IMPOR GARAM, SWASEMBADA GARAM HANYA ILUSI


Oleh : Katmiasih
(Pemerhati Sosial)

Lagi dan lagi target swasembada garam hanya sebatas wacana saja. Realitanya garam masih  terus diimpor. Pada tahun ini negara akan mengimpor  3,07 ton garam lebih besar dibanding dengan tahun sebelumnya (2020) yaitu 2,7 ton garam. 

Kebijakan tersebut telah disetujui oleh 3 (tiga) menteri yaitu Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, dan Menteri Perindustrian Agung  Gumiwang Kartasasmita. Mereka berdalih dengan impor bisa memenuhi kebutuhan garam industri. Perkiraan kebutuhan garam nasional tahun lalu berkisar 4,5 ton sedangkan produksi garam dalam negeri hanya berkisar 3,5 ton.

Dilansir dari media Kompas.com  Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengungkapkan alasan pemerintah membuka kembali impor garam sebanyak 3 juta ton pada tahun ini. Hal itu berkaitan dengan kuantitas dan kualitas garam lokal. 

Ia menjelaskan, pada dasarnya garam impor tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri. Menurut Mendag, kualitas garam lokal belum sesuai dengan yang dibutuhkan industri. "Garam itu kualitasnya berbeda. Di mana garam kita yang dikerjakan PT Garam dan petani rakyat ini belum bisa menyamai kualitas garam industri tersebut," ujar Lutfi dalam konferensi pers virtual, Jumat (19/3/2021).

Dimuat dari media tirto.id  Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kemenko Maritim dan Investasi Safri Burhanuddin menjelaskan angka impor ini dihitung berdasarkan produksi 2021 yang diperkirakan hanya berkisar 2,1 juta ton, sementara kebutuhan terus naik tiap tahunnya dan mencapai 4,67 juta ton. 

Bersamaan dengan itu, Safri juga memastikan target swasembada garam yang dicanangkan tahun 2022 batal tercapai. Pasalnya tren kenaikan impor ini masih akan berlanjut akibat lonjakan kebutuhan bahan baku seiring bertambahnya pabrik berbasis garam industri. “Ada kebutuhan yang tidak bisa dihindari. Saya ingin sampaikan, kalau kita berbicara garam industri kita tidak bisa swasembada. Sangat fluktuatif,” ucap Safri dalam diskusi virtual, Rabu (10/3/2021).

Berdasarkan fakta tersebut, impor garam tercatat mengalami kenaikan selama 5 tahun terakhir. Sebab, jika terwujud keseluruhannya, maka impor pada tahun 2021 menjadi impor garam terbesar dalam sejarah Indonesia. Menurut data UN Comtrade, impor garam terbesar Indonesia pernah tercapai pada tahun 2018 sebanyak 2,839 ton dan pada tahun 2011 sebanyak 2,839 ton.

Impian jadi negara swasembada garam pun ibarat jauh panggang dari api, sangat sulit terealisasi. Alasannya pun begitu klasik dengan menganggap bahwa garam lokal belum memenuhi kualitas standar industri.

Keputusan pemerintah mengimpor garam ini tidak lepas dari disahkannya UU Cipta Kerja yang menjadi payung hukum atas setiap regulasi terhadap semua kebijakan impor. Hal ini tentunya sangat berdampak buruk terhadap kondisi petambak garam yang kian terpuruk. Harga garam menjadi murah, garam tidak terserap di pasar, dan lahan tambak menjadi terbengkalai. Inikah cara mematikan petambak garam secara perlahan namun pasti?

Bukankah Indonesia merupakan  negara kepulauan dan termasuk memiliki garis pantai terpanjang kedua dunia? Mengapa tidak mampu memanfaatkan potensi alam yang besar ini? Mengapa yang ada hanya menjadi negara langganan impor garam setiap tahunnya? 

Adapun negara yang menjadi langganan Indonesia untuk impor garam yakni Australia, India, China, Selandia Baru, Jerman dan Denmark. Dan sangat mengejutkan ternyata Indonesia juga mengimpor garam dari Singapura. Negara yang memiliki luas daratan dan lautan yang kecil dibangding dengan Indonesia. Bahkan pada tahun 2011 Indonesia pernah mengimpor garam sebanyak 24.000 ton dari Singapura.

