LARANGAN MUDIK. WELCOME TO PARIWISATA!


Oleh : Visioner Peradaban

Seperti mimpi, setahun lebih sudah kita hidup bersama pandemi. Namun ternyata pandemi itu tak lekang pergi. Entah karena virus itu begitu ganas dan sulit diatasi atau pemimpinnya yang abai. Pemberitahuan larangan mudik tersebut sudah disampaikan. Keputusan larangan mudik itu ditetapkan dalam rapat koordinasi (Rakor) yang dihelat langsung oleh Menko PMK Muhadjir Effendy bersama sejumlah menteri dan lembaga negara pada tanggal 26 Maret 2021 lalu. 

Menyikapi intruksi pemerintah pusat terkait larangan Mudik lebaran di tahun 2021, Team Satagas Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 kota Ternate bakal perketat areal masuk dan keluar wilayah kota Ternate. Ketua Satgas Team Satgas Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 kota Ternate, Arif Gani ketika dihubungi Beritamalut.co melalui Telephone, Sabtu (3/4/2021) mengatakan, untuk Satgas Kota Ternate bakal mengamankan intruksi terkait larangan mudik tahun ini. (Beritamalut.co/18/04/ 2021) 

Disamping itu adanya larangan mudik yakni untuk mengoptimalkan program vaksinasi yang sudah dicanangkan pemerintah yang sedang berlangsung saat ini. Sayangnya kebijakan ini sangat kontradiksi dengan kebijakan pemerintah yang lain dimana pemerintah membuka peluang spot-spot pariwisata di tanah air. Pembukaan jalur pariwisata ini menurut pemerintah sebagai realisasi untuk menggenjot perekonomian negara yang sempat mandek dikarenakan wabah covid19 yang berlangsung selama setahun terakhir. Jika larangan mudik bertujuan untuk menghambat laju penularan Covid-19, pariwisata justru dibuka dengan alasan untuk memperlancar pertumbuhan ekonomi negeri. Dua kebijakan yang saling bertolak belakang, bukan? Kebijakan tersebut mendapat kritikan dari Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul. Ia merasa tidak heran dengan kebijakan ini. Adanya ketaksinkronan dalam pengambilan keputusan memperlihatkan kegagapan dalam menangani pandemi. (gelora.co, 27/3/21) (muslimah news id).

Kebijakan larangan mudik bukanlah yang pertama bagi masyarakat Indonesia melainkan ini sudah kali kedua. Alasan yang dilontarkan pemerintahpun sama, yakni untuk memutus mata rantai penularan covid19. Namun yang jadi pertanyaannya adalah “pandemi sudah berjalan setahun, tapi kebijakan pemerintah tak ada ujudnya dalam memutus mata rantai virus. Lalu ke manakah pemerintah selama ini?” 

Wabah corona masih terus menghantui, itu terbukti dengan adanya aktivitas yang masih serba online. Kampus-kampus besar belum bernyali membuka sistem belajar secara tatap muka. Di mana-mana himbauan protokol kesehatan berserakan pakai masker, cuci tangan dan jaga jarak. Ini membuktikan bahwa selama tahun 2019 awal masuknya virus corona19, hingga 2021 saat ini pemerintah terkesan tidak serius memberikan solusi tuntas permasalah wabah. Hal ini juga memperlihatkan nyawa masyarakat tak ada harganya.

Dilansir dari JAKARTA, KOMPAS.com, pada 20 Desember 2020, total pasien yang meninggal akibat Covid-19 sebanyak 3.087 orang dan dalam kurun waktu dua pekan saja bertambah menjadi 3.334 orang. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti, Minggu (3/1/2021). 

Dari data-data dan fakta diatas dengan gamblang bahwa pemerintah tidaklah memiliki pemikiran yang visioner dalam mengatasi pandemi. Ini baru pandemi, bagaimana dengan yang lainnya!?

Atmosfer demokrasi memang kejam. Selalu melihat peluang untuk menjadi ladang embatan. Tidak ada kebijakan yang memihak masyarakat sepenuhnya, pun jika ada pasti ada udang dibalik batu. Kebijakan yang memihak kepada masyarakat hanya terwujud dalam ajaran syariat islam tanpa membedakan status agama seseorang. Itulah adilnya islam!

Mari kita membuka sejarah kembali! sebagimana seorang khalifah Umar Bin Khattab ketika terjadi wabah dimasa kepemimpinannya. Amirul mukminin yang satu ini dengan sigap dan cepat seketika mengambil langkah untuk melokdown total wilayah yang terkena wabah. Orang yang di dalam wilayah tersebut tidak keluar dari wilayahnya dan orang yang dari luar wilayah tidak masuk ke dalam area lokdown, sehingga tidak terjadi penyebaran virus ke orang maupun wilayah-wilayah lain. Tidak hanya itu, khalifahpun mendistribusikan pasokan makanan, obat-obatan, pakaian dan lai-lain dari berbagai wilayah yang tidak terkena wabah. Khalifahpun memisahkan antara orang yang sakit dan yang sehat di dalam wilayah karantina. 

Pemimpin di dalam islam memahami betul tugasnya sebagai pelayan umat. Bukan meminta dilayani oleh umatnya halnya sistem kapitalisme dimana pemimpin adalah raja. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” [HR al-Bukhari].

Begitulah cerminan pemimpin didalam islam. Setiap kebijakannya adalah mensejahterakan rakyat. Bukan malah membuka jalur pariwisata dengan mengabaikan keselamatan rakyat bahkan menindas! Sehingga ketika musim mudikpun rakyat tidak merasa khawatir akan membawa bibit virus ke kampung halaman. Roda ekonomi di wilayah-wilayah lain tetap berjalan sebagaimana mestinya. Area yang terkena wabahpun dengan cepat akan membaik kembali dengan segala suplai dari negara untuk membasmi wabah. 

Saat ini yang diperlukan adalah pemimpin dengan kekokohan iman dan taat kepada syariat islam sehingga kebijakannya tidak akan melukai umat. Dengan iman pemimpin tersebut akan mempunyai rasa takut hanya kepada Allah swt. Bukan asing maupun aseng karna lilitan utang. Sebab, pemimpin yang taat syariat memahami konsekuensi segala perbuatannya akan dimintai pertanggung jawaban dari Allah swt. 
Walahu’alam bisyawab..

Post a Comment

Previous Post Next Post