KRITIK KURIKILUM PENDIDIKAN, KRITIK DARAS ARAH PEMBANGUNANA GENERASI

BY : Sumi
Pendidikan adalah aspek penting dalam sebuah negara, karena pendidikan yang baik akan melahirkan generasi yang unggul. Selama pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung cukup lama ini, pendidikan haruslah diperhatikan karena sedikit banyaknya pandemi covid-19 sangatlah memengaruhi proses pendidikan, mulai dari UN ditiadakan, pembelajaran daring dll, sehingga kritik terhadap pendidikan dan pencarian solusi pendidikan di tengah pandemi terus berlangsung.
dunia Pendidikan di Indonesia tak luput dari persoalan. Berbagai revisi atau pembaruan kurikulum yang dilakukan pemerintah nyatanya tak mampu menyelesaikan persoalan yang melingkupi dunia pendidikan. Dunia pendidikan kini justru kian terpuruk dan berada dalam krisis di tengah pandemi COVID-19 yang tengah melanda negeri.
Menurut Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Kebangkitan Bangsa (DPP PKB), Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin), krisis pendidikan nasional di depan mata. Akibat krisis ini akan melumpuhkan ilmu pengetahuan dan teknologi sekaligus melumpuhkan masa depan SDM dan masa depan penerus generasi bangsa (Okezon.com, 16/01/2021).
Mendikbud Nadiem Makariem, memetakan dasar kurikulum pendidikan saat ini. Dalam sistem pembelajaran berbasis proyek atau project based learning, yaitu kolaborasi dunia pendidikan dengan sektor industri. Program utama kurikulum pendidikan berbasis pendidikan vokasi dan konsep link-match. Dalam sistem ini terjadi proses timbal balik. Tampaknya dasar dari kurikulum ini masih menyasar pada peluang teknis saja. Aspek mendasar yang terkait dengan visi pendidikan belum tersentuh sempurna.
Karena itu, hendaklah visi-misi pendidikan era pandemi berupa program penjagaan generasi, yakni dengan penguatan landasan kehidupan. Ini baik dari sisi akidah peserta didik maupun keterikatan peserta didik terhadap hukum syariat dalam kehidupannya. Sedangkan kurikulum yang berbasis vokasi ini akan melahirkan output yang memiliki keilmuan profesional, namun kering secara spiritual. Visi dan misi hidupnya diarahkan hanya untuk meraih materi sebanyak-banyaknya.
Gaya hidup yang serba hedonis, dan sekuler. Karena dalam sistem sekuler saat ini generasi muda harus dituntut profesional serta produktif, sesuai dengan semboyan  “kerja, kerja, kerja”. Sedangkan produktif dalam sistem sekarang adalah kreatif menghasilkan uang, totalitas dalam bekerja dan mandiri dalam wirausaha.

