Tak Hanya Kesehatan, Rakyat Juga Butuh Makan


Oleh: Khadijah Nelly, M.Pd.
Akademisi dan Pemerhati Sosial Masyarakat

Di tengah kondisi pandemi yang tak kunjung juga menunjukkan angka penurunan kasus secara signifikan. Padahal semua tahu berbagai macam cara telah dilakukan oleh negara untuk menghentikan sebaran kasus di tanah air, mulai dari kebijakan PSBB yang terapkan berkali-kali, hingga opsi kebijakan PPKM yang juga terus diperpanjang. Namun dari berbagai kebijakan tak lantas membuat kasus Covid-19 teratasi. Hampir 2 tahun berjalan wabah pandemi menyebabkan banyak dampak yang dirasakan warga masyarakat, semua serba dilema, sebab kebijakan masih tak memberikan solusi menyeluruh untuk masalah yang dihadapi masyarakat.

Menanggapi situasi yang terjadi di tengah masyarakat, Menteri Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD beserta jajaran Menteri melakukan rapat, rapat ini diikuti oleh 9 Kementerian atau Lembaga, seperti Mendagri, Menlu, Menkominfo, Panglima TNI, Jaksa Agung, Kapolri, hingga KSP. Salah satu isu yang dibahas dalam rapat ini yaitu terkait perkembangan Covid-19. Menurut Mahfud, ada dua keresahan yang dialami masyarakat akibat pandemi ini. Satu, takut mati karena Covid-19, kemudian yang kedua itu takut mati karena ekonomi. Kalau kita bersembunyi dari Covid bisa mati secara ekonomi, kalau kita melakukan kegiatan ekonomi bisa diserang Covid-19. Untuk itu menurut Mahfud, perlu dicari solusi jitu agar masalah kegelisahan masyarakat ini dapat diatasi, (Radar Bogor, 25/7/2021).

Ya, semua sepakat dengan apa yang disampaikan oleh MenkoPolhukam, negara harus segera mencari solusi untuk menyelesaikan kasus pandemi dan kesulitan hidup rakyat. Hari ini kondisi rakyat di negeri ini serba memprihatinkan, rakyat resah serba sulit, maka wajar kondisi ini pula yang memicu terjadinya aksi protes massa terhadap pemerintah. Seperti banyaknya seruan-seruan yang muncul di media sosial agar turun gerakan ke jalan meminta pengurusan negara terhadap rakyat. Sebab rakyat tak sekedar harus dijaga dari sisi kesehatan dan nyawa mereka, namun yang lebih dari itu adalah bahwa rakyat juga butuh makan. 

Artinya tak cukup membatasi aktivitas dan kegiatan rakyat di luar rumah dan menyuruh  mereka berdiam diri di rumah, namun kebutuhan hidup sehari-hari juga mestinya ditanggung dan dijamin oleh pemimpin dan negara. 
Begitulah sejatinya tugas pemimpin dan negara, prioritas utama adalah menjaga, melindungi dan mengurus rakyatnya.

Maka, sebenarnya kebijakan untuk mengakhiri wabah pandemi bukan dengan level PPKM yang hanya membatasi pergerakan dan aktivitas rakyat, sisi lain kebutuhan rakyat tak dipenuhi, ya ini malah akan memunculkan masalah baru, gejolak sosial. Wajarlah masyarakat akhirnya tak taat aturan, sebab mereka lebih memikirkan nasib keluarganya hingga abai prokes. Jika kebijakan seperti PPKM ini tak di evaluasi dan ditinjau ulang oleh pemangku kebijakan, maka kondisi penyelesaian pandemi akan terus jalan ditempat.  

Mirisnya lagi, dilihat dari lemahnya penanganan kasus Covid-19 di negeri ini sudah diprediksi oleh para pengamat luar negeri bahwa Indonesia menjadi negara yang terakhir terbebas dari pandemi. 

Hal inipun telah dibenarkan oleh Epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman, seperti dilansir dari laman berita Kompas.com, dia membenarkan prediksi yang menyebut Indonesia jadi salah satu negara terakhir yang berhasil keluar dari krisis pandemi Covid-19. Prediksi tersebut  menurut Dicky,  cukup logis jika dilihat dari situasi pandemi Covid-19 yang kini terjadi di Indonesia. Bagi Dicky, hanya negara yang sejak awal fokus dengan bidang kesehatan saja yang mampu keluar dari pandemi Covid-19 lebih awal. Karena negara yang concern dengan kesehatan sejak awal, tak memiliki kepentingan lain selain mementingkan kesehatan warga negaranya.

