Defisit Anggaran Negara, Rakyat Tercekik



Oleh : Halida 
Aktivis muslimah peduli umat

 Dimana pemerintah berencana menetapkan perluasan objek pajak bukan hanya bangunan, tanah, kendaraan yang dikenakan pajak, bahkan termasuk penjualan sembako, jasa pendidikan, dan kesehatan dimana ibu yang kondisi hamil bahkan dikenakan pajak, astaghfirullah!!!!

Akhirnya menuai kecaman dari berbagai pihak. Apalagi pada saat yang sama beredar pula berita rencana menaikkan PPN hingga 12% dan justru mengobral pajak pembelian mobil hingga 0%.

Masyarakat di kalangan grassroot hingga pengamat menilai kebijakan ini sangat zalim. Pimpinan organisasi-organisasi kemasyarakatan seperti YLKI, KSPI, Asosiasi Petani Tebu, Ikatan Pedagang Pasar, dan sebagainya sontak bersuara menyampaikan penolakan.

Untuk mengedukasi masyarakat sekaligus meluruskan info-info yang beredar soal rencana ini, Pemerintah melalui Ditjen Pajak sampai mengirimkan surel khusus kepada 13 juta wajib pajak. Salah satunya dengan menyiapkan Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang berisi perubahan sistem perpajakan, termasuk mengatur ulang tarif PPN.

Bahwa kebijakan ini dibuat demi memenuhi rasa keadilan masyarakat. Mengingat kebijakan yang sudah ada dipandang tidak tepat sasaran, dan demi keadilan katanya.
Dalam pandangan Ditjen Pajak, itu semua menunjukkan kebijakan hari ini tidak tepat sasaran. Orang yang mampu bayar justru tak membayar pajak karena mengonsumsi barang atau jasa yang tidak dikenai PPN.

Dimana pemerintah berusaha meyakinkan bahwa kebijakan ini tak menyasar masyarakat luas dan seakan fokus pada kelompok kaya saja, benar kah???? argumentasi yang disampaikan ini tetap saja tampak mengada-ada.

Pemerintah malah terus kreatif menciptakan varian baru pajak untuk memeras hak milik rakyat hingga tetes terakhir keringat mereka.

Bayangkan, Pemerintah akan mengubah tarif PPN dari 10% menjadi 12%. Lalu di saat sama juga akan mengatur kebijakan PPN multitarif mulai dari 5% hingga 25% untuk barang dan jasa tertentu.

Maka, wajar jika rakyat bertanya-tanya, sebenarnya kebijakan pajak ini adil buat siapa? Jangan-jangan pekerjaan pemerintah memang cuma berpikir tentang apalagi yang bisa diperas dari rakyatnya? Dan yang paling mudah ternyata adalah pajak!
Merupakan dana segar yang diperoleh pemerintah kepada rakyat.

Bukankah faktanya selama ini telah banyak jenis pajak yang diwajibkan atas rakyat?
Pemerintah berdalih harus terus meningkatkan pendapatan negara demi membiayai pembangunan. Dari waktu ke waktu jumlah utang pemerintah kian tak bisa dikendalikan. Per April 2021 saja Kementerian Keuangan mencatat jumlahnya sudah mencapai Rp6.527,29 triliun.

Pemerintah sendiri berdalih situasi pandemi membuat beban APBN bertambah berat. Inilah yang mendorong pemerintah mencari cara mudah untuk menambal kebutuhan. Tak lain dan tak bukan, adalah dengan menggenjot penerimaan pajak yang memang belum mencapai target.

Sebelumnya, Pemerintah sendiri telah menetapkan target penerimaan APBN dari pajak sepanjang tahun ini sebesar Rp1.229,6 triliun. Namun Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan pajak pada April 2021 baru sebesar Rp374,9 triliun atau 30,5 persen.

Sesungguhnya yang menjadi akar Masalah adalah sistem ekonomi kapitalisme neoliberal yang dianut negara, pajak memang merupakan sumber pendapatan utama APBN di samping pendapatan nonpajak. Bahkan, porsi penerimaan dari pajak biasanya ditarget jauh lebih tinggi dibanding penerimaan negara dari nonpajak.

