PENGENDALIAN COVID TAK CUKUP ANDALKAN 3T


Oleh : Ummu Alvin

Medan, IDN Times – Kasus COVID-19 kian meroket dalam beberapa waktu terakhir. Peningkatan kasus harian kembali mencetak rekor baru.

Wacana untuk melakukan lockdown mencuat. Meskipun, sejumlah ahli menyebut pilihan untuk melakukan lockdown sudah terlambat. Karena bakal menghabiskan biaya yang cukup banyak. Para ahli berpendapat, harusnya lockdown dilakukan sejak awal pandemik.

Presiden Joko Widodo mengingatkan empat provinsi dipulau jawa  yaitu DKI Jakartaa.Jawa barat,JawaTengah serta beberapa kabupaten dan kota agar meningkatkan koordinasi dan 3T(Testing,Tracing dan Treatment) pada penanganan covid-19

Hal iti diungkap walikota Bandung Oded M.Danial yang juga menjabat Ketua Komite Kebijaksanaan Penanganan Covid 19 dikota bandung dalam Rapat  Koordinasi Terbatas(Rakortas) melalui video conference  dengan Presiden RI Joko Widodo terkait Penganan  Covid 19 dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat skala Mikro(PPKM Mikro),Minggu (13/6/2021) 

Hal ini disebabkan melonjaknya jumlah kasus covid 19 di Indonesia termasuk juga yang terjadi dikabupaten Kudus yang dikonfirmasikan Ganjar Pranowo gubernur Jawa Tengah sudah dipastikan yang terjadi disana termasuk varian baru yaitu covid 19 India

Dan berdasarkan data yang diungkap Satgas Penanganan covid 19, tiga pekan pasca lebaran,kasus covid 19 di Kudus sudah melonjak hingga 7.594 persen



Belakangan, lonjakan kasus Covid-19 menggila. Per 15 Juni 2021, ada 8.161 penambahan kasus baru Covid-19. Setelah DKI Jakarta yang beberapa hari lalu menyumbang kasus positif terbesar, kini Jawa Tengah disusul Jawa Barat menjadi provinsi kedua dan ketiga mengalami lonjakan kasus positif Covid-19 yang cukup signifikan.

Lonjakan Kasus Positif Covid-19
Menanggapi lonjakan kasus yang terjadi di sejumlah daerah, pakar epidemiologi Griffith University, Dicky Budiman mengatakan sudah saatnya pemerintah pusat dan daerah mengubah strategi dalam menangani pandemi Covid-19. Menurutnya, gelombang pertama kasus Covid-19 akan mencapai puncaknya pada akhir Juni sampai awal Juli 2021.

Selain akibat dari akumulasi kasus Covid-19 selama satu tahun pandemi, penyebab kenaikan kasus ini juga karena penyebaran varian-varian baru virus corona. Salah satunya varian Alpha, mutasi virus corona yang muncul di Inggris, yang disebut memiliki kemampuan penyebaran infeksi yang sangat cepat.

“Yang harus direspons pemerintah adalah penguatan kapasitas testing. Karena ketika daerah dan pemerintah tidak memperkuat ini dengan berbagai alasan, maka pada gilirannya akan dilakukan dalam situasi yang sudah memburuk,” papar Dicky. (Kompas, 14/6/2021)

Bukan hanya testing dan tracing yang rendah, tetapi pemahaman masyarakat tentang Covid-19 selama setahun ini masih saja kurang. Menurut Dicky, kesalahan selama setahun penanganan pandemi adalah pendekatan yang tidak berbasis sains, datanya minim, sehingga respons dan strategi yang dilakukan tidak cukup memadai untuk menangani kasus Covid-19 di Indonesia.



Sekalipun sudah dilakukan upaya 3T (testing, tracing, and treatment), jika kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan masih rendah, hal itu tidak akan berjalan efektif.

Dari awal, penanganan pandemi yang dilakukan pemerintah tampak setengah hati. Becermin dari strategi yang pernah dilakukan pemerintah yang masih tampak setengah hati.

Saat itu, anjuran para ahli untuk melakukan karantina wilayah tak digubris. Pemerintah justru mengambil langkah moderat dengan menerapkan PSBB hingga berganti istilah ke PPKM Mikro. Belum lagi bergulirnya New Normal yang kian mengaburkan pemahaman masyarakat mengenai Covid-19. Salah memahami berujung pada sikap abai masyarakat terhadap protokol kesehatan..

