Pilih Harta ataukah Nyawa? Keselamatan Rakyat Bukan Bahan Permainan

Oleh Leihana 
(Ibu Pemerhati Umat)

Pilih 'harga atau 'nyawa'? Pertanyaan retoris ini dialamatkan media kepada Presiden Indonesia Joko Widodo dan Mentri Dalam Negeri, Jenderal Polisi (purn) Muhammad Tito Karnavian. Jawaban yang diinginkan tentu bukan untuk bahan permainan belaka. Karena pertanyaan retoris ini menjadi perwakilan kegelisahan rakyat negeri ini dalam menanti aksi kebijakan pemerintah untuk menekan laju penambahan kasus Covid-19 di negeri ini yang kian menggila. Masyarakat secara umum menyadari betapa berbahayanya virus ini, sampai bisa merenggut nyawa siapa saja. Adapun perilaku yang nampak seolah tidak patuh pada protokol kesehatan dengan masih melakukan berbagai aktivitas di luar rumah adalah untuk bertahan hidup mencari nafkah untuk sesuap nasi sambil bertaruh nyawa dengan ancaman tertular virus mematikan itu. 

Faktanya masyarakat siap patuh terhadap kebijakan pemerintah bahkan jika harus karantina wilayah sekalipun, jika kebutuhan pokok mereka tercukupi dengan baik. Karena masyarakat cukup takut dengan pemberitaan bahaya virus Covid-19 yang mematikan. Kegusaran masyarakat tampaknya menjalar hingga ke pemangku jabatan tinggi di negeri ini. 
 
Pemerintah tampak maju mundur untuk mengeksekusi keputusan yang diambil antara memilih menjaga keselamatan nyawa rakyat. Hal ini dengan menerapkan kebijakan karantina wilayah agar semua aktivitas pertemuan manusia terhenti dan terjadi pemutusan rantai penularan virus tersebut . 

Namun ternyata kebijakan ini mempertaruhkan 'harta' maksudnya ekonomi masyarakat dan negara bisa mati total. Mirisnya  pemerintah justru memberlakukan keputusan  PPKM(Program Pembatasan Kegiatan Masyarakat) yang sebelumnya sudah diterapkan skala mikro dan karena tidak ampuh menekan laju penularan virus pemerintah pusat yaitu Presiden Jokowi dodo memutuskan menetapkan PPKM darurat untuk Jawa dan Bali dari tangga 3 Juli-20 Juli 2021.

Sebenarnya istilah baru ini tampak tidak ada bedanya dengan istilah lama PSBB(Pembatasan Sosial Berskala Besar) dan PPKM mikro. Isi aturannya membatasi sebagian kegiatan masyarakat terutama dalam pendidikan sekolah menjadi daring  tempat ibadah ditutup dan kegiatan ekonomi skalanya dikurangi. Selama ini kebijakan serupa belum berhasil menurunkan laju penularan virus secara signifikan. Seperti dikutip dari Anggota Komisi IX DPR RI itu mengatakan, ada banyak kalangan yang menilai kebijakan yang diambil pemerintah cenderung hanya berganti nama dan istilah tetapi pada tataran praktis, kebijakan itu tidak mampu menjawab persoalan yang ada.

"Tentu kesan seperti ini sangat beralasan mengingat banyaknya kebijakan dan istilah yang sudah diterapkan," katanya.(merdeka.com, 1/7) 

Selain efektifitasnya PPKM menjadi anomali karena pemerintah tidak melakukan hal yang serupa pada kebijakan imigrasi. Hal ini terlihat dengan tidak memperketat keluar masuknya warga asing ke Indonesia. Menurut anggota Fraksi PAN, Ahmad Yohan, dengan adanya PPKM darurat,   maka seluruh mobilitas domestik dibatasi lebih ketat, baik darat, udara dan laut. Namun menurutnya, hal ini menjadi anomali, karena mobilitas orang asing (WNA) masih diberikan kelonggaran dengan membiarkan WNA, baik turis dan TKA, terus masuk ke Indonesia tanpa ada barrier.

"Jika merujuk pada regulasi pembatasan mobilitas yang beredar terkait PPKM darurat, maka PPKM Darurat hanya berlaku secara domestik di wilayah Jawa dan Bali saja. Artinya, mobilitas warga asing ke Indonesia masih dibuka/ diberikan kelonggaran," ujar Yohan.(viva.co, 4/7/2021)

Banyak pakar menganggap PPKM Darurat bukan kebijakan yang efektif untuk antisipasi kegentingan dan ledakan Covid-19. Bahkan ada yang mengatakan kebijakan PPKM darurat ini ibarat menabur garam di lautan artinya menjadi keputusan yang sia-sia tidak berarti apa-apa. Jadi dengan adanya PPKM Darurat ini pemerintah tidak menyelamatkan nyawa maupun harta rakyatnya. 

Demi pertaruhan harta atau nyawa dan pemerintah condong menyelamatkan ekonomi dalam artian ekonomi para pengusaha besar atau kapitalis. Buktinya dalam pemberlakuan PPKM ini dalam realitanya pengusaha kecil seperti pemilik warung nasi, tukang dagang keliling banyak yang dilarang beroperasi hingga dirazia dan disita barang dagangannya. Tetapi perusahaan pabrik besar tetap beroperasi seperti biasa. Pemerintah hanya mengubah-ubah istilah dari kebijakan sebelumnya yang tidak terbukti ampuh dan justru membingungkan.

Karena sistem kapitalis yang diadopsi negeri ini, tidak akan membuat kebijakan yang mengorbankan keuntungan materi atas nama penyelamatan ekonomi. Padahal semestinya berfokus pada penyelamatan nyawa. Karena nyawa rakyat tidak akan pernah bisa dihidupkan kembali tetapi ekonomi yang mati masih ada peluang untuk dibangkitkan kembali. 

Pilihan yang salah dan membingungkan ini terjadi karena pemerintah menerapkan sistem kapitalisme  yang mengutamakan kepentingan kapitalis di atas kepentingan rakyat. Sehingga keselamatan rakyat menjadi bahan permainan penguasa yang gonta-ganti istilah kebijakan saja 

Tentu berbeda dengan sistem Islam yang selalu mengutamakan keselamatan dan nyawa rakyatnya daripada hal lainnya. Karena Islam menjaga nyawa manusia yang dipandang berharga oleh Allah Swt Sebagaimana hadis Nabi Muhammad saw. Dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Ù„َزَÙˆَالُ الدُّÙ†ْÙŠَا Ø£َÙ‡ْÙˆَÙ†ُ عَÙ„َÙ‰ اللَّÙ‡ِ Ù…ِÙ†ْ Ù‚َتْÙ„ِ Ù…ُؤْÙ…ِÙ†ٍ بِغَÙŠْرِ Ø­َÙ‚ٍّ

“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Abani).

Maka sistem Islam akan memilih keselamatan nyawa rakyat dengan cara yang terbaik. Yakni dalam kondisi pandemi seperti ini, maka akses orang yang terpapar akan ditutup dan diberi pengobatan terbaik terjamin kebutuhan pokoknya. Masyarakat yang sehat bisa beraktivitas seperti biasa. Sehingga pembatasan wilayah dan aktivitas masyarakat yang terjangkit akan dipatuhi sepenuhnya oleh rakyat karena kebutuhan pokoknya telah dipenuhi dengan baik. 

Oleh karena itu solusi terbaik mengatasi pandemi Covid-19 adalah dengan kembali pada hukum Islam yang sempurna, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabat.

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post