Ibadah Haji, Tertunda Lagi



Oleh Mulyaningsih
(Pemerhati Masalah Anak, Remaja, dan Keluarga)

Pandemi masih saja hidup berdampingan dengan kita. Entah sampai kapan ia akan menjauh dan selamanya berada di tempat hidup yang seharusnya. Seluruh lini pontang-panting dibuatnya, sehingga tak ada penyelesaian secara pasti. Salah satu lini yang ikut terdampak adalah pada ranah ibadah umat muslim yang setiap tahun dilaksanakan. Ya, salah satu ibadah yang tercantum dalam 'Rukun Islam' yaitu ibadah haji. Namun, negeri ini kembali mengeluarkan kebijakan terkait dengan pemberangkatan jamaah haji. Indonesia kembali membatalkan keberangkatan para jamaah haji pada 2021. Di tahun sebelumnya, negeri ini pun memutuskan untuk meniadakan keberangkatan jamaah haji dengan dalih wabah Covid-19.

Kecewa berat dan sedih, tentulah mewarnai para jamaah haji. Mereka menelan pil pahit lagi di tahun ini dan harus bersabar kembali menunggu masa keberangkatan. Masyarakat pun mulai bertanya-tanya mengapa di tahun ini Indonesia tetap tidak memberangkatkan calon jamaah haji? Itulah pertanyaan yang mungkin terbersit dalam pikiran semua orang.

Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) RI menyampaikan bahwa ibadah haji 1442 Hijriah (2021) dibatalkan. Keputusan ini disampaikan Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas dalam konferensi pers yang disiarkan secara daring pada Kamis (3/6/2021). Alasan keputusan ada beberapa faktor.

Pertama adalah faktor kesehatan, keselamatan, dan keamanan jamaah haji yang terancam akibat pandemi Covid-19. Kedua, kerajaan Arab Saudi belum mengundang pemerintah Indonesia untuk membahas dan menandatangani nota kesepahaman persiapan penyelenggaraan ibadah haji pada 2021. Ketiga, akses layanan penyelenggaraan ibadah haji belum dibuka. Keempat, kementerian telah melakukan sharing dan diskusi terkait keputusan ini dengan berbagai pihak (DPR RI Komisi VIII, ulama dan pemimpin ormas, serta biro perjalanan). (kompas.com, 04/06/2021)

Alasan-alasan tersebut di atas yang akhirnya melahirkan keputusan bersama untuk meniadakan ibadah haji tahun ini. Walaupun alasan sudah disosialisasikan, namun masyarakat merasa tidak puas terhadap jawaban dari pemerintah. Melihat alasan pertama saja masyarakat menjadi kebingungan. Pasalnya, di satu sisi kebijakan yang ada menekan untuk tidak keluar dari negeri ini agar tidak tertular wabah ini. Namun, sisi itu amat berkebalikan. Sebut saja para WNA yang dengan bebas melenggang masuk ke negeri ini tanpa adanya pelarangan karena bahaya wabah yang masih mengintai. Hal ini amat bertentangan dengan kebijakan untuk  memutus rantai Covid-19.

Atau terkait dengan alasan bahwa pihak Arab Saudi belum memutuskan kuota untuk negeri ini. Ini yang menambah rasa ketidakpuasan pada masyarakat terkait dengan alasan pembatalan ibadah haji tadi. Lagi-lagi kecewa berat yang dialami masyarakat. Seharusnya pemerintah mampu menyiapkan segalanya, karena ibadah haji ini  secara rutin ada, bahkan waktunya juga telah jelas.

Karut marut yang terjadi pada masalah persiapan dan yang berkaitan dengan ibadah haji ini sungguh mengiris hati umat muslim. Dengan susah payah mereka membuang, selembar demi selembar dikumpulkan dan akhirnya tercukupi untuk pergi ke Baitullah, menunaikan salah satu rukun Islam. Namun, semua itu kandas. Kini beredar spekulasi terkait dengan pembatalan haji yang semata karena utang.
Beredar di media sosial bahwa Indonesia memiliki tagihan haji yang belum dibayarkan. Melihat ini semua, pihak Kemenag menegaskan bahwa Indonesia tidak memiliki utang, sehingga uang calon jamaah haji aman. Pihaknya tidak keberatan jika para jamaah ingin mengambil kembali dana haji yang sudah disetorkan ke pemerintah.