Sikap plinplan pemerintah juga menambah buruknya komunikasi publik mengenai Covid-19. Seperti kebijakan pilih-pilih mengenai kerumunan. Kerumunan Pilkada tak mengapa, sementara kerumunan yang lainnya kena pidana.

Di saat negara lain perketat pintu masuk warga negara asing akibat perkembangan kasus varian baru corona, Pemerintah masih terlihat santuy dengan melonggarkan masuknya WNA secara bergelombang. Mudik dilarang, TKA dibiarkan berdatangan. Seolah corona memilih tempat dan waktu di mana kasus positif melonjak.

Pernahkah kita mendengar kabar lonjakan kasus pascapilkada? Sementara berjejer berita kasus positif pascamudik lebaran. Pemerintah seperti tidak jujur menyampaikan kondisi dan fakta di lapangan secara gamblang. Jika demikian, bagaimana rakyat bisa percaya?

Perilaku ugal-ugalan yang mengabaikan protokol kesehatan sejatinya bukanlah sepenuhnya kesalahan masyarakat. Pemerintah mestinya muhasabah diri apa yang menjadi penyebab masyarakat mendapat informasi tak utuh mengenai Covid-19.

Edukasi yang selama ini masih minim bisa jadi menjadi penyebab ketakpahaman masyarakat tentang bahaya Covid-19. Bukankah untuk mengubah perilaku manusia harusnya mengubah pemahamannya dulu? Bagaimana agar pemahaman salah bisa berubah? Yaitu dengan melakukan edukasi menyeluruh serta teladan yang konsisten melaksanakan pesan penting dari edukasi tersebut.

Kebijakan setengah hati dan sikap plinplan pemerintahlah yang menjadi sebab ketakpercayaan publik. Akibatnya, meski yang disampaikan adalah hal benar, tetap dianggap sebagai kebohongan. Kepercayaan rakyat kepada penguasanya terjun bebas.

Jika penguasanya saja sudah kehilangan kepercayaan, sulit untuk membuat rakyat patuh terhadap kebijakan yang ditetapkan. Maka dari itu, penanganan pandemi Covid-19 tidak cukup hanya dengan 3T atau sosialisasi #ingatpesanibu dengan menerapkan 3M.

Yang tak kalah penting adalah berikan contoh yang baik dengan sikap tegas dan konsisten terhadap penanganan Covid-19. Ketegasan dengan kebijakan yang lebih memperhatikan pendapat para ahli dan pakar kesehatan. Konsisten pula dalam menerapkan kebijakan tersebut, tidak berubah-ubah atau gonta-ganti istilah sesuai kepentingan tertentu.

Upaya Pengendalian

Sebagai seorang muslim, kita tidak dapat melepaskan bahasan apa pun dari Islam sebagai solusi. Tulisan ini—sekali lagi—menjadi pengingat kita semua bahwa Covid-19 itu ada dan ikhtiar kitalah yang akan dinilai dalam menyikapi pandemi ini.

Memutus rantai penyebaran.
Upaya ini bisa dilakukan sejak level individu, komunitas dan pemilik kebijakan (negara). Adalah Khalifah Umar bin Khaththab ketika dalam perjalanan menuju Syam namun harus memutuskan untuk kembali karena adanya wabah di wilayah Syam.

Khalifah Umar pernah keluar untuk melakukan perjalanan menuju Syam. Saat sampai di wilayah bernama Sargh, beliau mendapat kabar adanya wabah di wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf kemudian mengabari Umar bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Sebaliknya, jika wabah terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meninggalkan tempat itu.” (HR Al-Bukhari)

Cara paling dekat dan mudah yang bisa dilakukan semua orang adalah melaksanakan protokol kesehatan secara ketat. Tidak keluar rumah jika tidak betul-betul penting untuk memutus rantai penyebaran hingga menghentikan kegiatan yang melibatkan banyak orang.

Selama aturan Allah tidak diterapkan dimuka bumi ini bukan hanya kehancuran kehidupan yang akan kita temui tetapi juga Allah tidak akan meridhoi dan memberkahi kehiduan bangsa ini karena kehidupan yang dijalankan bertolak belakang dengan aturan-NYA

Sejatinya wabah covid -19 ini juga adalah bentuk teguran Allah kepada kita  karena sudah sangat lama mencampakkan aturan Yang Maha Sempurna.Saatnya kuta kembali hanya kepada aturan Allah yakni dengan menerapkan Syariah Kaffah dalam bingkai Khilafah

Wallahu'alam bisshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post