra membenarkan faktor ekonomi sebagai pemicu utama anak menjadi korban pedofilia. Bahkan seorang ayah sampai tega mengeksploitasi anaknya sendiri seperti yang terjadi pada video porno dari Bandung demi sejumlah uang.

Faktor selanjutnya adalah pengasuhan orang tua yang masih kurang, khususnya edukasi tentang kesehatan reproduksi. KPAI mendorong orang tua memberikan edukasi masalah kesehatan reproduksi. Anak umumnya tidak tahu bahwa yang ia alami merupakan pelecehan atau kekerasan seksual.

Keprihatinan atas maraknya KSA makin besar. Karena Indonesia sudah memiliki regulasi untuk menangani KSA sebagaimana pengakuan Ketua KPAI Sutanto. Namun dengan regulasi hukum yang sedemikian rupa, tidak membuat KSA terhenti bahkan cenderung meningkat dimasa pandemi. Maka tampaklah bahwa regulasi yang ada ternyata tidak mampu untuk mencegah apalagi memberantas tuntas KSA. 

KPAI menilai belum adanya sanksi yang tegas terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak atau pedofilia, merupakan salah satu penyebab hal ini terus terjadi. Para pelaku juga  kebanyakan tidak mengetahui aturan tersebut.  
Sekularisme dan kapitalisme adalah akar masalah kekerasan seksual pada anak dan perempuan. Maraknya kasus kekerasan seksual di tengah adanya berbagai regulasi pencegahan dan penanganan perlu ditelaah secara seksama agar dapat diketahui akar masalahnya untuk kemudian dicari solusinya. 

Hal ini sangat penting mengingat kekerasan seksual pada anak memberikan trauma mendalam terhadap korban. Bahkan beresiko membuat korban berubah menjadi pelaku, sehingga akan muncul korban baru. Hal ini tentu saja memberikan pengaruh negatif terhadap terbentuknya generasi berkualitas dan nasib bangsa pada masa yang akan datang.

Terjadinya KSA dari waktu ke waktu sesungguhnya menunjukkan gambaran masyarakat yang sakit. Bahkan dapat dikatakan masyarakat yang rusak. Mengingat diantara pelaku ada yang berstatus sebagai guru bahkan ayah kandung.  Ini juga mencerminkan bahwa regulasi yang ada pun tidak ditakuti, meski sudah ada ancaman hukum kebiri dan pemberatan hukuman.

Di sisi lain hal ini juga menggambarkan rendahnya keimanan kepada Allah Swt. dan adanya hari pertanggungjawaban semua amal di dunia. Inilah ciri masyarakat sekuler yang meniadakan peran pencipta dalam kehidupan sehari-hari. Termasuk dalam menangani kasus kekerasan seksual.

Sekularisme memang menerima adanya peran pencipta. Namun dibatasi hanya dalam ruang privat, yaitu ibadah  saja. Sekularisme menyerahkan pembuatan aturan dalam kehidupan umum kepada manusia.  Aturan buatan manusia itu bahkan sering menimbulkan pro dan kontra antara berbagai pihak yang memiliki pandangan dan kepentingan berbeda. Akibatnya penegakan aturan pun tidak dapat optimal dan efektif menyelesaikan akar masalah.

Maraknya KSA juga buah dari kapitalisme dimana konten pornografi dalam berbagai media menunjukkan adanya kebebasan perilaku. Termasuk kebebasan dalam ekonomi. Apa saja yang menguntungkan dapat dikembangkan menjadi usaha, meski membahayakan dan merusak masyarakat. Mudahnya mengakses dan terpapar pornografi berdampak pada meningkatnya dorongan untuk pemenuhan nafsu syahwat. 

Lemahnya keimanan akan membuat jalan pintas pemenuhannya, sehingga terjadilah KSA. Kapitalisme juga menghasilkan kemiskinan akibat lalainya negara dalam mengatur distribusi kekayaan secara merata kepada setiap individu rakyat.  Kemiskinan menjadi alasan untuk melakukan kejahatan dengan  motif mendapatkan uang. Dengan demikian, jelaslah bahwa sekularisme dan kapitalisme menyebabkan terjadinya KSA. 
Selama sekularisme dan kapitalisme masih menjadi landasan negeri ini, maka KSA mustahil diberantas hingga tuntas, meski regulasi hukum terus diperbaiki. 

Sistem Islam Solusi Tuntas Atasi Kasus Kekerasan Seksual Pada Anak dan Perempuan

Islam sebagai aturan hidup yang sempurna yang diturunkan Allah Swt. memberikan seperangkat aturan yang lengkap dan menyeluruh untuk menyelesaikan persoalan hidup manusia, termasuk KSA.  Islam memiliki mekanisme untuk mencegah dan memberantas KSA. Islam melarang benda dan aktivitas yang memberi peluang terjadinya KSA, seperti pornografi, baik dalam membuat, menyebarkan atau  menikmatinya.  Islam juga melarang usaha menggunakan sesuatu yang haram.  Islam juga memiliki aturan yang mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan dan mengatur hubungan kekerabatan dalam keluarga.

Kesejahteraan setiap individu rakyat wajib dipenuhi oleh negara dengan berbagai mekanisme dalam sistem ekonomi Islam. Sanksi tegas yang memberikan efek jera dan mencegah  juga ditetapkan oleh Islam, didukung oleh aparat yang amanah. Yang tidak kalah penting,  keimanan dan ketakwaan yang kuat, baik pada rakyat maupun petugas negara, menjadi benteng yang kokoh untuk senantiasa taat pada aturan Allah. Dengan seperangkat aturan tersebut maka kekerasan seksual pada anak dapat diberantas secara tuntas.

Wallahu a'lam bishawwab

Post a Comment

Previous Post Next Post