Potensi Besar Indonesia Ditengah Hantaman Aukus 2 ​

Oleh: Nuraminah,S.K.M Sepekan ini publik digemparakan akan adanya berita yang menyatakan bahwa Amerika Serikat membentuk aliansi baru bersama Inggris dan Australia. Hal itu agaknya memicu ketegangan militer di kawasan pasifik. Seperti dilansir sindonews.com, China harus bersiap melakukan serangan nuklir pertama dan harus menyingkirkan kebijakan ”bukan pengguna pertama” senjata pemusnah massal tersebut. Desakan itu disampaikan seorang diplomat seniornya untuk melawan AUKUS, aliansi baru yang dibentuk Amerika Serikat (AS), Inggris dan Australia. Sha Zukang, diplomat senior yang merupakan mantan duta besar China untuk PBB, menyampaikan seruan itu dalam pertemuan puncak para pakar kebijakan nuklir negara tersebut (Sindonews, Sabtu, 25/09/2021). “Kebijakan Beijing saat ini—yang telah berlaku sejak 1960-an—telah memberi China landasan moral yang tinggi tetapi tidak sesuai, kecuali negosiasi China-AS setuju bahwa tidak ada pihak yang akan menggunakan [senjata nuklir] terlebih dahulu,” katanya, sebagaimana dikutip dari South China Morning Post, Jumat (24/9/2021). Dari sumber lain dikabarkan bahwa, perjanjian aliansi militer antara Australia, Inggris, dan Amerika Serikat akan memberi efek domino bagi kawasan Indo-Pasifik, secara khusus negara negara ASEAN. AUKUS, demikian nama aliansi tiga negara itu, bahkan menjadi ancaan nyata bagi keamanan ASEAN. “Kita sedang berada pada tahap awal perubahan ini. Efek domino, dalam pandangan saya, akan sulit diprediksi,” kata Duta Besar Perancis untuk Indonesia Olivier chambard kepada sejumlah jurnalis di Jakarta, Jumat(24/9/2021) (Kompas.com, 24/09/2021). Lagi lagi Amerika Serikat menunjukkan taringnya sebagai negara adidaya. Arogansinya semakin tampak jelas dengan menggandeng Australia sebagai mitranya. Hal itu seolah memaksa semua negara harus bertekuk lutut di hadapannya, dan bersiap menghadapi resikio apabila tidak mau menuruti kehendaknya. AUKUS bisa saja menjadi sebuah sarana menambah pintu masuk yang sudah menjamur di penjuru dunia demi memenuhi kepentingan para negara besar untuk lebih menguasai kawasan. Hal ini seharusnya menjadi hal yang harus diwaspadai oleh semua pihak termasuk negeri ini. Kementerian Luar Negeri Indonesia menyatakan bahwa Indonesia menjadi negara pertama di Kawasan (Indo-Pasifik) yang mengingatkan Australia untuk menjaga perdamaian dan keamanan di Kawasan. Hal ini adalah respons RI terhadap terbentuknya pakta pertahanan baru antara Australia, Inggris (UK), dan Amerika Serikat (US) yang dikenal dengan nama AUKUS. (tribunnews, 1/10/2021) Kerja sama trilateral ini meliputi teknologi kecerdasan buatan, siber, kuantum, sistem bawah air, dan kemampuan serangan jarak jauh, yang akan berlangsung 18 bulan ke depan. Dengan kesepakatan inilah, Australia bisa membangun kapal selam bertenaga nuklir sekaligus menjadikannya negara ke-7 di dunia yang mengoperasikannya setelah AS, Cina, India, Rusia, Prancis, dan Inggris. Prancis adalah negara yang terkena dampak langsung dari adanya aliansi ini. Kerja sama Prancis dan Australia senilai 90 miliar Dolar AS harus berakhir. Padahal, kerja sama militer ini telah berlangsung sejak 2016 untuk membangun 12 kapal selam. Oleh karenanya, Duta Besar Prancis untuk Indonesia Olivier Chambard mengatakan bahwa fakta AUKUS ini akan menjadi ancaman nyata bagi keamanan Kawasan, secara khusus negara-negara ASEAN. Hengkangnya AS dari Afganistan menjadi indikasi bahwa politik luar negeri (polugri) AS di bawah Presiden AS Joe Biden sudah tidak berfokus di Timur Tengah. Begitu pun fakta adanya fakta AUKUS sebagai indikasi bahwa kini konsentrasi AS beralih pada Kawasan Asia Pasifik. Mengapa beralih? Menurut Pakar Hubungan Internasional Budi Mulyana, terbentuknya aliansi militer ini sebagai respons dari menguatnya Cina di Kawasan. Kita bisa melihat pengaruh militer Cina di Laut Cina Selatan makin menguat. Inilah yang menjadi tujuan riil membentuk AUKUS, walaupun bahasa diplomasi tujuan