Padahal potensi yang dimiliki Indonesia sangat besar yakni luas lahan garam nasional sebesar 27.047,65 ha dengan jumlah petambak garam sebanyak 19.503 orang. Akan tetapi potensi yang sangat besar ini justru menghasilkan produksi yang tergolong masih kecil. Hal ini disebabkan karena semua lahan tidak dikelolah dengan optimal, tehnologi yang digunakan tradisional, dan masih bergantung pada kondisi cuaca.

Disamping itu juga, terjadi kisruh pada sektor distribusi dimana biaya transportasi yang cukup tinggi, rantai tata niaga yang cukup panjang, banyaknya distorsi pasar, adanya kartel serta penyerapan yang rendah. 

Kondisi ini tidak semata hanya karena masalah teknis saja tetapi adanya logika neoliberalisme. Pemerintah hanya sebagai regulator, operator, unit pelaksana teknis pemerintah dan otonomi daerah. Kehadiran pemerintah sebagai regulator nampak pada liberalisasi BUMN garam, sehingga pengaturan garam dikendalikan oleh korporasi.

Sehingga aturan tak lagi berpihak pada petambak garam tetapi akan berpihak pada kemaslahatan korporasi/oligarki. Korporaktokrasi pun tidak terhindarkan. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya investor yang ikut andil dalam penyerapan garam rakyat, impor terus menerus dan terlibat dalam penetapan harga eceran tertinggi (HET). Alhasil, membuat petambak garam terpuruk dan target swasembada garam hanya ilusi.


Perlu Sistem Islam dalam Tata Kelola Garam
Tata kelola garam dalam sistem Islam hadir dengan menerapkan prinsip yang berbasis syariat. Disamping itu juga ditopang dengan sistem ekonomi Islam, politik ekonomi Islam, sistem politik Islam ataupun politik pemerintahan Islam sehingga mampu mencapai peran pemerintah sebagai raa’in (pelayan) dan junnah (perisai) yang akan melindungi rakyat.

Sebagaimana hadist Rasulullah Sallallahu ‘alahi wasallam yang artinya : "Imam/Kholifah adalah pengurus dan ia bertanggungjawab terhadap rakyatnya." ( HR Muslim dan Ahmad ).

Negara hadir  melaksanakan prinsip  tata kelola yang benar. Adapaun tata cara kelola yaitu :
Pertama : Negara dan pemerintah bertanggungjawab atas perencanaan, produksi, distribusi dan konsumsi  tercapai hingga terealisasi pemenuhan hajat rakyat dan  keberlangsungan usaha petambak garam.
- Produksi: memaksimalkan potensi sumber daya alam, dengan mendukung para petambak memaksimalkan produksi melalui edukasi dan pelatihan, dukungan sarana produksi, serta infrastruktur penunjang, 

- Distribusi: menciptakan pasar yang sehat & kondusif dan menghilangkan penyebab distorsi pasar

- Konsumsi: negara menjamin penyediaan bahan makanan halal dan thayyib.

Kedua: institusi teknis yang menjadi perpanjangan tugas negara (BUMN) wajib mengedepankan fungsi pelayanan.

Ketiga: edukasi dan sanksi yang berefek jera kepada pelaku kejahatan pangan termasuk pelaku kartel.

Keempat: anggaran berbasis Baitulmal.


Kebijakan Impor dalam sistem Islam

Impor merupakan bagian dari aktivitas perdagangan luar negeri yang harus mengikuti hukum Islam serta mengedepankan kemaslahatan Islam dan kaum Muslimin. Dilakukan atau tidaknya impor tergantung pandangan negara. Bukan karena intervensi atau keterikatan pada perjanjian internasional. Ketika kebijakan impor diambil, harus memperhatikan status negara pengimpor dan status hukum barang.

Dengan demikian, persoalan dan kisruh garam hanya bisa selesai jika sistem di negeri ini dibenahi dan diubah menjadi sistem Islam melalui institusi Daulah Islamiyah yang menjaga persoalan rakyat termasuk persoalan garam.
Dengan penerapan syariat Islam secara kafah dalam setiap aspek kehidupan, maka keberkahan dan kesejahteraan umat insya Allah akan didapat. Sebagaimana firman Allah Subhana Wata’ala yang artinya : "Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul, apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan." (TQS Al Anfaal: 24).

 Wallahu’alam bisshowab

Post a Comment

Previous Post Next Post