Pendidikan Vokasi, Untuk Memakmurkan Negeri atau Korporasi?
Ditjen Pendidikan Vokasi dibawah Kemendikbud menyiapkan langkah-langkah strategis demi mencapai tujuan Pendidikan Vokasi, di antaranya:
1. Menciptakan SDM lulusan yang kompeten, unggul, dan sesuai dengan kebutuhan industri skala nasional maupun global
2. Terjadi peningkatan produktivitas, inovasi, serta daya saing yang signifikan, hingga memajukan pertumbuhan ekonomi
3. Meningkatkan kesejahteraan dan karir lulusan vokasi menjadi lebih baik
4. Menciptakan generasi wirausaha yang tangguh dan inovatif
5. Input peserta didik pendidikan vokasi harus passion dengan dunia vokasi
6. Keterlibatkan dunia industri dan kerja semaksimal mungkin
7. Peningkatan soft skill dan karakter lulusan agar menjadi pembelajar mandiri sepanjang hayat
8. Mampu menjawab tantangan kompetensi masa kini dan mendatang
9. Riset terapan yang menghasilkan produk yang dihilirkan ke pasar industri dan masyarakat (Tribunnews.com, 09/01/2021).
Berdasarkan langkah-langkah strategis demi memajukan Pendidikan Vokasi di atas tampak jelas tujuan pendidikan hanya untuk menghasilkan output berupa lulusan sebagai ‘pekerja”, Pendidikan vokasi akan menyuburkan korporasi industri, merekalah yang mengambil manfaat tertinggi. Di mana sekolah-sekolah hingga perguruan tinggi disiapkan untuk mencetak “sapi perah” yang siap berproduksi dalam kandang korporasi.
Tujuan pendidikan yang sebenarnya kian kabur oleh otak kapitalis yang menggerogoti semua sektor pembangunan bangsa, sektor pendidikan tak luput menjadi sasaran empuknya. Kini, pendidikan tak lagi dipandang sebagai tempat membangun karakter berbudi luhur yang berwawasan luas, namun sekedar tempat memuluskan karir masa depan demi hidup berkecukupan dan berkedudukan. Maka, tak asing lagi lah kalimat “sekolah musti balik modal.
” Bersekolah atau menempuh pendidikan yang ditempuh saat bekerja nanti harus bisa mengembalikan modal alias dana yang digunakan untuk pemdidikan itu sendiri.
Sangat disayangkan jika potensi generasi muda hanya diarahkan dengan tujuan dipekerjakan di industri. Jika demikian adanya hanya akan mencetak generasi yang berorientasi pada materi. Tujuannya hanya untuk memenuhi kepentingan sendiri, boro-boro akan membangun dan memakmurkan negeri.
Pendidikan Islam, Satu-Satunya Sistem Pendidikan Pencetak Generasi Terbaik
Pendidikan dalam sistem ekonomi liberal hanyalah dijadikan penyokong hegemni kapitalisme global melalui investasi dan revolusi industri. Mengilhami negara membangun lembaga Pendidikan Vokasi yang tentunya tujuan akhirnya bukan untuk hajat hidup masayarakat dan negeri, tapi jelas untuk kepentingan korporasi.
Bertolak belakang dengan system pendidikan Islam. Di mana pendidikan ditujukan untuk mencetak generasi unggulan, generasi yang berkepribadian Islam yang menguasai tsaqafah Islam, ahli dibidangnya, serta memiliki life skill terbaik. Paradigm pendidikan dan kurikulum pendidikan Islam berlandaskan akidah Islam yang sahih.
Sehingga pendidikan Islam menghasilkan generasi yang mencurahkan segenap keahliannya untuk membangun negeri, bukan fokus mengumpulkan materi. Karena pengabdian generasi terhadap negara dan umat adalah perintah keimanan yang memiliki dimensi dunia-akhirat sekaligus.
Contoh real hasil cetakan pendidikan Islam, sistem pendidikan terbaik ada pada generasi umat terdahulu. Seperti Ibnu Al-Haitham seorang ilmuwan yang menciptakan teknologi optic pada kamera. Teknologi tersebut menginspirasi Rogen Bacon dan Kepler untuk menciptakan mikroskop dan teleskop.
Kemudian Abbas bin Firmas, orang pertama di dunia yang membuat kontruksi dasar alat terbang bersayap menyerupai burung dan berhasil menerbangkannya di Cordoba, Spanyol. Ada pula Abu Abdullah Muhammad bin Jabir Ibn Sinan ar-Raqqi al-Harrani as-Sabi al-Batani, astronom yang menemukan hitungan satu tahun adalah 365 hari 5 jam 46 menit 24 detik. Beliau juga menemukan persamaan trigonometri (MuslimahNews.com,18/01/2021).
Contoh lainnya ada Imam Syafi’I yang tak hanya ahli ushul fikih namun sekaligus fakih dalam ilmu astronomi. Ibnu Khaldun, bapak pendiri historiografi, sosiologi, dan ekonomi yang juga hafal al-Qur’an di usia dini. Ibnu Sina, bapak kedokteran yang juga ahli filsafat, dan ilmuwan-ilmuwan muslim lainnya.
Sistem pendidikan Islam terbukti menciptakan generasi terbaik yang tak hanya cakap soal sains tapi juga berperan sebagai ulama. Ilmu dunia dan akhirat berpadu selaras digunakan untuk kemaslahatan umat manusia. Begitu cemerlangnya peradaban ketika Islam diterapkan secara kaffah (MuslimahNews.com, 02/11/2019).
Islam adalah rahmat bagi seluruh alam. Rahmat itu akan datang hanya jika Islam diterapkan secara sempurna di segala aspek kehidupan. Baik politik, ekonomi, pendidikan, dan aspek lainnya hanya berasaskan Islam bukan berasaskan sekularisme yang hanya memunculkan persoalan tiada berkesudahan.

Post a Comment

Previous Post Next Post