Menjegal Ulama Kritis, Bukti Ketidakadilan Sistematis


Oleh : Wulansari Rahayu
Penulis dan Penggiat Literasi

Kasus HRS  yang divonis empat tahun penjara terkait tuduhan berita bohong yang mengakibatkan keonaran. Beliau dituduh memalsukan hasil tes swab di rumah sakit Ummi. Beliau dikenakan Pasal 14 ayat (1) UU No. 1/1946.

Fadli Zon, anggota Komisi I DPR RI Fraksi Gerindra, menyatakan adanya ketakadilan dalam vonis tersebut dan terjadi inkonsistensi penerapan peraturan pelanggaran protokol kesehatan dan berita bohong dalam beberapa kasus. Vonis tersebut dianggap berlebihan (news.detik.com, 25/6/2021).
Sikap kritis para tokoh dan ulama sering kali terhadap berbagai kebijakan publik belum dapat diterima oleh penguasa dengan lapang dada. Islamofobia atau ketakutan secara berlebihan kepada syariat Islam menjadi pemicu perlakuan yang tidak memuliakan para ulama.

Mirisnya mereka yang telah menilep miliaran hingga triliunan uang negara.  Yang pro rezim tetap aman. Tak tersentuh hukum. Padahal mereka berkali-kali melakukan tindakan kriminal: menghina Islam, menista ulama dan santri, dsb. Sebaliknya, hanya karena kesalahan kecil, asal dari pihak yang sering kritis terhadap rezim, mereka dijerat dengan hukuman yang berat.

Di sisi lain, para penegak hukumnya banyak yang bermental bobrok. Tidak memiliki rasa takut kepada Allah SWT. Mudah dibeli. Gampang tergoda oleh rayuan uang, harta, wanita dan kenikmatan dunia lainnya. Mereka seolah lupa bahwa meski mereka lihai mempermainkan hukum di dunia, juga meski mereka sering lepas dari pengadilan manusia di dunia, mereka tak akan pernah bisa melepaskan diri dari hukuman Allah SWT di Pengadilan Akhirat.

Kewajiban mengajak kepada yang makruf (kebaikan) dan mencegah kemungkaran (keburukan) harus terus berjalan di tengah-tengah umat, apalagi jika keadilan menjadi hal langka dan kezaliman terus terjadi. Amar makruf kepada umat mulai dari masalah ibadah yang bersifat individual hingga masalah negara yang harus menjalankan syariat Islam dalam segala sendi kehidupan.

Ulama adalah pewaris para nabi. Mereka yang mendakwahkan Islam dan ajarannya sesuai dengan ajaran Nabi. Mereka menyuarakan kebenaran dan kezaliman. Kehidupan mereka adalah kebaikan dan kemuliaan. Maka selayaknya mereka dihormati dan dimuliakan.

Salah satu puncak peradaban emas Khilafah adalah penerapan syariah Islam di bidang hukum dan peradilan. Keberhasilan yang gemilang di bidang ini membentang sejak sampainya Rasulullah saw. di Madinah tahun 622 M hingga tahun 1918 M (1336 H) ketika Khilafah Utsmaniyah jatuh ke tangan kafir penjajah (Inggris) (An-Nabhani, Nizham al-Islam, hlm. 44).

Kunci utama keberhasilan tersebut karena hukum yang diterapkan adalah hukum terbaik di segala zaman dan masa.
Allah SWT berfirman:
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُون
Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin? (TQS al-Maidah [5]: 50).

Dengan demikian keadilan dan Islam adalah satu-kesatuan. Tidak aneh jika para ulama mendefinisikan keadilan (al-‘adl) sebagai sesuatu yang tak mungkin terpisah dari Islam.  Wallahu A'lam bishowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post