Atasi Kabel Kok, Investor Diajak!

Oleh : Nurul Ul Husna Nasution
Mahasiswi UMN Al-Washliyah

Diutip dari IDN Times, Kepala Dinas Perumahan dan Pemukiman Kota Medan, Benny Iskandar mengatakan Pemerintah Kota Medan (Pemko Medan) akan siap berkolaborasi dengan investor guna membuat ducting. Itu menjadi salah satu solusi dari keluhan warga karena semrawutan kabel. Hal ini dilakukan guna mewujudkan infrastruktur Kota Medan yang lebih bagus, serta menjadi salah satu visi misi Wali Kota Medan, Muhammad Bobby Afif Nasution dan Wakil Wali kota Medan, Aulia Rachman (27/5/2021).

Dalam bernegara wajib mewujudkan infrastruktur yang layak. Tentu, hal ini bukan suatu yang gampang untuk diserahkan kepada pihak investor. Hanya karena tidak adanya pengeluaran anggaran, bukan berarti percaya dengan imingan butiran. Bukankah kita negeri yang kaya? Lantas untuk mengatasi kabel saja harus mengandalkan investor, ataukah kita 'terlalu miskin' sehingga tidak punya dana sendiri? atau 'terlalu bodoh' (tidak punya SDM yang berkompeten) dalam hal ini?

Beginilah nasib negeri bila dicengkeram kuat oleh sistem kapitalisme-sekulerisme. Tak mampu leluasa membuat kebijakan mandiri. Harus selalu menggandeng para kapitalis (koorporasi) dalam menentukan gerak negeri. Walhasil, ketika terjalin kerjasama pasti akan menimbulkan kebijakan-kebijakan 'pesanan' yang tidak pro terhadap masyarakat, melainkan pro terhadap para investor. Karena memang dari sistem kapitalisme itu sendiri berorientasi hanya kepada keuntungan materi bagi individu/golongannya saja.

Inilah cara kerja sistem ekonomi kapitalisme, oleh korporasi, dari korporasi, dan untuk korporasi. Rakyat? Hanya dimaknai faktor produksi dan konsumen yang berposisi lemah alias terjajah. Miris melihat negeri yang berlimpah kekayaan malah tidak bisa mengelola perekonomiannya dengan mandiri. Semua ini akibat keterlibatan asing dalam pembiayaan pembangunannya yang dimuluskan sejumlah regulasi. Akhirnya, dalam pembiayaan pembangunannya harus mengemis utang dan investasi yang sebenarnya sedang menjauhkan rakyat dari kata sejahtera.

Sudah seharusnya kita kembali pada solusi yang haqiqi yaitu Islam Kaffah. Dengan kesempurnaannya, Islam sudah memberikan solusi secara gamblang terkait pendanaan infrastruktur.

Pertama, Islam mengajarkan bahwa sumber utama APBN negara bukanlah pajak dan utang, melainkan fai’ dan kharaj, kepemilikan umum, dan sedekah. Maka, jika ada kebutuhan pendanaan terhadap sebuah proyek, Khalifah akan mengkaji status proyek tersebut, apakah proyek tersebut urgen dilakukan atau tidak, serta indikator urgen atau tidaknya disandarkan pada kemudaratan umat.

Kedua, apabila kas negara tidak cukup mendanai proyek yang dianggap tidak vital, bisa ditangguhkan pengerjaannya. Tidak dipaksakan dengan mencari investor /berutang seperti kondisi saat ini. Pemerintah akan lakukan pemungutan dharibah/pajak temporer kepada orang kaya. Tidak diizinkan sama sekali pemerintah mengundang investor karena bisa menyebabkan dharar pada kas negara. Pajak dalam Islam berbeda dengan pajak dalam sistem kapitalisme. Selain negara tak menjadikan pajak sebagai sumber pendanaan, juga sifatnya yang temporer alias insidental.

Dari sini saja, kas negara akan relatif stabil dan tidak mudah defisit. Jadi, suatu keniscayaan pendanaan proyek bersumber dari kas negara (Baitulmal) dengan tidak diperbolehkan swasta ataupun asing menguasai SDA. 

Maka dari itu, negara sangat dibutuhkan kehadirannya secara langsung dalam mengelola urusan perekonomian rakyat. Negara tidak boleh hanya menjadi regulator saja.

Dengan demikian negara akan menjadi kuat, maju, dan mandiri bukan dengan membuka lebar-lebar masuknya investasi asing melainkan dengan menerapkan aturan Islam secara kaffah.

Post a Comment

Previous Post Next Post