Yasriza Nanda (Mahasiswi, Komunitas Annisaa Ganesha)
Indonesia telah membentuk lembaga yang mengelola investasi atau Sovereign
Wealth Fund (SWF) pada selasa 16 Februari 2021. Dipimpin oleh Ridha
Wirakusumah, lembaga yang juga disebut Indonesia Investment Authority
(INA) ini bertujuan untuk menarik investor asing masuk ke indonesia. Dana
investasi ini nantinya berperan penting dalam percepatan pembangunan di
Indonesia. Rencananya dana ini akan disuntikkan pada pembangunan jalan tol di
awal periode keberjalannya, sebagaimana yang dijelaskan oleh Ridha.
Pendirian lembaga ini didasari oleh UU Cipta Kerja sebagaimana yang
terdapat di pasal 165 ayat 2 yang berbunyi “Pembentukan Lembaga Pengelola
Investasi dimaksudkan untuk meningkatkan dan mengoptimalisasi nilai assert
secara jangka panjang, dalam rangka mendukung pembangunan secara
berkelanjutan”.
Seorang ahli ekonomi, Faisal Basri, menyebutkan bahwa SWF Indonesia
yang (INA) ini bekerja dengan prinsip yang berbeda sebagaimana yang ada di
negara lain. Sebagai contoh di negara Singapura, lembaga SWF tersebut mengelola
dana yang berasa dari pendapatan negara, sama halnya dengan negara Norwegia.
Disebutkan oleh Bhima, pengamat ekonomi, SWF Norwegia mengumpulkan dana investasi
yang berasal dari penghasilan minyak. Fakta diatas sangat berbeda dengan jalan
kerja dari INA yang melibatkan secara langsung modal dari negara asing. Menurut
Faisal, hal tersebut cukup beresiko.
Fenomena keikutsertaan asing dalam pembangunan infrastruktur
produktif di Indonesia dasarnya bukanlah hal yang patut dibanggakan. Seharusnya
hal ini menjadi perhatian kita karena tak menutup kemungkinan nantinya
kebijakan ini malah akan menggerus kedaulatan indonesia atas negaranya sendiri.
Sama istilahnya dengan senjata makan tuan.
Inilah gejala-gejala kebobrokan sistem kapitalis ketika diterapkan
oleh sebuah negara. Ketika pemilik modal menjadi penguasa segala hal, maka
semuanya dibebaskan dan dibenarkan. Program program yang lahir dari padanya
bukan hanya tidak menyejahterakan masyarakat secara langsung, malah menempatkan
Indonesia pada posisi yang begitu beresiko.
Sedangkan dalam sistem Islam, negara sangat mandiri dalam mengelola ekonominya dengan pos-pos pemasukannya yang memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan keberjalanan negara. Seperti pos fai, kharaj, ghanimah, dll. Sehingga tidak butuh investasi negara lain, apalagi negara-negara yang jelas-jelas memerangi kaum muslimin dan memberikan jeratan riba. Sudah saatnya kita kembali ke sistem Islam, yang menjadi pilihan terbaik dalam menuntun keberjalanan negara. Sebagaimana konsep ekonomi islam yang tidak hanya bertujuan untuk kesejahteraan di dunia, akan tetapi juga di akhirat dalam bentuk pertanggungjawabannya di hadapan Allah SWT.
Post a Comment