Desa Wisata Bisa Merubah Keadaan Ekonomi?

Oleh Susci

(Anggota Komunitas Sahabat Hijrah Banggai Laut, Sulteng) 

Desa Mbuang-mbuang, Kecamatan Bokan Kepulauan, Sulawesi Tengah masuk dalam daftar nominasi 100 besar Anugrah Desa Wisata Indonesia (ADWI) tahun 2021 dari 1.831 peserta ADWI 2021 di seluruh Indonesia.

Mbuang-Mbuang merupakan satu-satunya desa di Sulawesi Tengah yang masuk 100 besar ADWI.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno mengatakan, anugrah desa wisata 2021 dalam mewujudkan desa wisata kelas dunia yang berdaya saing, dan berkelanjutan untuk indonesia bangkit masih dalam tahap akurasi.

Penilaian itu atas dasar dewan kurator terhadap 7 kategori penilaian, klasifikasi desa wisata dan kelengkapan data melalui website jadesta.com. (kabarbenggawi.com, 20/8/2021) 

Memang merupakan suatu kehormatan dan kebanggaan bagi desa Mbuang-Mbuang yang telah meraih daftar nominasi 100 besar ADWI

Lantas, perubahan seperti apa yang akan didapati desa Mbuang-Mbuang sebagai tempat wisata nominasi 100 besar? Akankah mampu mewujudkan desa wisata kelas dunia yang berdaya saing? 

Gambaran perubahan kedepan tempat wisata desa Mbuang-Mbuang dapat berkaca pada realitas tempat wisata lainnya yang memiliki mekanisme sama. Desa Mbuang-Mbuang hanyalah salah-satu dari ribuan tempat wisata di Indonesia. SDA yang dimiliki negeri ini sangatlah mempesona, negara yang dijuluki zamrud katulistiwa telah berhasil memperlihatkan corak keunikannya dengan sangat membahana. Namun sayangnya,  negeri yang terkenal dengan keindahannya, tidak lain hanyalah ternak peras milik para pemilik modal. 

SDA yang melimpah, tempat wisata yang mempesona, hasil karya manusia, sedikit dirasakan  bahkan nyaris menyodorkan secercah rupiah, mungkin semenit menikmat hasil bumi yang lahir di negeri ini. Tak heran sebagian masyarakat menilai bahwa hal ini tidak akan mampu merubah apapun selain status sosial yang semakin memperlihatkan perbedaannya.

 Siapa yang Diuntungkan?

Menggarap alam, budaya, dan karya manusia demi destinasi wisata sangatlah diperlukan. Maka keterlibatan para pemilik modallah yang akan dibutuhkan. Sebab watak kapitalisme ialah keuntungan praktis. Globalisasi kerja sama menjadi dalih masuknya para investor untuk bebas menginvestasikan berbagai kebutuhuan yang diperlukan untuk mengembangkan wisata sebagai upaya daya tarik para wisatawan agar berkunjung dalam negeri. Masuknya para wisatawan menjadi sumber cure ekonomi sebab wisatawan akan  menyumbangkan devisa cukup tinggi. Namun hal ini akan memperkuat kedudukan para investor yang bebas mengonsumsi hasil SDA dalam negeri.

Lantas, bagaimana bisa bersaing? Jika modal pengelolaan berasal dari pihak asing. Utang haruslah di bayar. Ibaratnya balas jasa. Siapapun pun pihaknya tidak akan memberikan makan siang gratis. 

Sehingga, peralihan pengelolahan SDA termasuk tempat wisata kepada pihak asing menjadi potret buram negara yang kurang bahkan cenderung tidak indenpenden dalam mengurusi dan mengelola hak milik negara. Eksistensi negara minim Action. Jelas akan  semakin menggoyahkan sistem kedaulatan negara. Impaknya masyarakat tak lagi menikmati SDA atau sekadar menikmati keindahan alam secara gratis.

Keterlibatan penguasa sangatlah dibutuhkan untuk meningkatkan sektor kehidupan masyarakat dengan sigap dan amanah. Penguasa harus dapat memastikan bahwa segala sumber kepemilikan umum harus dapat dirasakan secara menyeluruh oleh warga negaranya tanpa keterlibatan pihak asing. 

Namun  penguasaan dalam sistem kapitalisme sekularisme yang menjadikan keuntungan materi sebagai standar pencapaian  tanpa perlu mempertimbangkan hak dan keadaan warga negaranya. Kapitalisme sekularisme melahirkan penguasa yang hanya akan menoleh kepada korporasi dan pemilik modal yang memiliki keunggulan dalan memberikan keuntungan 

Mirisnya, mobilisasi segala urusan negara akan akan distandarkan pada untung dan rugi, negara yang seharusnya lebih memperhatikan keadaan masyarakat yang semakin tercekik ditengah pandemi, justru sibuk mengurusi ADWI yang diduga lebih banyak memberikan keuntungan. 

Berbeda halnya dengan penerapan sistem Islam dalam bingkai khilafah yang berhasil memberikan hak dan kebutuhan warga negara secara menyeluruh dan memadai. Pembentukan tempat wisata hanya akan diperlukan ketika negara telah memastikan terpenuhinya sektor terpenting misalnya layanan kesehatan, pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, tatanan lainnya  telah diimplementasikan dengan gratis dan berkualitas. Sehingga tidak ada lagi istilah negara terjerat kemiskinan, minim ekonomi, pendidikan mahal, kesehatan. 

Sekalipun khilafah  telah usai memastikan hak dan kebutuhan warga negaranya terpenuhi dan mengelola tempat wisata,  khilafah tidak akan mengalokasikannya pada pihak asing. Khilafah sendiri yang akan mengelola dan mendistribusikannya secara mandiri tanpa campur tangan investor manapun. 

Khilafah juga akan memastikan warga negara  dapat  merasakan hak dari sumber kepemilikan umum. 

Kaum muslim memiliki hak yang sama dalam tiga hal; air, rumput, dan api (HR. Ibnu Majah )

Semua itu dapat terealisasikan dengan adanya baitul mal sebagai lembaga yang mengatur pengumpulan, pengelolahan, dan pendistribusian secara amanah dan tepat. Sumber pemasukan baitul mal  bisa dari fa'i, kharaj, jizyah, ghanimah,  zakat,  dan sumber kepemilikan umum misalnya minyak gas, listrik, mineral, dan tambang.

Parameter dari keberhasilan khilafah islamiyah yaitu penerapan syariat Islam secara kaffah. Aturan dan Hukum berasal dari Allah SWT. Penguasa yang ditugaskan dalam mengurusi urusan umat ialah penguasa yang amanah dan taqwa. Jelas berbanding terbalik dengan sistem kapitalisme yang berstandarkan pada ukuran manusia yang bersifat lemah dan terbatas

Oleh karena itu, sudah saatnya kembali kepada sistem Islam yang berhasil memberikan kesejahteraan bagi warga negara dan terlepas dari kekangan dan campur tangan pihak asing. Wallahu a'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post