Waspadai Moderasi Islam Lewat Doa


Oleh Neneng Sriwidianti
Pengasuh Majelis Taklim dan Member AMK

Publik kembali dikejutkan oleh pernyataan Menag yang kontroversial. Yaqut Cholil Qoumas, menginginkan agar doa pembuka pada setiap kegiatan di lingkungan  Kemenag tak hanya dilakukan secara Islami, tapi juga dilakukan semua agama lain yang diakui di Indonesia. Pro dan kontra pun merebak di tengah-tengah masyarakat.

"Pagi hari ini saya senang rakernas dimulai dengan pembacaan ayat suci Al-Qur'an ini memberikan pencerahan sekaligus penyegaran untuk kita semua, tapi akan lebih indah lagi jika doanya semua agama diberikan kesempatan untuk memulai doa," kata Yaqut saat memberikan sambutan dalam rapat kerja nasional (rakernas) Kemenag 2021. (detiknews.com, 5/4/2021)

Masih dari sumber yang sama. Pernyataan Menag ini, disambut baik oleh Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (Jakatarub) yang menilai pernyataan Menteri Agama (Menag) tentang doa pembuka kegiatan di Kementerian Agama merupakan satu kebaikan. 

"Saya kira dalam situasi yang sekarang ini pernyataan Menag seperti itu, suatu kemajuan yang sangat signifikan karena diakui atau tidak, banyak sekali praktek diskriminasi terhadap agama di luar Islam selama ini," ujar koordinator sekaligus pendiri Jakatarub, Wawan Gunawan.

Pengamat Sosial, Ekonomi, dan Keagamaan, Anwar Abbas mengkritik rencana Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang meminta jajarannya di Kementerian Agama memberikan kesempatan doa versi agama selain Islam dibacakan dalam kegiatan interval. Anwar menilai implementasi dari kaidah-kaidah toleransi di Indonesia tak seperti yang diajarkan oleh menteri agama. Ia juga menilai persatuan dan kesatuan tidak harus diwujudkan dengan menampilkan atau mensinkretikan (memadukan) ajaran agama-agama yang ada. (ccnindonesia.com, 6/4/2021)

Bukhari Yusup, Anggota Komisi VIII DPR RI angkat bicara terkait pernyataan Menteri Agama ini. Bukhari mengakui tak memahami logika hukum yang dipakai Menag. Dia berpendapat ritual doa adalah praktik keagamaan yang memiliki keyakinan dan aturan masing-masing. Sehingga, apabila praktik ritual tersebut dicampuradukkan dengan keyakinan lain atas dasar logika toleransi yang keliru, maka akan menyalahi ajaran yang telah termaktub dalam masing-masing agama.

"Apa salahnya jika dalam komunitas keagamaan majemuk, kemudian pemeluk agama mayoritas yang memimpin doa?" ujarnya. (Sindonews.com, 6/4/2021)

Apa yang disampaikan oleh Anwas Abbas dan Bukhari Yusup benar adanya. Menag berusaha menggiring masyarakat ke dalam paham pluralisme (semua agama benar) termasuk sinkretisme, yang jelas-jelas hukumnya haram untuk diadopsi. Yaqut juga menyebutkan bahwa Kemenag dapat menjadi moderasi beragama bagi seluruh masyarakat Indonesia. Doa bersama semua agama dijadikan jalan masuk untuk mengaruskan moderasi. Sistem kapitalisme demokrasi yang diterapkan saat ini, terus berusaha untuk melemahkan dan memalingkan umat dari agama Islam yang benar. Naudzubillah!

Satu-satunya agama yang benar, diridai, dan diterima oleh Allah Swt. adalah Islam. Adapun  agama-agama lain, selain Islam tidak akan diterima. Setelah diutusnya Rasulullah saw., maka orang Yahudi, Nasrani, dan yang lainnya wajib masuk ke dalam Islam, mengikuti Rasulullah saw.

"Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam ..." (TQS. Ali-Imran [3]: 19)

Saat ini, kaum muslimin harus mewaspadai terhadap narasi-narasi sesat, yang mengatakan bahwa semua agama adalah benar, kebersamaan antar agama, toleransi antar umat beragama, Islam nusantara, dan lain sebagainya. Semua narasi tersebut bertujuan untuk menyesatkan umat, mendangkalkan pemahaman terhadap agama yang hak, serta berupaya menghadang kebangkitan Islam yang hakiki yaitu penerapan aturan Islam secara kafah oleh negara. Padahal, sampai kapan pun kebenaran dan kebatilan tidak mungkin bisa sejalan

"Dan janganlah kamu campuradukkan  kebenaran dengan kebatilan dan janganlah kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya." (TQS. al-Baqarah [2] : 42)

Fakta juga membuktikan, selama hampir 14 abad umat Islam hidup damai dengan penganut agama lain. Mereka (nonmuslim) yang menjadi warga negara tunduk terhadap Islam karena keadilan dan keamanan yang mereka dapatkan dari negara.

Ketika daulah berdiri pertama kali di Madinah, saat Rasulullah saw. bertindak sebagai kepala pemerintahan waktu itu, penduduknya pun  majemuk. Di sana ada umat Islam, umat kristiani, Yahudi, dan lain-lain. Seperti itu pula dengan kehidupan pada era kekhilafahan setelahnya. Islam begitu brilian dalam mengatur masyarakat yang heterogen.

Oleh karena itu, upaya yang harus segera dilakukan adalah mengganti sistem yang rusak hari ini agar gejolak mengenai keragaman dan sejenisnya segera dihilangkan. Penerapan Islam kafah dalam bingkai khilafah adalah solusinya. Agar umat bisa menjalankan akidahnya dengan tenang.

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post