Hijrah Merubah Total, Bukan Sekedar Trending Massal

Oleh: Ismayanti
(Aktivis Dakwah Kampus, Penulis Buku)

PPIM UIN Jakarta melalui program CONVEY Indonesia merilis temuan baru fenomena gerakan hijrah di kalangan anak muda di Indonesia. Penelitian bertajuk “Tren Keberagamaan Gerakan Hijrah Kontemporer” ini dirilis oleh koordinator riset CONVEY Indonesia Windy Triana, M.A secara daring Senin (1/2/2021).

Penelitian ini melakukan analisis terhadap 1.237 konten Instagram dan 180 video YouTube. Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara mendalam terhadap 24 tokoh dan pengikut komunitas yang terdiri dari 16 laki-laki dan 8 perempuan. Sampel komunitas yang dipilih adalah SHIFT Pemuda Hijrah, Yuk Ngaji, Terang Jakarta, Musawarah, dan The Strangers Al Ghuroba (ppim.uinjkt.ac.id, 1/2/2021).

Tak dapat dipungkiri ramai diperbincangkan tema hijrah saat ini. Banyak orang di berbagai kalangan di Indonesia berhijrah alias mengubah arah rel hidupnya, mulai kalangan artis, profesi hingga milenial muda. Yang dulunya buka-bukaan aurat, sekarang berpakaian tertutup rapi menutup aurat, ada juga bahkan yang bercadar. Dari yang dulunya bergaya hidup hedonis, sekuler, dan suka pamer, sekarang lebih bersahaja bahkan suka berdonasi untuk orang-orang miskin dan membutuhkan. Bahkan ada pula yang dulunya menjadi influencer melakukan kemaksiatan sekarang menjadi garda terdepan mengajak orang lain untuk hijrah.

Bertepatan dengan tahun baru Islam, adalah moment hijrah Rasulullah saw dan para sahabat, karena sejarah penetapan awal tahun penanggalan Islam didasarkan pada hijrah Nabi saw. dari Makkah ke Madinah. Hijrah adalah tonggak penting perubahan, maka wajar berbagai seruan dan dakwah untuk hijrah pun banyak didengungkan sebagai wujud semangat perubahan. Hanya saja, penting bagi kita memahami bagaimana seharusnya hijrah saat ini dilakukan, agar benar-benar bermakna perubahan hakiki, bukan sekadar ikut-ikutan tren berhijrah atau mengikuti seruan-seruan hijrah semu yang justru menjauhkan umat dari hijrah yang sesungguhnya. Hijrah hakiki bukan hanya sekadar hijrah mengikuti tren semata, tetapi benar-benar hijrah dari apa-apa yang dilarang Allah Swt. dan Rasul-Nya. Hal ini selaras dengan hadis Rasulullah saw. beliau bersabda:

Muslim itu adalah orang yang menjadikan muslim yang lain selamat dari lisan dan tangannya, dan al-Muhajir (orang yang berhijrah) adalah orang yang meninggalkan apa saja yang telah Allah larang.” (HR Bukhari).

Hijrah hakiki juga bermakna berpindah dari darul kufur menuju darul Islam. Syekh Taqiyuddin an-Nabhani menyebutkan bahwa para fukaha mendefinisikan hijrah sebagai: keluar dari darul kufur menuju darul Islam. (An-Nabhani, T. Syakhshiyyah al-Islamiyyah. Al Juz Al-tsani. Hizbut Tahrir. 2003).

Sudah menjadi pemandangan yang universal jika hijrah dilakukan oleh individual hingga komunitas. Tapi bagaimana jika yang berhijrah adalah sebuah negara? Dari negara yang hedonis sekuler menjadi negara yang islami secara kaffah? Apakah Indonesia bisa seperti itu?

Jika berbagai tokoh atau pun pejabat negara memimpikan agar Indonesia maju, merupakan hal yang positif. Seperti halnya Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa yang mengharapkan Indonesia bisa terlepas dari jebakan negara pendapatan kelas menengah. Ia juga memiliki impian perekonomian Indonesia tumbuh mencapai 6 persen pada 2022 mendatang hingga menjadi negara maju pada 2045. (cnnindonesia/com, 4/8/2021). Hal senada juga disampaikan Sukidi Muyadi selaku anggota Dewan Pakar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), juga menjadi harapan Presiden RI. (siapgrak.com, 8/8/2021).  

Lalu bagaimana caranya untuk mewujudkan impian dan harapan itu menjadi nyata? Sementara negeri ini masih terselimuti sistem pemerintahan sekuler, sistem politiknya pun menghalalkan segala cara hingga lahirnya banyak para koruptor, sistem ekonomi kapitalis yang hanya membawa manusia pada jurang kemaksiatan dengan aturan ribawinya, sungguh sangat ironis!

Tentu saja syarat amal perbuatan yang diterima Allah SWT terutama ketika hijrah adalah memasang niat yang murni karena Allah Swt. Lalu diikuti dengan ketaatan secara totalitas yaitu mematuhi segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Hal itu bisa dilakukan hanya dengan mempelajari atau mengkaji ajaran Islam secara menyeluruh dalam semua aspeknya. Tak cukup dengan mengubah penampilan pakaian dengan menggunakan simbol-simbol agama saja.

Hijrahnya seorang individu jika tak dibarengi dengan hijrahnya lingkungan tempat ia berada justru akan menjadi masalah baginya. Terutama dalam menjaga akidahnya, sebab lingkungan yang buruk akan mempengaruhi gagalnya seorang individu dalam berhijrah. Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari menjelaskan bahwa hijrah itu ada dua macam. Pertama hijrah bathinah yaitu meninggalkan apa saja yang diperintahkan oleh hawa nafsu yang selalu memerintahkan keburukan seruan setan. Kedua zhahirah yaitu menyelamatkan agama dari fitnah. Dengan demikian hijrah yang sempurna ialah ketika seorang individu meninggalkan apa saja yang telah dilarang oleh Allah Swt., termasuk pula meninggalkan syirik (kufur) menuju Darul Islam. Hijrahnya bukan sekadar melakukan perubahan pada diri melainkan perubahan untuk negeri. Karena secara syara’, menurut para fukaha, hijrah ialah keluar dari darul kufur menuju Darul Islam (An-Nabhani, Asy-Syakhsiyyah al-Islamiyyah, II/276).

Artinya dibutuhkan sebuah lingkungan yang sistematis yang dapat melindungi dan mendukung siapapun dalam berhijrah, bahkan dialah yang mengkondisikan agar hijrah secara totalitas dapat terwujudkan bukan sekedar hijrah individu ataupun komunitas, tetapi hijrah secara menyeluruh oleh negara dalam segala aspek kehidupan. Yang dapat mengubah kondisi masyarakat dari kekufuran menuju islam.
Wallaahu a'lam.

Post a Comment

Previous Post Next Post