Pembatalan haji ini menuai sikap keras pada umat. Itu semua terjadi bukan hanya karena alasan yang tak bisa diterima atau tidak memuaskan akal semata. Namun, mereka melihat lebih luas dari perkara itu bahwa kebijakan yang ada bak tarik ulur yang kemudian membingungkan masyarakat. Berikut juga dengan penerapannya yang belum baik, akhirnya publik mempunyai pandangan tersendiri terkait kebijakan yang ada. Mereka kurang percaya terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Senada dengan pikiran publik, Wakil Ketua Umum Persatuan Islam (Persis) Ustaz Jeje Zainuddin, menilai bahwa ketidakpercayaan publik terkait dana haji disebabkan oleh lemahnya kepercayaan publik kepada kinerja pemerintah sekarang. Hal itu tampak jelas pada maraknya kasus penyelewengan uang masyarakat dan korupsi merajalela. Sehingga memunculkan krisis kepercayaan publik meningkat terhadap pengelolaan keuangan rakyat.

Ditambah dengan adanya hoaks terkait dengan penggunaan dana haji yang tidak direspon cepat oleh pemerintah serta kurang mendapat penjelasan dari BPKH. Yang terjadi adalah masyarakat terlanjur percaya terhadap anggapan tersebut sebagai suatu kebenaran. (ihram.co.id, 7/6/2021)

Menurut Nida Sa'adah (pengamat ekonomi syariah), pembatalan haji ini akan berdampak pada dua aspek. Dua aspek tersebut adalah terkait dengan dana (semakin menumpuk dana haji umat) dan dari sisi antrean yang semakin mengular. Sebagai contoh di provinsi Kalimantan Selatan. Antrean calon jemaah haji pada provinsi tersebut selama 34 tahun.

Dilansir dari media fin.co.id (05/04/2021) Menteri Yaqut sendiri mengatakan bahwa penyebab terjadinya antrean panjang keberangkatan jamaah haji karena adanya praktik dana talangan. Maksudnya orang yang belum memiliki biaya cukup bisa mendapatkan nomor kursi haji karena ada pihak yang memberikan dana talangan.

Menjadi gamblang dan jelas bahwa pembatalan keberangkatan haji dari pondasi negara yang menganut paham  sekuler. Mereka melihat dari ranah atau sisi ekonomi saja. Tidak melihat pada ranah penguasa dalam hal ini adalah bagian dari sisi pelayanan. Artinya penguasa dalam hal ini memfasilitasi penuh dan memberikan support kepada warganya untuk melaksanakan ibadah.

Dalam sistem sekuler, agama hanya dijadikan sebagai sisi penguat ekonomi saja dan tidak pada dasar atau pondasi utama untuk melaksanakan Rida pemerintahan. Inilah yang kemudian dalam segala hal tidak melirik pada ranah agama. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis:
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR Bukhari).

Dari hadis tersebut kita bisa melihat secara jelas bagaimana kewajiban yang harus dijalankan oleh pemimpin. Tugasnya pemimpin adalah untuk mengurusi seluruh kebutuhan umat. Dalam Islam, Khalifah sebagai pemimpin kaum muslim. Maka ia yang bertanggung jawab penuh atas segala sesuatu yang menjadi kebutuhan umat. Termasuk di dalamnya terkait dengan ibadah.

Ia akan membuat prosedur yang jelas dan tegas terkait hal tersebut dan akan menciptakan sebuah sistem yang dapat menjaga keimanan dari seluruh masyarakat. Selalu berupaya untuk menaikkan kadar keimanan masyarakat, salah satunya dengan memfasilitasi untuk menunaikan ibadah haji. Tentulah yang diharapkan adalah kekhusuan serta ketakwaan yang meninggi ketika melakukan ibadah tadi.

Pengurusan haji termasuk pemberangkatannya adalah menjadi tanggung jawab khalifah. Maka khalifah nanti akan membentuk panitia, berikut dengan departemen yang menanganinya agar mampu dikontrol. Disertai dengan pendataan yang benar dan pasti. Salah satunya terkait dengan sudah atau belum ya melakukan ibadah haji. Dari sana akhirnya bisa memprioritaskan masyarakat yang belum pernah melakukan ibadah haji.

Khalifah juga berkewajiban untuk menyediakan sarana dan prasarana mempuni agar jalannya ibadah khusyu dan syahdu. Dari alat transportasi, penginapan, makan dan minum jamaah serta yang lainnya.

Inilah yang harus dilakukan Khalifah agar masyarakat bisa beribadah dengan khusu. Sesungguhnya persoalan pengurusan haji ini termasuk kewajiban negara, dalam hal ini adalah pemimpin. Ketika negara bercorak sekuler kapitalis, maka yang terjadi adalah penyalahgunaan serta penyimpangan yang terjadi. Kembalikan segala urusan menggunakan hukum buatan dari Sang Pencipta, Allah Swt.

Semoga masa itu akan segera kembali dan terwujud. Aamiin. Sehingga melaksanakan ibadah haji mampu dilakukan, tak tertunda lagi.
Wallahu 'alam. 

Post a Comment

Previous Post Next Post