Islam, Solusi Problematika Suami Istri



Oleh : Lina Lugina
(Ibu Rumah Tangga dan Aktivis Dakwah)


Masyarakat tengah diresahkan oleh beberapa delik krusial yang terdapat dalam RUU 2019. RUU KUHP tersebut memantik polemik publik karena meluaskan definisi perkosaan, salah satunya suami terhadap istrinya. Perihal perkosaan dalam perkawinan yang ditambahkan dalam rumusan pasal 479, dimaksudkan agar konsisten dengan pasal 53 nomor 23 tahun 2004 tentang PKDRT yaitu tindakan pidana kekerasan seksual berupa pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap istri atau suami. (detik.com, 14/06/2021)

Dalam pasal 479 KUHP disebutkan bahwa setiap orang yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang bersetubuh dengannya, maka dipidana karena melakukan pemerkosaan dengan hukuman paling lama 12 tahun. Termasuk didalamnya antara lain perbuatan kekerasan  memaksa seseorang karena orang yang disetubuhinya merupakan suami atau istri yang sah. (CNNIndonesia, 16/06/2021)

Salah satu kasus pemerkosaan dalam keluarga terjadi pada 2014 silam. Seorang perempuan asal Denpasar, Bali meninggal karena mengalami patah tulang rusuk, memar di dada, dan infeksi di kemaluan setelah dipaksa berhubungan seksual oleh suaminya. Korban sempat menolak karena merasa tidak enak badan, napasnya sesak dan sakit jantungnya sedang kambuh, tapi suaminya, tak peduli. Akibat perbuatannya itu, sang suami dijatuhi hukuman penjara 10 bulan.

Menurut Prof. Suteki, Pakar Hukum dan Masyarakat, menilai bahwa kasus tersebut jelas tidak dapat digeneralisasi. Beliau mempertanyakan apakah Rumusan Pasal 479 RUU KUHP diatas merupakan hal yang baru. Jika kita perhatikan ketentuan yang telah ada, ternyata ketentuan tersebut bukanlah hal yang baru. Definisi serupa juga tertera dalam Pasal 53 UU 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau PKDRT. Perbedaannya bahwa dalam UU PKDRT tidak menggunakan istilah pemerkosaan tetapi kekerasan seksual. 

Sistem pendidikan sekuler telah menghasilkan pernikahan yang tidak didasari oleh mahabbah fillah atau saling mencintai karena Allah, juga minimnya pemahaman tentang syariat pernikahan. Kapitalisme inilah penyebab rapuhnya ketahanan keluarga. Padahal syariat Islam sejatinya telah menjamin perlindungan perempuan dari tindakan kekerasan dalam rumah tangga. Dengan adanya syariat, permasalahan mengenai hak dan kewajiban suami istri telah diatur secara sempurna. Syariat mendorong agar laki-laki dan perempuan menikah atas dasar agamanya bukan harta atau keturunannya, sehingga bekal keimanan dalam mengarungi bahtera rumah tangga adalah modal dalam membangun kekokohan sebuah keluarga. 

Oleh karena itu, dibutuhkan penerapan syariat dalam keluarga yang aturannya dijamin secara total oleh negara. Adapun sistem negara yang mampu menerapkan syariat secara keseluruhan hanyalah sistem negara Islam. Maka hanya dengan penerapan aturan Islam secara keseluruhan, problematika dalam keluarga mampu dituntaskan.

Wallahu'alam bisshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post