pembentukan AUKUS adalah untuk menjaga perdamaian. Mengingat pengaruh AS di Kawasan Asia Pasifik belum kuat, kini AS tengah mempersiapkan Australia menjadi pemain utama di Kawasan. Secara historis, Australia memang sedari dulu telah menjadi negara penyokong AS, lihatlah Perang Dunia II dan Perang Dingin. Artinya, kerja sama militer antara ketiga negara tersebut (Australia, Inggris, AS) sebenarnya bukanlah aliansi yang baru. Karena Australia selain merupakan negara penyokong AS, ia pun negara jajahan Inggris. Oleh karena itu, untuk meredam emerging power Cina di Kawasan Indo-Pasifik, AS sebagai negara adidaya akan melakukan berbagai cara agar pengaruh Cina tidak makin besar, sehingga kepentingan AS terhadap Kawasan tetap terjaga adanya fakta ini menjadikan Australia bisa membangun kapal selam tenaga nuklir menggunakan teknologi AS. Inilah alat baru buatan AS dan sekutunya untuk menahan ekspansi militer Cina di Pasifik. Indonesia bagai pelanduk yang terimpit pertarungan dua gajah, Cina dan AS. Bahkan, Indonesia tidak bisa berbuat apa-apa walau terlihat jelas kapal perang AS dan Cina mondar-mandir di perairan Natuna Utara milik Indonesia. Terlebih kini adanya Pakta AUKUS yang memberikan Australia kapal perang bertenaga nuklir sebagai tambahan kekuatan AS melawan Cina. Indonesia hanya mampu berdiplomasi basa-basi menanggapi pertarungan besar dua kekuatan. Padahal, keamanan negaranya sedang terancam dan pintu masuk kepentingan negara besar untuk menjajah kawasan makin terbuka lebar. Ternyata, polugri Indonesia yang bebas aktif hanya bahasa halus dari politik pragmatis. Indonesia tidak memiliki sikap tegas sebagai respons pertarungan dua kekuatan, cenderung menunggu apa yang menjadi arus utama lalu mengikutinya agar aman. Proyek proyek negara besar seperti halnya AUKUS perlu di waspadai. Hal itu seakan berpotensi menjadikan negeri ini semakin kehilangan kekuatan. Di sisi lain Kekayaan alam yang melimpah ruah seakan tidak mampu menyentuh kesejahteraan dikarenakan hanya berkutat di beberapa pihak saja. Perlindungannya pun menjadi hal yang masih diupayakan secara individual sehingga masih minim untuk didapatkan. Kondisi tersebut akan sangat mengkhawatirkan jika tidak segera ada perubahan. Semua itu dikarenakan sistem yang dijadikan asas saat ini adalah kapitalisme sekuler. Kapitalisme sekuler menjadikan kedaulatan di tangan manusia. semua aturan lahir dari manusia yang terbatas pemikirannya. Di lain pihak peran agama dipinggirkan, dilarang mengatur kehidupan negara karena ide sekularismenya, di mana agama hanya dibolehkan di tempat peribadatan saja. Melahirkan para manusia yang tidak memerlukan keterlibatan hukum-hukum Allah SWT di dalam keputusannya. Sehingga tidak mengherankan jika konsensus yang dihasilkan bukan demi kepentingan rakyat tetapi untuk para oligarki. Sungguh menyedihkan, negeri-negeri muslim tak bisa berbuat apa-apa selain manut pada kebijakan internasional para penjajah. Padahal, semestinya Indonesia bisa menjadi negara yang memimpin dan mengarahkan Kawasan untuk lepas dari penjajahan. Syaratnya, Indonesia harus sadar akan posisi dan potensi strategisnya di kancah perpolitikan internasional, serta mengadopsi Islam sebagai politik luar negerinya. Polugri Islam tidaklah berdiri sendiri. Ia merupakan bagian dari sistem Islam dalam institusi Khilafah Islamiah. Asasnya adalah akidah Islam yang melahirkan prinsip polugri, yaitu mendakwahkan Islam ke seluruh penjuru dunia. Dakwah Islam oleh Khilafah menjadi asas negara dalam membangun hubungannya dengan negara lainnya di seluruh bidang. Inilah yang Rasulullah saw. contohkan dan para Khalifah setelahnya praktikkan. “Kami tidak mengutus (Muhammad) melainkan kepada seluruh umat manusia, sebagai pembawa berita dan pemberi peringatan.” (TQS Saba’: 28) Rasulullah saw. melatih tentara dan mempersiapkan alutsista alat utama sistem pertahanan’ untuk berjihad melawan siapa saja yang menghalangi dakwah Islam. Allahu a’lam bishshawab. []

Post a Comment

Previous Post Next Post