Ekonomi Maju dan Mandiri dengan Investasi?




Oleh Cahyani Pramita, SE
(Pemerhati Ekonomi)

Negeri ini semakin tampak kehilangan kemampuan untuk membiayai pembangunan hingga menyejahterakan rakyatnya. Selain utang, investasi adalah hal yang “concern” dibidik pemerintah untuk menjadi sumber pendapatan dan membiayai pembangunan negeri. Kita bisa perhatikan dengan adanya pembentukan Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Indonesia Investment authority (INA) pada 14 Desember 2020 silam.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, LPI diperlukan untuk menciptakan beragam instrumen pembiayaan yang inovatif. Lembaga ini diharapkan menjadi institusi yang bisa meningkatkan kemampuan pembiayaan pembangunan (kompas.com, 28/01/2021). LPI terbentuk atas mandat UU No.11/2020 tentang Cipta Kerja yang mendapat protes keras dan massif dari masyarakat namun tetap digolkan oleh pemerintah. Dengan LPI ini, investor semakin masif masuk ke Indonesia.

Empat alasan pemerintah menghadirkan LPI yaitu: 1. Guna mengejar kebutuhan anggaran pembangunan infrastruktur, menjadi mitra investor yang kuat, sebagai sumber pendapatan negara dan sebagai motor pertumbuhan ekonomi. Ia menegaskan bahwa ini adalah cara pemerintah agar tidak terlalu bergantung pada pinjaman. “Sifatnya sama-sama berinvestasi, bukan meminjam uang mereka”, ujar Sri Mulyani dalam keterangan pers di Istana (Jakarta, 16/2/2021)

Sebagaimana dilansir dari kompas.com (28/1/2021), Sri Mulyani menjelaskan “Kita butuh dana untuk terus meningkatkan kemampuan Indonesia dalam meningkatkan kesejahteraan. Kalau dikaitkan dengan visi Indonesia jadi kekuatan dunia no.5 maka total investasi untuk infrastruktur, estimasi RPJMN bisa mencapai Rp. 6.645 triliun. Dan inilah yang menjadi acuan pemerintah. Mengejar investasi infrastruktur senilai ribuan triliun dengan berbagai inovasi termasuk membentuk LPI.

Investor masih diyakini seperti pahlawan penyelamat di negeri ini. Diundang, difasilitasi hingga dijamin keamanannya agar betah berinvestasi. Pemerintah seolah tak mampu melihat potensi SDA yang melimpah untuk dijadikan pendapatan negara demi membiayai rakyat dan melakukan pembangunan. Kekayaan SDA justru banyak diobral atas nama penanaman modal asing, kepemilikan asing dibolehkan hingga>90% dan infrastrukturpun pembangunannya mengandalkan investor.

Dengan kondisi demikian, maka yang terjadi adalah ekonomi kita secara keseluruhan dari hulu-hilir sejatinya adalah ekonomi bangsa lain. Pendapatan yang diperoleh, pendapatan yang dihitung adalah pendapatan ekonomi bangsa lain. Infrastruktur yang dibangun juga tak menjadi milik bangsa ini, ia menjadi milik para investor. Lantas, apa yang patut kita banggakan?

Dampak (manfaat/ keuntungan) nya pun dirasakan oleh bangsa lain, bukan dirasakan oleh kita. Investasi (asing) tidak memberikan keuntungan besar bagi kas negara, tidak memberikan nilai tambah ekonomi yang tinggi pada ekonomi kita. Ia memberikan keuntungan besar bagi kaum kapitalis, bukan bagi bangsa dan rakyat Indonesia.

Untuk apa dibangun infrastruktur hebat jika ternyata itu miliknya investor? Mereka mengkomersilkan infrastruktur tersebut. Rakyat harus membayar untuk menikmatinya dan memberikan keuntungan pada investor. Apakah ini menguntungkan rakyat? Mensejahterakan rakyat?

Negeri ini menjadi negeri yang tergadai. Tergadai aset kekayaannya, tergadai pula kedaulatannya. Dominasi asing melalui utang serta investasi membuat kita tak punya apapun di negeri sendiri. Sungguh tidak boleh dibiarkan.
Allah Swt berfirman dalam al Qur’an surah an-Nisa [4]:141 yang artinya “Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk menghancurkan orang-orang mukmin.”

Negeri ini harus merecovery diri, lepas dari candu utang dan investasi. Bagaimana caranya? Allah Swt telah sediakan solusi kemandirian ekonomi yakni dengan sistem ekonomi Islam. Negera ini akan terbebas dari penghambaan kepada investor  ataupun lembaga ribawi lainnya.

Saat sistem keuangan negara dikelola berbasis syariah, maka pendapatan (income) rutin dalam jumlah sangat besar dapat diperoleh. Ada Pos fa’i, kharaj, pos kepemilikan umum, pos zakat yang secara berkala dan tak terputus masuk kedalam kas negara. Berbagai kebutuhan negara yang sangat besar juga bisa dipenuhi dengan penguasaan negara atas sebagian milik umum dan pengelolaan maksimal milik negara dan milik umum.

Sistem ekonomi Islam ini juga dijalankan oleh elit politik berkomitmen kuat, bertakwa dan tidak bermental dijajah. Elit politik yang demikian tidak pernah terwujud dalam sistem demokrasi sekuler. Alhasil, kemandirian ekonomi hanya dapat terwujud dalam sistem Islam. Dengan penerapan syariah kaffah didalam bingkai daulah khilafah islamiyah. Wallahua’lam bish shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post