SOLUSIKAH PPKM MIKRO TUNTAS TANGANI CORONA?


Nurul Ul Husna Nasution
Mahasiswi umn Al-Washliyah Medan

Pemerintah menilai Provinsi Sumatra Utara (Sumut) berhasil menjalankan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mikro. Dilihat dari indikator penambahan kasus positif, sembuh dan meninggal mingguan, Sumut menunjukkan perkembangan yang baik (iNews.id).
Seiring berjalannya waktu dengan munculnya virus varian baru yakni, B117. Hal ini menunjukkan keadaan belum membaik. Di Sumut sendiri, perkembangan kasus Covid-19 masih fluktuatif, sebelum penerapan PPKM mikro tercatat lebih dari 100 kasus dalam sehari. Kemudian dari 13-19 Maret tercatat rata-rata perhari pada periode tersebut 88 kasus positif. Sedangkan untuk kesembuhan rata-rata perhari 54 orang dan kematian 2 orang perhari. “Yang biasa kita sampai 140, 160, minggu lalu turun menjadi 90, 80 dan sekarang kepala 50,” kata Edy Rahmayadi di Medan (22/3). Berdasarkan data dari Satgas Penanganan covid-19 sebanyak 53, sehingga kasus Covid-19 positif mencapai 26.545.
Semoga saja benar. Hanya saja, dengan masuknya virus Covid 19 varian baru ini justru menunjukkan badai belum mereda dan masih membutuhkan penanganan yang tepat. Apalagi, bukan hal yang asing, kalau angka dan data yang ada berbeda dengan kenyataan. Sehingga jelas tak bisa disimpulkan begitu saja dengan adanya penurunan angka.
Maka PPKM mikro merupakan solusi tanggung yang diterapkan oleh pemerintah. Sehingga yang diklaim efektif dan tekan corona sebenarnya tidak bisa menuntaskan wabah saat ini. Miris, dinilai gonta ganti istilah hingga pelimpahan tanggung jawab dari pusat ke daerah. Kelalaian ini telah memfasilitasi wabah masuk ke Indonesia melalui kasus impor dan berlanjut pada pandemi Covid-19 berkepanjangan. Akibatnya, masyarakat harus menanggung beban krisis ekonomi dan sosial yang luar biasa.
Inilah buah dari sistem kapitalisme, pemerintah hanya melihat permasalahan secara pragmatis dengan tidak mengambil langkah yang bersifat menuntaskan. Jika ada kepentingan saja pemerintah lebih memihak kepada para kapital dari pada keselamatan rakyatnya. Padahal kunci pemutus rantai penularan seharusnya di tuntaskan hingga ke akar-akarnya dengan penerapan system lockdown. Dikarenakan perbaikan secara kolektif dari dalam tak lepas dari pusaran penyebaran corona. 
Bila dicermati secara saksama, persoalan pandemi yang berlarut-larut ini bukan sekadar persoalan teknis dan saintifik. Lebih dari itu, merupakan persoalan yang bersifat paradigmatis ideologis, sistemis, buah pahit penerapan sistem kapitalisme, dan sistem politik demokrasi.
Oleh karena itu, sudah seharusnya pemerintah mengevaluasi berbagai kelalaiannya selama ini dan fokus membasmi pandemi, caranya dengan memutuskan rantai penularan melalui prinsip yang syar’i di mana kebenaran sains pun telah tunduk padanya.
Islam sendiri memiliki perhatian yang besar pada masalah kesehatan dan juga memberikan tuntunan mengenai upaya pemadaman wabah. Dalam beberapa Hadis, Rasulullah memberikan gambaran bagaimana penyebaran wabah wajib di putus rantai penularannya.
Rasulullah memerintahkan untuk memisahkan antara orang yang sehat dari yang sakit sebagaimana sabda beliau, “Janganlah unta yang sehat dicampur dengan unta yang sakit.” (HR Bukhari dan Muslim)
Mengenai karantina wilayah (system lockdown), telah masyhur hadis Rasulullah saw. Kala wilayah Syam dilanda wabah. Rasulullah saw. bersabda, “Maka, apabila kamu mendengar penyakit itu berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan pula kamu lari darinya.” (HR Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid).
Apa yang disebutkan dalam hadis-hadis Rasulullah di atas menjelaskan tentang beberapa upaya preventif yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya wabah penyakit termasuk penyebarannya. 
Pelayanan kesehatan berkualitas hanya bisa direalisasikan jika didukung dengan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai serta sumberdaya manusia yang profesional. Penyediaan semua itu menjadi tanggung jawab dan kewajiban negara (Khilafah) karena negara berkewajiban menjamin pemenuhan kebutuhan dasar berupa kesehatan dan pengobatan.
Namun penting dicatat, rezim berkuasa tidak akan pernah mampu menerapkan prinsip-prinsip sahih tersebut, kecuali bila ia hadir sebagai pelaksana syariat Islam secara kafah dalam bingkai Khilafah, khususnya dalam sistem ekonomi Islam, sistem politik Islam, dan sistem kesehatan Islam.

Artinya, kehadiran Negara sebagai pelaksana syariat kaffah dengan sistem politik Khilafah pada gilirannya akan menjadi model sekaligus pemimpin dunia, utamanya bagi sinkronisasi tindakan pemberantasan pandemi Covid-19 yang hari ini sangat dibutuhkan negeri ini dan dunia.
Wallaahua’lam Bishawab

Post a Comment

Previous Post Next Post