RUU TPKS : Akankah Menjadi Solusi Tuntas?


Oleh : Annisa Eres
Pegiat Dakwah 


Miris!
Begitulah keadaan dunia maya saat ini. Hingga September 2021, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) menyebut mereka telah menghapus 24.531 konten negatif. Banyaknya konten negatif di media maya semakin hari semakin tak terkendali. Bahkan di era pandemi ini, Menkominfo, Johnny G. Plate mengatakan bahwa paparan konten negatif ke pengguna internet kian meningkat. Seiring dengan bermigrasinya interaksi fisik ke media daring (Liputan6.com, 12/9/2021).


Hal ini tentu berdampak pada dunia nyata. Semakin banyak konten negatif yang dapat diakses dan ditonton, berarti semakin banyak pula peluang kejahatan tersebut dilakukan. Kasus terbaru yang mencuat adalah perundungan dan pelecehan seksual yang dialami oleh pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Bagaimana negara menangani kasus semacam ini agar tidak terulang kembali? Tentu dibutuhkan payung hukum. Badan Legislasi (Baleg) DPR RI tengah menggodok draf Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), yang kemudian berubah nama menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Apa yang berbeda dari sebelumnya? Perubahan nama draf tersebut juga menghilangkan 85 pasal. Awalnya terdapat 128 pasal, dipangkas menjadi 43 pasal, sebagaimana disebutkan oleh kompaks Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (KOMPAKS) (CnnIndonesia.com, 3/9/2021).

Payung Hukum Berubah-Ubah 

Perubahan draf RUU ini mengindikasikan bahwa peraturan negara mudah berubah.
RUU TPKS justru disinyalir hanya fokus pada penindakan pelaku saja, tidak terlalu fokus terhadap pemulihan korban.

Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS, Willy Aditya mengatakan bahwa pergantian nama ini menunjukkan kerja keras dan keseriusan dalam membuat RUU agar tidak tumpang tindih dengan aturan yang lain.


Namun, seberapa pun usaha yang dilakukan oleh Panja, tidak akan pernah mencapai sempurna dalam pembuatan perundang-undangan. 
Terbukti dengan tetap berdirinya lembaga legislatif alias DPR di negara ini.
DPR yang bertugas membuat dan mengamandemen peraturan negara, artinya peraturan bisa berubah tergantung manfaat dan keuntungan menurut pembuat kebijakan.


Padahal manusia itu berubah-ubah pandangan dan tolok ukurnya. Tentu kebijakan yang dibuat pun takkan bisa sempurna.


Islam Solusi Tuntas 

Terkait kejahatan seksual, Allah telah menurunkan sejumlah perintah untuk mencegahnya. Allah melarang campur baur (ikhtilat) kecuali dalam beberapa keadaan (sekolah, rumah sakit atau klinik, pasar) dan mewajibkan untuk menutup aurat bagi perempuan yang sudah baligh.


Kenyataannya? Ikhtilat dimana-mana bahkan tanpa menutup aurat. Jadi tidak heran jika kejahatan merajalela. Ditambah lagi tidak ada sistem sanksi yang tegas dan membuat efek jera. Seperti dicambuk dan atau dirajam. Sempurna lah sudah pengabaian terhadap hukum Allah.


Padahal Rasulullah saw. bersabda, “Dengarkanlah aku, Allah telah menetapkan hukuman bagi mereka itu, perawan dan perjaka yang berzina maka dikenakan hukuman cambuk sebanyak seratus kali dan diasingkan selama satu tahun, sedangkan pria yang sudah tidak perjaka dan perempuan yang sudah tidak perawan (yang keduanya pernah bersetubuh dalam status kawin), maka akan dijatuhi hukuman cambuk dan dirajam.” (HR Muslim)


Hukum siapakah yang terbaik dan paling sempurna? Tentu hukum Sang Maha Pencipta. Alam semesta ini dibuat begitu detail dan kompleks. Tubuh manusia sendiri terdiri dari bagian yang sangat detail dan rumit dan Allah swt. menciptakannya dengan mudah. Lalu mengapa tidak menggunakan hukum yang diturunkan Allah?


Begitu jelas Allah telah menurunkan Kitab Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad saw. dengan membawa kebenaran, yang dengannya manusia memutuskan segala perkara.


"Dan hendaklah engkau memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka. Dan waspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka memerdayakan engkau terhadap sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah berkehendak menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sungguh, kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik." (QS. Al-Ma'idah: 49) 

"Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?" (QS. Al-Ma'idah: 50)


Allah telah menjelaskan bahwa jika manusia berpaling dari hukumnya, maka musibah akan ditimpakan. Bagaimana mungkin sanksi cambuk dan atau rajam serta pencegahannya bisa diterapkan tanpa menegakkan hukum Allah secara keseluruhan yaitu dengan Khilafah Islamiah?! 

Wallahu a'lam bishawwab. []

Post a Comment

Previous Post Next Post