Mahasiswi Korban Pelecehan Seksual: Berharap Keadilan




Oleh: Riris Dwi
 (Aktivis Pergerakan Mahasiswa di Surabaya)

Baru-baru ini ramai kasus kekerasan seksual. Terutama pada perguruan tinggi Islam Negeri yang viral di sosial media. 
Seorang dosen IAIN Kediri telah melakukan pelecehan seksual terhadap mahasiswinya. Namun kasus itu tak dilaporkan ke polisi. Meski begitu polisi melakukan pemantauan terhadap kasus tersebut. Dan polisi meminta korban melakukan pelaporan. (Detik.news.com, 1/9/2021)

Korban dan terduga pelaku ada di jurusan yang sama, dan kejadian pelecehan seksual itu berulang. Saat memasuki semester lima, korban mulai mendapatkan kata-kata tak senonoh yang dikirim melalui pesan teks aplikasi oleh pelaku. Isinya dari ajakan bercinta hingga menikah. Korban risih dan merasa trauma, tapi ia tak berani melapor atau sekadar bersuara. Akhirnya, ada korban lain yang mengalami pelecehan seksual dan melapor. Kasusnya diusut oleh rektorat, namun sang dosen masih berkeliaran bebas melakukan kekerasan seksual. (Tirto.id, 1/9/2021)

Korban selaku mahasiswi aktif di IAIN Kediri. Tentu saja menginginkan sebuah penyelesaian yang adil atas tindakan yang tidak senonoh  yang dilakukan oleh dosennya sekaligus kepala Program Studi (Kaprodi) ilmu Al-Qur'an dan Hadits (IAT) tersebut.

 Sungguh mencoreng nama baik  dunia kampus sebagai percontohan dan basis intelektual. Lalu, apakah dengan pengesahan RUU-PKS kekerasan seksual dapat dicegah? Melalui fakta yang terjadi di atas, akar permasalahan munculnya kasus kekerasan seksual belum diselesaikan secara kompleks.

Sehingga marak terjadi kasus kekerasan seksual secara fisik maupun verbal. Bukan masalah mahasiswi tidak mampu untuk menjaga diri. Namun, karena penerapan sistem sekularisme liberal. Khususnya pada kasus pelecehan dosen kepada mahasiswa yang sedang bimbingan skripsi. Hal ini menunjukkan betapa amoralisme individu saat ini tereduksi akibat penerapan sistem sekularisme liberal ini. 

Sistem kehidupan yang membawa manusia dan kehidupan untuk bebas melakukan apa yang diinginkan dan sesuai dengan kepentingan masing-masing, tanpa ada batasan dan aturan yang berlaku. Begitu pula untuk pemenuhan nafsu, jika tidak ada yang dirugikan maka tidak ada pelaporan tindak kekerasan.

Betapa banyak undang-undang yang diberikan, nyatanya tak mampu untuk memberikan keamanan kepada perempuan hari ini. Karena sumber dari permasalahan muncul yaitu akibat penerapan dari sistem yang telah mengikis ketakwaan individu, sehingga banyak kriminalitas bahkan penganiayaan, pelecehan seksual itu terjad, bahkan disekitar kita banyak terjadi.  Kasus-kasus ini, merupakan efek penerapan sistem sekularisme. Sistem yang mencampakkan aturan sang pencipta untuk diterapkan dalam kehidupan. 

Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna. Dalam agama Islam mencegah, bahkan meminimalisir terjadinya kekerasan seksual melalui pengaturan yang kompleks terhadap sistem pergaulan. Mulai dari perintah kepada laki-laki dan perempuan untuk menutupi aurat dan menjaga kemaluannya. Seperti larangan berzina dan berduaan dengan non mahram, kewajiban menutup aurat, Islam juga menempatkan penyaluran sebuah naluri seksual hanya pada hubungan pernikahan. Islam sangat memuliakan wanita dengan cara cara wanita sebagai pencetak generasi Cemerlang bagi peradaban, bukan dieksploitasi dengan berbagai ide feminisme hari ini.

Hukum-hukum Islam sejatinya tegas, akan memberikan efek jera dan  rasa enggan bagi pelaku untuk melakukan perbuatan buruknya lagi. Memberikan upaya  preventif dan kuratif atas tindakan pelecehan seksual. Penerapan sebuah sanksi dalam Islam pun tak pandang bulu, jika ada salah satu individu yang terzalimi dan teraniaya pasti akan mendapatkan perlindungan dari sebuah negara. Hal ini hanya ada pada penegakan sistem syariat Islam dalam bingkai negara khilafah Islamiyah.

Wallahu A'lam Bishawab

Post a Comment

Previous Post Next Post