Ketimpangan Hukum bagi si Kaya

Oleh : Euis Bella Bediana 

Publik kembali dihebohkan dengan beredarnya kabar pasangan suami istri konglomerat yang kedapatan mengonsumsi narkotika jenis sabu. Tertangkapnya pasangan suami istri konglomerat yang merupakan pengguna narkoba ini membuat publik ragu akan ketegasan aparat dalam menegakkan keadilan.

Namun, seperti yang dilansir pada https://www.merdeka.com/peristiwa/bantah-istimewakan-polisi-tetap-proses-hukum-nia-ramadhani-dan-ardi-bakrie.html bahwa Kapolres Jakarta Pusat Kombes Hengki Haryadi menegaskan, penyidik tetap akan memproses hukum terhadap Nia Ramadhani atas kasus penyalahgunaan narkotika. Meskipun, dalam undang-undang pengguna narkotika diwajibkan menjalani rehabilitasi.

"Dalam Pasal 127 sebagaimana yang hasil penyelidikan kami tentang pengguna narkoba diwajibkan untuk rehabilitasi, itu adalah kewajiban undang-undang. Kemudian dengan rehabilitasi bukan perkara tidak lanjutkan, perkara tetap kami lanjutkan, kami bawa ke sidang nanti akan divonis hakim di mana ancaman maksimal adalah 4 tahun, dan kemudian untuk rehabilitasi bukan dilaksanakan oleh penyidik," katanya di Mapolres Jakarta Pusat, Sabtu (1/7).

Aroma bebasnya pasangan suami istri konglomerat ini dari jeratan pidana sudah sangat tercium oleh banyak pihak. Pasalnya, publik sudah gerah dengan banyaknya kasus yang menunjukkan hukum di negara tercinta ini tumpul ke atas namun tajam ke bawah.

Hal ini bisa kita lihat beberapa kali dalam kasus wanita tua yang divonis beberapa tahun penjara karena mencuri singkong untuk mengganjal perutnya yang lapar. Atau contoh kasus semisal, seorang pemuda kedapatan membawa narkotika jenis ganja seberat 0.19gr tanpa basa-basi aparat langsung menghukumi 5 tahun penjara. Tapi, penyidikan hukum secepat dan setegas kasus nenek dan pemuda itu tak akan kita temukan pada penyelesaian kasus para penjahat berdasi yang memiliki segepok uang dan sekelompok orang kuat di belakangnya.

Praktik penegakan hukum di negara tercinta selama ini jelas menampakan bahwa masyarakat biasa tidak memiliki kesetaraan dan kedudukan yang sama di hadapan hukum. Mereka yang memiliki finansial yang lebih kuat akan memilik power untuk mengendalikan hukum, inilah yang di sebut hukum transaksional.

Adanya hukum transaksional merupakan Crisis of Law atau krisis hukum yang sejatinya adalah buah dari bercokolnya kapitalisme berhaluan sekuler di perhelatan peradilan negeri kita saat ini. Kapitalisme yang mengutamakan modal untuk menggapai suatu tujuan jelas sangat menghalalkan tindakan transaksi atas hukum. Ditambah lagi dengan merebaknya virus sekulerisme di masyarakat yang membuat manusia, termasuk kaum Muslimin di dalamnya menjadi terlena dengan kemaksiatan, sehingga lupa bahwa Allah tak hanya memantau saat kita beribadah saja. Sudah terlalu banyak bukti yang dengan gamblang memperlihatkan betapa murahnya penegakan hukum bagi mereka yang memiliki kekuasaan. Hukum transaksional ini tak perlu lagi melihat apa kasus yang dibawa, namun hanya perlu melihat siapa dan apa yang dimiliki untuk menghapus kejahatannya.

Jika saja, gerahnya masyarakat dalam memandang bobroknya peradilan dan hukum transaksional ini dikuatkan dengan kesadaran akan hakikat Allah sebagai pembuat hukum, sejatinya mereka telah menemukan solusi yang hakiki atas permasalahan tersebut. Islam dengan seperangkat syariatnya telah mengatur perkara peradilan hingga ‘uqubat atau sanksi, demi terciptanya keadilan di tengah masyarakat dan keridhaan Allah subhanahu wa ta’ala atas suatu kaum dan negeri

Setelah menyaksikan betapa lemahnya hukum buatan manusia dalam menciptakan keadilan dan minimnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, masyarakat terutama kaum Muslimin sudah sepatutnya menyamakan suara untuk menerapkan Islam dalam tatanan Negara.

Namun, tegaknya Islam serta syariatnya tak mungkin terjadi dalam suatu Negara yang mengesampingkan wahyu Ilahi dalam menjalankan fungsinya. Ia hanya akan tegak melalui suatu institusi yang memang sudah digariskan oleh Allah dan dicontohkan oleh para pemimpin kaum Muslimin sebelumnya. Institusi tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah Khilafah Islamiyah. Oleh karena itu, kaum Muslimin seharusnya merapatkan barisan, menguatkan ukhuwah, dan menyatukan kekuatan untuk bersama-sama mewujudkan bisyarah Rasulullah, Khilafah Islamiyah. Wallahu a’lam bi ash-shawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post