Ihwal pengendalian Covid-19, kata Dicky, ada banyak negara yang sejak awal pandemi memang fokus pada kesehatan bukan melulu urusan ekonomi dan politiknya. Menurut dia negara-negara itu dianggap cukup mampu secara ekonomi, sehingga penerapan sistem penguncian (lockdown) untuk menekan angka penularan corona pun tidak terlalu mempengaruhi kondisi perekonomian mereka. Dicky lalu membandingkan dengan penangan Covid-19 di Indonesia yang dinilainya masuk kategori negara yang masih belum sanggup untuk menerapkan lockdown total atau fokus pada kesehatan masyarakat. Indonesia termasuk negara yang di belakang, sehingga wajar kalau akan terakhir keluar dari situasi pandemi ini, terang Dicky(28/7/2021).

Ya, harusnya memang sedari awal opsi lockdown atau karantina secara total diberlakukan oleh negeri ini, sebab hanya dengan menutup semua akses penyebaran akan sangat efektif mencegah penularan dan yang sakit dapat ditangani secara profesional. Sudah banyak masukan dan saran dari berbagai pihak baik akademisi, tokoh agama, cendikiawan, tokoh politik termasuk para kesehatan yang menyerukan lockdown atau karantina total, namun pemerintah malah mengambil opsi PSBB hingga PPKM dengan alasan untuk selamatkan ekonomi. Pemerintah beralasan tak mampu untuk melakukan kebijakan lockdown, sebab terlalu akan memakan banyak biaya, terlebih dalam pembiayaan kebutuhan rakyat.

Tentu saja sikap pemerintah ini terlihat sangat kontras, sebab sudah seharusnya kebutuhan rakyat dipenuhi oleh negara jika mengambil opsi lockdown, ini tertuang dalam UU Nomor 6 tahun 2018 Pasal 55 ayat (1) yang berbunyi "Selama dalam karantina wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah pusat,". Andai pemerintah memang serius dan ingin menyelesaikan kasus pandemi ini dengan tuntas, sebenarnya langkah efektifnya adalah menerapkan karantina total atau lockdown.

Sebab inilah solusi jitu untuk selesaikan pandemi yang telah dicontohkan Islam melalui Rasulullah dan para sahabat, kemudian telah dibuktikan negara-negara luar yang kini telah berhasil keluar dari krisis wabah.
Soal dana, itu bisa diupayakan oleh negara, dengan meminimalkan pengeluaran negara yang tak urgen, memangkas dana yang tak perlu, menghentikan sementara proyek-proyek infrastruktur, dan dananya bisa di fokuskan untuk tangani pandemi dengan lockdown.

Langkah ke depan agar keuangan negara tetap stabil yaitu dengan mengambil alih kembali seluruh pengelolaan kekayaan alam baik minyak, hutan, tambang, emas, nikel, batubara dan SDA lainnya dari pengelolaan asing dan aseng, kemudian beralih ke negara agar hasilnya dapat diperuntukkan bagi pembiayaan negara dan kebutuhan rakyat. Andai para penggawa negeri serius dalam mengurus negara ini dan rakyat ini, tentu kasus pandemi dan kesulitan rakyat akan dapat ditasi. 

Namun kondisinya bagi rakyat dalam pengaturan sistem kapitalis sekuler sangat jauh dari pengurusan dan perlindungan. Hari ini sangat sulit dan mahal untuk mendapatkan pemimpin sejati yang tabah bertahan dan rela menderita bersama rakyatnya dalam masa sulit. 

Namun tatkala menengok sejarah, Prof. Dr. Ahmad Syalaby dalam buku masyarakat Islam (1961) melukiskan pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab, umat Islam di Madinah ditimpa bencana kelaparan yang telah menyebabkan wabah penyakit dan kematian. Penderitaan rakyat itu, dirasakan oleh Umar sebagai penderitaannya, karena itu beliau bersumpah tidak akan mengecap daging dan minyak samin. Umar berkata” bagaimana mungkin saya dapat mementingkan keadaan rakyat, kalau saya sendiri tidak merasakan apa yang rakyat derita”. Lain waktu, Umar juga mencontohkan perangai seorang pemimpin, dimana saat itu dia berkata “ kalau negara makmur, biar saya yang terakhir menikmatinya, tapi kalau negara dalam kondisis kesulitan, biar saya yang pertama kali merasakannya”.

Pemimpin dalam Islam perhatiannya lebih besar kepada rakyatnya daripada kepentingan dirinya sendiri. Mereka telah menyerahkan raga dan jiwanya bagi kepentingan takyatnya, sebab itulah amanah dari Allah, pertanggungjabannya berat di akhirat nanti. Ya, begitulah contoh teladan pemimpin, yang mestinya dapat dicontoh para pemimpin masa kini.  Rasulullah bersabda, “ setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban (di hadapan Allah), tentang kepemimpinannya.” Maka betapa tak terpujinya jika ada para pemimpin yang hanya berorinetasi melanggengkan kekuasaannya dan melupakan penderitaan rakyatnya.

Wallahu’alam bis showab

Post a Comment

Previous Post Next Post