AJANG BISNIS PROYEK INFRASTRUKTUR JALAN TOL


By : Bazlina Adani
Mahasiswi UMN Medan

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) berencana membangun Jalan Tol Medan-Berastagi. Jalan ini nantinya dilengkapi dengan Light Rail Transit (LRT) yang posisinya akan berada di tengah jalan tol. Dia mengatakan, pembangunan jalan tol tersebut membutuhkan persetujuan perizinan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan lantaran melintasi hutan lindung. Sementara itu, DPRD Sumut mendukung rencana pemerintah provinsi membangun jalan Tol Medan-Berastagi karena dinilai merupakan kebutuhan yang mendesak. (iNewsSumut.id, 10/04/2021)

Sudah diketahui bersama bahwa kawasan Berastagi merupakan kawasan wisata yang terbilang cukup banyak peminatnya. Tak heran bila diakhir pekan terjadi kemacetan sedemikian rupa. Namun tampaknya lagi-lagi pemerintah harus menggenjot pembangunan jalan tol dengan mendulang anggaran yang tidak sedikit. Dan sudah dipastikan sosok investor akan dibutuhkan untuk menyokong dana pembangunan infrastruktur tersebut. Bahkan diperkirakan dana yang dibutuhkan lebih dari 8 triliun (Bisnis.com)

Dilain sisi pembangunan jalan tol medan-berastagi ini perlu dikaji ulang lebih dalam lagi. Mengingat akan ada dampak-dampak yang harus menjadi fokus perhatian pemerintah, seperti lingkungan sekitar, hutan lindung yang nantinya direncakan akan dialih fungsikan, dan dampak bagi masyarakat sendiri, agar pembangunan jalan tol tersebut bukan hanya sebagai keinginan yang mendesak semata. Apalagi ingin memanjakan para pemilik modal. Walau pun pembangunan yang dicanangkan ini sudah dari jauh-jauh hari.

Jalan tol seharusnya memberi manfaat pada rakyat guna melangsungkan pemerataan ekonomi agar tercipta kesejahteraan serta kemakmuran. Namun, dalam sistem kapitalisme pembangunan infrastuktur lebih berpihak kepada kepentingan para pemilik modal, mereka ikut serta memegang kendali terhadap proyek tersebut. Ini terbukti dari mahalnya tarif tol yang dipatokkan oleh pemerintah.

Alhasil rakyat tak bisa menikmati sepenuhnya jalan tol tersebut secara gratis. Namun dengan tarif masuk tol yang mahal akan berimbas kepada pengguna mobil atau pun truk itu sendiri, maka betul-betul proyek ini hanya dijadikan sebagai ajang komersialisasi antara pemerintah dengan rakyat. Untuk menikmati akses jalan yang bagus, rakyat harus merogoh kocek yang tak sedikit. Jikalau pun terjadi perputaran ekonomi dari pembangunan jalan tol ini, maka yang merasakan dampaknya hanya kalangan kapitalis.

Kawasan hutan lindung yang dinilai akan menjadi alternatif jalur medan-berastagi sebelumnya mendapat penolakan dari PUPR. Kementerian PUPR berdalih, ada dua alasan pokok pembangunan jalan tol dan jalan layang Medan-Berastagi tidak dapat dilakukan. Pertama, luasnya hutan lindung yang dilalui. Pengurusan izinnya sangat rumit. Kedua, terdapat pipa tua yang mengalirkan cadangan kota Medan yang masih berfungsi.

Kendati demikian, jika pemerintah masih kekeh untuk melakukan pembangunan jalan tol Medan-Berastagi, mungkin ini kan cukup berefek pada kawasan hutan lindung yang akan membawa kerusakan bagi lingkungan. Pemerintah harus benar-benar mempertimbangkan setiap perizinan yang dikeluarkan. Jangan sampai demi memuluskan bisnis, tak mampu lagi melirik dampak negatif dari pengalihan fungsi hutan tersebut. Apalagi kebanyakan proyek strategis yang dibangun justru menjadi penyumbang terjadi bencana alam, terkhusus di wilayah Medan Sumatera Utara. Akibatnya rakyat juga yang paling merasakan dampak dari persoalan pemanfaat lahan hutan demi mewujudkan kepentingan para kapitalis. 

Sistem kapitalisme sekulerisme memang meniscayakan adanya kebijakan tata kelola infrastruktur yang lebih mengarusutamakan kepentingan para pemodal dari pada kepentingan rakyat. Pasalnya sistem ini hanya mengedepankan asas manfaat semata yang akan menciptakan peluang bisnis sebesar-besarnya. Hajat rakyat tak dipenuhi sebab terbelenggu oleh kepentingan para kapitalis yang dapat membuahkan keuntungan bagi segelintir elit saja. Rakyat dijadikan sebagai konsumen yang menjalankan praktik bisnis penguasa dan pengusaha. Tentu ini berbeda dengan sistem islam.

Sistem islam menjadikan proyek-proyek pembangunan infrastruktur seperti jalan tol akan didorong menjadi kebutuhan prioritas jika memang sangat dibutuhkan guna memperlancar akses perjalanan serta meminimalisir terjadinya kemacetan di area jalan raya. Sembari memperhatikan wilayah-wilayah yang dipilih menjadi kawasan alternatif sebagai penunjangkebutuhan publik tanpa merusak lingkungan. Islam telah jelas menyampaikan untuk tak merusak lingkungan. Walau pun kekayaan alam berhak dimiliki oleh publik namun tidak dibenarkan melakukan eksploitasi jor-joran sampai mengakibatkan dampak buruk bagi lingkungan tersebut.

Islam menjadikan infrastruktur jalan tol sebagai fasilitas publik yang siapa saja berhak mendapatkan manfaatnya. Layanan publik yang disediakan oleh negara berupa jalanan umum mau pun jalan tol bebas dioperasikan untuk memudahkan akses transportasi bagi rakyat secara gratis. Negara tidak akan melakukan ajang bisnis kepada rakyat dari segenap layanan publik yang disediakan sebab negara bertanggung jawab atas kebutuhan hidup masyarakat.
Islam juga mengatur prosesi pendanaan bagi pembangungan layanan publik seperti infrastruktur dengan lembaga keuangan negara islam. Pendanaan proyek infrastuktur yang memakan banyak dana, negara tetap membatasi meluncurnya dana investasi. Ini mencegah agar kekuatan asing tidak membelenggu perekonomian negara islam dengan model ekonomi ribawinya. Tetapi negara akan memanfaatkan harta kepemilikan umum untuk mendanai proyek pembangunan infrastruktur tersebut.

Begitulah islam memberikan solusi mengenai metode pembangunan infrastruktur yang berpusat pada kepentingan rakyat. Sehingga akan terwujud kondisi sejahtera bagi rakyat karena dapat menikmati layanan publik secara cuma-cuma. Sudah saatnya kita kembali kepada penerapan syariat islam kaaffah dalam naungan daulah khilafah islamiyah. Wallahua’alam.

Post a Comment

Previous Post Next Post