Itulah kenapa, di negeri ini berbagai hal niscaya dijadikan objek pajak. Mulai dari penghasilan, penjualan, pertambahan nilai, bumi dan bangunan, kendaraan, parkir, bea balik nama, penerangan jalan umum, transaksi elektronik, dan lain-lain.

Mereka buat sebuah narasi bahwa membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi juga merupakan hak setiap warga negara untuk ikut berpartisipasi dalam pembiayaan pembangunan negara. 

Bagaimana dalam pandangan Islam, pajak memang dibolehkan tetapi tidak dalam setiap keadaan, melainkan hanya sementara tidak  berkepanjangan, dan pajak diambil dalam kondisi kas negara kosong. Itu pun hanya dipungut pada warga negara yang kaya saja.

Dalam sistem keuangan Islam, pajak pun bukan dihitung sebagai sumber pendapatan utama penerimaan APBN atau baitulmal. 

Dalam ketetapan syariat, sumber-sumber penerimaan negara cukup banyak. Yakni dari sumber kepemilikan individu, seperti hibah, sedekah, atau zakat. Meski untuk zakat ada ketetapan khusus untuk pengelolaannya.

Juga dari kepemilikan umum berupa sumber-sumber tambang yang tak terbatas, migas, hutan, dan lain-lain. Dan bagi Indonesia potensi ini jelas jumlahnya fantastis, sayangnya salah pengelolaan akibat dari sistem kapitalisme dalam jenis kepemilikan.

Berikutnya adalah kepemilikan negara seperti dari jizyah, kharaj, usyur, fai, ganimah, dan lain-lain. Jika semua sumber penerimaan ini bisa dihimpun, potensinya akan luar biasa besar.

Dari sumber-sumber yang banyak inilah sejatinya negara akan punya modal besar untuk menyejahterakan rakyatnya. Sehingga tak perlu terjerumus dalam utang riba yang menjerat, apalagi mencekik rakyat dengan pemungutan pajak.

Sesungguhnya tidak mudah mengubah keadaan hari ini, karena Mengingat sistem yang tegak sekarang bukanlah sistem Islam.

Adapun perubahan sistem yang dimaksud adalah dengan mencampakkan sistem kapitalisme neoliberal yang menghalangi negara mendapatkan sumber-sumber modal untuk menyejahterakan rakyat dan berusaha menghadirkan sistem politik yang akan menerapkan sistem ekonomi dan keuangan Islam, yakni sistem politik Islam.
Dimana  melihat kondisi saat sekarang ini maka sangat penting melakukan dakwah dengan Islam kaffah  Agar umat memahami bahwa hanya Islam yang mereka butuhkan. Karena Islam ternyata mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk bagaimana negara mewujudkan kesejahteraan rakyat, di antaranya melalui sistem ekonomi dan keuangan Islam.

Bahwa Allah swt telah mengingatkan kita dalam Al-Qur'an; Allah berfirman,
ÙŠٰٓاَÙŠُّÙ‡َا الَّØ°ِÙŠْÙ†َ اٰÙ…َÙ†ُوا اسْتَجِÙŠْبُÙˆْا Ù„ِÙ„ّٰÙ‡ِ ÙˆَÙ„ِلرَّسُÙˆْÙ„ِ اِØ°َا دَعَاكُÙ…ْ Ù„ِÙ…َا ÙŠُØ­ْÙŠِÙŠْÙƒُÙ…ْۚ ÙˆَاعْÙ„َÙ…ُÙˆْٓا اَÙ†َّ اللّٰÙ‡َ ÙŠَØ­ُÙˆْÙ„ُ بَÙŠْÙ†َ الْÙ…َرْØ¡ِ ÙˆَÙ‚َÙ„ْبِÙ‡ٖ ÙˆَاَÙ†َّÙ‡ٗٓ اِÙ„َÙŠْÙ‡ِ تُØ­ْØ´َرُÙˆْÙ†َ‎
“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul, apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan” (QS : Al-anfal 24)

Jadi jelas sekali bahwa sejatinya, pajak adalah merupakan bentuk kezdoliman yang dilembagakan didalam sistem kapitalisme sekulerisme ini.

Maka tampak jelas butuh adanya suatu perubahan yang bersifat mendasar bersumber dari sistem yang ditegakkan yaitu Islam (khilafah), dan butuh perjuangan serius berdasarkan kesadaran.
Wallahu'alam bis showwab

Post a Comment

Previous Post Next Post