Impor Cabe, Lonceng Kematian Bagi Petani

Oleh Neneng Sriwidianti
Ibu Rumah Tangga dan Pejuang Literasi

Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Itulah peribahasa yang tepat untuk menggambarkan nasib petani cabe saat ini. Harga cabe terus merosot tajam. Kondisi ini disebabkan sepinya pasar karena diberlakukannya PPKM oleh pemerintah. Tetapi yang lebih menyakitkan rakyat, penguasa melakukan impor cabe di tengah situasi seperti ini. Kebijakan ini semakin  terlihat jelas, tumpulnya empati penguasa terhadap rakyatnya sekaligus menabuh lonceng kematian bagi petani.

Dikutip oleh ayoindonesia.com, (29/8/2021). Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Yogyakarta, Hempri Suyatna menyayangkan kebijakan adanya impor cabe yang dilakukan pemerintah Indonesia pada saat pandemi. Berdasarkan data yang dihimpunnya, pada bulan Januari-Juni 2021, Indonesia melakukan impor cabe yang mencapai 27.851,98 ton atau senilai Rp 8,58 triliun. Angka ini naik 54 persen dibanding tahun 2020 sebesar 18.075 ton.

"Negara sebenarnya bisa memfasilitasi pengembangan industri-industri olahan cabe dan juga membangun sistem atau teknologi penyimpanan cabai agar tahan lama tetapi tidak pernah dilakukan. Problem utama pemerintah yakni tidak pernah serius membangun kedaulatan pangan di negara sendiri," tandas Hempri.

Lain lagi, apa yang diungkapkan oleh Anggota Komisi IV DPR RI Slamet, harga cabai yang anjlok di pasaran menandakan adanya masalah yang seharusnya menjadi perhatian serius dari pemerintah. Pemerintah harus hadir melindungi petani Indonesia. Jangan hanya berpikiran impor terus, sementara nasib petani kita semakin sengsara. Pemerintah juga seharusnya melihat kembali kepada kebijakan pangan yang menjadi landasan kerja era Kabinet Indonesia-Maju yang tertuang dalam nawacita kedaulatan pangan yang muaranya adalah peningkatan kesejahteraan para petani, (radartegal.com, 29/8/2021)

Begitu juga apa yang diungkapkan oleh Ketua Forum Petani, Kalasan Janu Riyanto, yang mengeluhkan harga cabai di tingkat petani merosot hingga 50% dari harga normal, yaitu dari harga kisaran Rp 11.000 per kilogram anjlok ke harga Rp 5000 per kilogram. (yogya.agoindonesia.com, 29/8/2021)

Fakta di atas, menunjukkan betapa pemerintah memang tidak berpihak kepada rakyat. Kepentingan rakyat bukan hal utama bagi mereka. Paradigma sekuler Kapitalistik yang mendasari penyelenggaraan pemerintah membuat fungsi kepemimpinan bergeser dari fungsi yang seharusnya. Bukannya meringankan kebutuhan mereka di masa pandemi ini, yang ada justru penguasa terus melakukan impor termasuk cabai dengan dalih untuk menstabilkan harga. Alasan klise yang selalu dilontarkan untuk melepas tanggung jawab mengurusi urusan rakyat.

Berbeda dengan Islam. Penguasa sejatinya adalah pelayan sekaligus pelindung umat, bukan pebisnis atau pedagang. Mereka wajib memastikan seluruh kebutuhan rakyat dan keamanannya terpenuhi dengan sebaik-baiknya. Sebagaimana wajib pula bagi penguasa memastikan kedaulatan dan kemandirian negara tetap terjaga.

Penerapan hukum-hukum  Islam secara kafah inilah yang akan melahirkan kesejahteraan dan keadilan di tengah umat. Karena hukum-hukum Allah Swt. menjadi solusi komprehensif atas seluruh permasalahan manusia, termasuk urusan jaminan pangan dan jaminan berusaha bagi rakyat, individu per individu.

Negara dalam Islam juga, akan menghilangkan hambatan terjaminnya kebutuhan pangan dan jaminan berusaha, seperti proses produksi, rantai pasok atau distribusi pangan, termasuk munculnya fluktuasi harga yang memberatkan. Semuanya akan diselesaikan dari akarnya. Seorang khalifah dalam Islam juga akan memberberlakukan sistem sanksi dan peradilan yang tegas untuk menyelesaikan setiap penyelewengan yang terjadi, baik itu dilakukan oleh individu, kelompok masyarakat dan penguasa.

"Imam (khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Bukhari)

Dalam hadis lain Rasulullah saw bersabda, "Khalifah itu laksana perisai tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya ... (HR. Muslim) 

Dua hadis di atas menetapkan bahwa negaralah penanggung jawab semua urusan rakyat dan tidak boleh dialihkan kepada pihak lain apalagi korporasi, termasuk di dalamnya aseng dan asing. 

13 abad adalah bukti nyata bagi umat akan keberhasilan ketika Islam diterapkan secara kafah oleh negara. Sebentar lagi, sistem pemerintah Islam (khilafah) yang dijanjikan Allah Swt. akan segera kembali, menyinari dunia sepanjang mata memandang. 

Wallahu a'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post