Menyambut Gairah Seni Pertunjukan

Pandemi telah mengubah kebiasaan manusia dari berbagai sektor, salah satunya dunia kesenian dan panggung hiburan. Semua seni pertunjukan ditutup karena larangan berkerumun (social distance) demi memotong rantai penyebaran Covid-19. Masyarakat, khususnya penikmat seni harus kehilangan pertunjukan seni sebagai media hiburan dan pelaku seni yang harus meratapi nasib kehilangan pekerjaan. Proses kreatif seniman terganggu, inspirasi terancam terhambat karena kurangnya ruang berkreasi dan berekspresi. Bukan hanya pelaku seni secara primer yang terdampak, di sisi lain banyak pekerja seni, kru panggung, penata musik dan cahaya, event organizer, dan lainnya yang mengalami nasib serupa. Kerugian akibat pembatalan pertunjukan dan pembatasan akses ruang dirasakan di semua sektor kesenian. Mulai dari pameran lukis dan patung, konser musik, stand up comedy, pentas teater, dan berbagai kesenian tradisi. Pertunjukan dalam jaringan (daring) tidak begitu membantu pelaku seni untuk bertahan hidup. Bantuan dari pemerintah juga sebatas formalitas empati kemanusiaan tanpa solusi mencarikan wadah berkreasi dan ruang berekspresi. Ketika memaksa seniman patuh dan tunduk kepada kebijakan, pemerintah juga harus memberikan timbal balik atas matinya seni pertunjukan. Bukan hanya pelaku seni, penikmat seni sebagai media hiburan juga harus terdampak kerugian akan akses pertunjukan seni yang terbatas. Selain berfokus kepada pemulihan ekonomi, dalam proses vaksinisasi Covid-19, pemerintah juga harus memperhatikan sektor lain yang rela berpuasa selama pandemi, khususnya seni pertunjukan. Kesehatan masyarakat memang yang utama, tapi pertunjukan seni juga jangan lantas ditinggalkan tanpa solusi. Seni itu stimulus bagi kehidupan masyarakat. Memperkaya kita dalam menjaga kewarasan. Arahmaiani menjelaskan bahwa seni adalah medium kreatif yang sangat fleksibel dan mampu merespons berbagai permasalahan dan situasi. Kesenian mampu menginspirasi dan menciptakan alternatif yang kreatif untuk memecahkan masalah. Harapan Pertengahan tahun 2020, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Kebudaayan sudah memberi bantuan kepada sekira 38 ribu seniman (masih sangat mungkin bertambah) yang penghasilannya tersendat akibat pandemi. Pemerintah daerah pun turun tangan memberikan wadah-wadah pertunjukan virtual untuk memberikan bantuan kepada pelaku seni daerah. Semasa Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (kemenparekraf) dijabat Wishnutama Kusubandio, anggaran pada 2021 ditetapkan sebesar Rp 4,907 triliun dalam rapat bersama Komisi Pariwisata DPR. Rencanaya dana tersebut akan dialokasikan ke dalam program percepatan pemulihan pariwisata, quality tourism, dan ekonomi kreatif. Selain itu juga untuk program digitalisasi dan kedaulatan digital. Seiring pergantian menteri baru, Sandiaga Salahudin Uno, anggaran Kemenparekraf dipotong sebesar Rp 342 miliar sebagai upaya pemerintah menangani pandemi Covid-19. Meski demikian, Sandiaga meyakini bahwa 2021 adalah tahun kebangkitan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Berbeda dengan strategi program kementerian sebelumnya, Sandiaga memilih untuk menerapkan strategi inovasi dengan pendekatan big data untuk memetakan potensi dan penguatan berbagai sektor pariwisata. Kemudian, melakukan perubahan terhadap destinasi super prioritas di masa pandemi. Selain itu juga penerapan standar yang ketat dan disiplin Cleanliness, Health, Safety, and Environmental Sustainability (CHSE) untuk setiap destinasi wisata sebagai bentuk adaptasi di masa pandemi. Terakhir adalah kolaborasi dengan semua pihak untuk memulihkan sektor pariwisata dan industri kreatif dengan membuka lapangan pekerjaan, termasuk sektor kesenian. Semua pekerja seni pertunjukan di tingkat nasional maupun tradisional dan semua even yang sifatnya rutin tahunan, kemungkinan akan bisa kembali digelar mulai bulan Juli mendatang. Langkah yang diambil kemenparekraf sebagai bentuk kepedulian terhadap nasib kesenian panggung diapresiasi tinggi oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pemerintah harus hadir dalam membangun kembali gairah kesenian panggung. Harapannya seni pertunjukan kembali menjadi media hiburan yang merakyat. Membangkitkan ekonomi sekitar dan menafkahi pelaku seni pertunjukan. Adaptasi kehidupan baru di masa pandemi tanpa harus menghilangkan interaksi dan komunikasi seni panggung, seniman dengan penonton. Pandemi Covid-19 adalah pelajaran nyata bagi pelaku seni pertunjukan untuk bertahan hidup, berkarya, dan berpikir tentang pertunjukan. Ajang pertunjukan virtual -mau tidak mau- harus dipelajari sebelum realita terbukanya panggung-panggung kesenian. Positifnya adalah pertunjukan virtual membuka mata dunia (internasional) tentang kemegahan beragamnya kesenian tradisi dan kontemporer di Indonesia. Kesenian Indonesia sangat unik untuk dikonsumsi sebagai media hiburan dan penelitian. Pemerintah harus tekun menyiasati eksistensi seni panggung agar tidak mati selama pandemi. Semoga bulan Juli 2021 menjadi keterbukaan pintu kesenian menuju panggung-panggung seperti sedia kala. Seni harus senantiasa memegang prinsip atraktif, interaktif, dan ekspresif yang tidak bisa maksimal dinikmati secara daring. Joko Yuliyanto Penggagas Komunitas Seniman NU. Penulis buku dan naskah drama. Aktif menulis opini di media daring dan luring. 0821 3885 2912

Post a Comment

Previous Post Next Post