Pemberdayaan Perempuan dalam Islam


By: Siti Sofiah 
(Ibu Rumah Tangga)

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak (PPPA), Bintang Puspayoga mengatakan : "Ekonomi merupakan langkah dasar untuk pemberdayaan diri perempuan, selain itu menurutnya, dengan memikiki pendapatan, perempuan dapat membebaskan diri dari ketergantungan, termasuk meminimalisir kekerasan terhadap perempuan dan anak. Peran perempuan dapat memperkuat ekonomi dan memastikan kesetaraan serta kemajuan bangsa" . (KOMPAS.com, 25/3/2021 ).

Dengan membaca pernyataan di atas, hal itu memunculkan wacana bahwa wanita yang berdaya (bermanfaat) adalah wanita yang bisa menghasilkan uang.

Jelas, pandangan ini keliru.  Pandangan seperti ini berasal dari pandangan Barat, di mana asal sejarahnya kaum perempuan di Eropa pada masa kegelapan merasa tertindas, akhirnya memunculkan gerakan kesetaraan gender bahwa wanita harus sama dengan laki-laki. Laki-laki bekerja wanita juga harus bekerja.

Jelas ini adalah pandangan yang berdiri atas landasan sekulerisme yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Kapitalisme mengajak perempuan berlomba-lomba keluar rumah untuk bekerja, bersaing dengan laki-laki . Pada akhirnya, perempuan terjebak dalam peran ganda, sudah hamil, melahirkan, menyusui, bekerja pula.

Apakah fakta di atas dibenarkan dalam Islam?

Fakta yang terjadi di atas, sebenarnya bukanlah solusi dalam meminimalisir kekerasan pada perempuan, dan memperkuat ekonomi bangsa. Jika hal ini dibiarkan, malah akan menimbulkan masalah baru. Dengan keluarnya perempuan untuk bekerja, banyak perempuan yang lalai, suami tidak terurus, anak - anak tidak diperhatikan dengan baik karena sang ibu sibuk bekerja, belum lagi dampak yang terjadi di tempat kerja, kekerasan, pelecehan seksual semakin meningkat. Meskipun berbagai aturan dibuat untuk mencegahnya, tetapi fakta perempuan mengalami diskriminasi dan pelecehan masih ada.

Berbicara tentang pemberdayaan perempuan saat ini sudah terpengaruh dengan cara pandang tertentu, yakni pandangan Barat. Kalau kita ambil dari sudut pandang Islam, pemberdayaan perempuan bukan diukur dari hasil perolehan materi semata. Perempuan berdaya menurut Barat adalah mereka yang punya income.

Perempuan di dalam Islam sudah terangkat harkat dan martabatnya bahkan sejak 14 abad yang lalu, awal Rasul diutus di Mekah.

Saat itu Nabi Saw, membawa syariat menghapus kebiasaan mengubur anak perempuan, kaum lelaki agar menghormati dan memuliakan perempuan, para suami agar memperlakukan para istrinya dengan baik, dll.

Akan tetapi, saat ini perempuan merasa tak berdaya, terkekang dan tertindas, ini bukan karena asumsi perempuan yang menjadi kaum subordinat, melainkan karena sistem kapitalisme yang diterapkan, yang tidak bisa memberikan kesejahteraan. Allah SWT berfirman dalam QS. Thaha ayat 124
ومن أعرض عن ذكري فان له معيشت ضنكا
"Barang siapa yang berpaling dari peringatan- Ku, maka sungguh dia akan mengalami kehidupan yang sempit".

Oleh karena itu, pemberdayaan perempuan bukan untuk menguatkan ekonomi saat ini, justru sebaliknya ketahanan keluarga semakin rapuh manakala kaum ibu berubah orientasi hidupnya hanya menjadi "mesin kapitalisme".

Pemberdayaan ibu yang sesuai fitrah ialah ia senantiasa mendidik dan mendampingi generasi Islam dan senantiasa berkhidmat kepada suami.

Hanya dengan menerapkan aturan Allah secara sempurna yang dapat mengembalikan peran laki-laki dan perempuan, sehingga keharmonisan peran dapat berjalan dengan baik, sangat mungkin akan terlahir kembali generasi hebat seperti Muhamad Al-Fatih, generasi cerdas seperti ibunda Aisyah Ra.  Wallahua'lam bish showwab

Post a Comment

Previous Post Next Post