Blok Wabu Dalam Prespektif Islam


Oleh Hasni Surahman 
Mahasiswi 

Setelah Freeport, kini tambang emas Blok Wabu yang terletak di Intan Jaya, Papua   menjadi rebutan para pengusaha (pemilik modal). Pasalnya potensi kandungan emas Blok Wabu lebih besar dari tambang Grasberg milik Freeport. Berdasarkan data Kementerian ESDM 2020, Blok Wabu menyimpan potensi sumber daya 117.26 ton bijih emas dengan rata-rata kadar 2,16 gram per ton (Au) dan 1,76 gram per ton perak (Bisnis.com 25 /9/2021). 

Jatuh di lubang yang sama untuk kedua kalinya, diksi ini sepadan dengan rencana pengelolaan Blok Wabu yang ingin diserahkan pada korporasi. Freeport semestinya banyak memberikan kita alarm khusus bagi pemangku kebijakan di negeri ini (pemerintah), dalam mengambil setiap keputusan, sebab dari setiap kebijakan yang diambil ada faktor maslahat  dan mudarat bagi seluruh masyarakat di negeri ini.

Tengoklah tambang Freeport dari awal pengelolaannya hingga sekarang. Apakah memberikan kemaslahatan untuk masyarakat Papua dan apakah masyarakat Papua berperan dalam pengelolaan tambang tersebut. Sayangnya hal itu tidak terjadi. Pengelolaan Freepot ala sistem kapitalis ini realitanya bukan untuk kesejahteraan masyarakat. 

Fakta membuktikan masyarakat Papua tidak hanya menanggung efek dari hasil pengelolaan Freeport. Masyarakat adat di Papua mengatakan, mereka dirugikan lingkungan yang rusak, kemiskinan, dan kesengsaraan saat kekayaan alam mereka digerus habis, para korporatlah yang untung dobel, yang kaya semakin kaya yang miskin semakin miskin. 

Merespon eksploitasi emas Blok Wabu ini, Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Intan Jaya se-Jayapura mengatakan, menolak pertambangan emas yang berpotensi membahayakan lingkungan hidup, konflik, dan membuat masyarakat menderita (emasnya diambil masyarakatnya hidup berantakan). Para pelajar dan mahasiswa menambahkan, pengerahan aparat secara besar-besaran ke kampung halaman mereka tidak untuk  keamanan warga, melainkan  sebenarnya untuk keamanan perusahaan (hakasasi.id 26/8/202).


Pandangan Islam

Dalam prespektif Islam, dikenal istilah kepemilikan. Kepemilikan (al-milk) berasal dari bahasa Arab, yaitu dari akar kata “malaka” yang berarti penguasaan pada  sesuatu. Kepemilikan (al-milk) boleh disebut dengan hak milik/ milik saja. 

Ulama ahli fiqh menjelaskan hak milik (al-milk) bermakna ”kekhususan seseorang pada harta kekayaan yang telah diakui oleh  syari’ah, sehingga orang tersebut punya andil / kekuasaan khusus terhadap harta tersebut, baik untuk di manfaatkan atau mentasharrufkannya”

Dalam kitab Sistem Ekonomi Islam, karya Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani , kepemilikan terbagi menjadi tiga bentuk.

Pertama, kepemilikan individu (Milkiyah Fardhiah), adalah izin syariat pada individu untuk memanfaatkan suatu barang melalui lima sebab kepemilikan (asbab al-tamalluk) individu.

Kedua, kepemilikan umum (Milkiyah ‘Ammah), yaitu izin syariat kepada masyarakat secara bersama-sama memanfaatkan suatu kekayaan yang berupa barang-barang yang mutlak diperlukan manusia dalam kehidupa sehari-hari seperti air, sumber energi (listrik, gas, batu bara, nuklir dsb), hasil hutan, barang tidak mungkin dimiliki individu seperti sungai, pelabuhan, danau, lautan, jalan raya, jembatan, bandara, masjid dsb, dan barang yang menguasai hajat hidup orang banyak seperti emas, perak, minyak dsb.

Dan yang terakhir, kepemilikan negara (Milkiyah Daulah). Berupa izin syariat atas setiap harta yang hak pemanfaatannya berada di tangan khalifah sebagai kepala negara. 

Dari tinjauan tersebut, maka Islam memandang tambang emas Blok Wabu ini masuk pada kepemilikan umum. Sehingga pengelolaannya tidak boleh jatuh ke pihak swasta atau asing. Negara wajib mengambil peran pengelolaan dengan penuh tanggung jawab. Potensi emas yang besar di tambang tersebut pada prinsipnya datang dari Allah, sehingga pengelolaan dan peruntukannya harus sesuai petunjuk syariat.

Dengan demikian, sudah saatnya umat kembali pada konsep Islam yang membawa rahmat bagi seluruh alam.


Wallaahu a'lam bishshawaab

Post a Comment

Previous Post Next Post