Indonesiaku dirundung Bencana


Oleh: Luthfiati Hanifah
 
 
 
elum genap satu bulan, pada awal tahun 2021 ini sejumlah wilayah di Indonesia dilanda bencana; banjir, longsor, erupsi, maupun gempa bumi. Serentetan bencana meninggalkan duka mendalam bagi para korban juga seluruh masyarakat Indonesia.
 
Setidaknya ada lebih dari sepuluh daerah yang terendam banjir, diantaranya di Kepulauan Bangka Belitung, Bener Meriah Aceh, Jember, Indramayu, Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan, serta Bogor.
 
Sedangkan tanah longsor terjadi di Batam, Cianjur, Manado, Sumedang, dan beberapa wilayah lainnya. Gempa bumi di Majene, hingga erupsi Gunung Semeru dan Gunung Merapi. 
 
Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, mengatakan pemerintah sudah melakukan mitigasi secara menyeluruh terhadap bencana. Namun, pemerintah tidak dapat mengendalikan bencana meski upaya tersebut sudah dijalankan. (merdeka.com, 2021)
 
Eksploitasi SDA!
Tatkala rentetan bencana semua ini sudah terjadi, tentulah merupakan takdir. Meski bencana adalah takdir dari Sang Pencipta, selain menerima dan menjalani dengan bersabar, mungkin kita perlu bermuhasabah diri. Banjir dan tanah longsor misalnya, benarkah hanya faktor cuaca penyebabnya? Atau kita, manusia yang disebut Allah Ta'ala sebagai 'khalifah fil ardh' telah dzalim dalam memanfaatkan alam? Bukankah manusia juga mempunyai ranah ikhtiar untuk meminimalisir terjadinya bencana atau meminimalisir dampaknya?
 
Berdasarkan sumber Antaranews, menurut Koordinator Bidang Bencana Geologi Pusat Mitigasi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Dr. Indra Permanajati, secara garis besar terdapat dua penyebab utama bencana alam, baik itu bencana geologi maupun hidrometeorologi.
 
Dari beberapa kejadian bencana yang terjadi di Tanah Air didapatkan beberapa kesimpulan sederhana mengenai penyebab kejadian bencana, yaitu karena kondisi alam dan karena pengelolaan yang kurang tepat dari pengembangan wilayah. (antaranews.com, 2021)
 
Dikutip dari Kompas.com, Staf Advokasi dan Kampanye Lingkungan Hidup (Walhi) Kalsel, M. Jefri Raharja mengatakan, curah hujan yang tinggi selama beberapa hari terakhir jelas berdampak dan menjadi penyebab banjir secara langsung
 
Kendati demikian, masifnya pembukaan lahan yang terjadi secara terus menerus juga turut andil dari bencana ekologi yang terjadi di Kalimantan selama ini. Fakta ini dapat dilihat dari beban izin konsesi hingga 50 persen dikuasai tambang dan sawit.
 
"Antara 2009 sampai 2011 terjadi peningkatan luas perkebunan sebesar 14 persen dan terus meningkat di tahun berikutnya sebesar 72 persen dalam 5 tahun," paparnya.
 
“Sedangkan untuk tambang, bukaan lahan meningkat sebesar 13 persen hanya 2 tahun. Luas bukaan tambang pada 2013 ialah 54.238 hektar,” tambah Jefri. (kompas.com, 2021)
 
Jika pembagunan dan pengembangan wilayah menjadi alasan untuk mengeksploitasi alam secara tamak oleh pengusaha dan penguasa dengan prinsip kapitalis; mencari keuntungan sebesar-besarnya, bagaimana konsep pembangunan dalam perspektif Islam?
 
Menurut Emil Salim, dalam buku Pembangunan Berkelanjutan: Peran dan Kontribusi Emil Salim (2010) karya Iwan J Azis, konsep pembangunan berkelanjutan adalah suatu proses pembangunan yang mengoptimalkan manfaat dari sumber daya alam serta sumber daya manusia, dengan menyerasikan sumber alam dengan manusia dalam pembangunan. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam memenuhi kepentingannya. (kompas.com, 2020)
 
Faktanya, sudahkah masyarakat saat ini benar-benar sejahtera? Hutan dibabat hingga gundul, lahan luas menganga karena ditambang, tanpa peduli bagaimana dampaknya pada lingkungan alam maupun masyarakat di sekitarnya.
 
Aktivitas semua inilah yang merupakan eksploitasi terhadap SDA yang dimiliki oleh Indonesiaku. Akibat Investasi Asing yang berlebihan atas nama pembangunan atau pemanfaatan lahan, dukungan pro korporasi dalam bisnis SDA, dan masih banyak lagi yang dilakukan tanpa batas. Membuat kerusakan dinegeri ini dan saat ini sudah kita rasakan. Saatnya masyarakat Indonesia bebenah diri dan melakukan perombakan kebijakan menuju tatakelola SDA yang sangat baik.
 
Syariat Islam, Rahmat untuk Semesta.
Perlu diketahui bahwa pembangunan menurut Islam, tujuannya bukan semata-mata kesejahteraan material di dunia, tetapi juga kesejahteraan akhirat, karena seluruhnya akan dipertanggungjawabkan hingga di akhirat kelak.
 
Dalam perspektif Islam, jenis kepemilikan atas SDA terdiri dari; kepemilikan individu (mikl fardhiyah); kepemilikan umum (milk ’ammah) dan, kepemilikan negara (milk daulah). Pemanfataannya pun hanya diperbolehkan pada batas tertentu agar tidak menimbulkan kerusakan sebagaimana tercantum dalam QS. Ar Rum : 41,
“Telah tampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS Ar Ruum: 41).
 
Ayat di atas menjadi penjelas untuk kita bahwa kerusakan alam dan lingkungan bukan semata karena proses alam. Namun, ada peran manusia di dalamnya, yakni bermaksiat dengan menentang setiap aturan Allah.
 
Pada konsep ekonomi kapitalis-liberal, bukan sekadar menguasai, akan tetapi boleh mengeksplotasi tanpa batas bahkan memperjualbelikan kepada pemilik modal.
 
Islam juga mengakui kepemilikan umum/bersama seperti barang tambang, tanah, sumber air (sungai, mata air), lautan dan biotanya yang manfaat pengelolaannya untuk seluruh masyarakat serta ada batasan dalam pemanfaatannya. (republika.co.id, 2019)
 
Selain itu, pada pembangunan ekonomi misalnya. Menurut Yasri, dalam jurnal Al-Mawarid edisi X tahun 2003, Islam mendorong secara kuat setiap muslim untuk membangun ekonomi, karena muslim dalam berkerja tidak bertujuan untuk memperoleh pendapatan melainkan bagian dari jihad di jalan Allah. Sebab itu, nominal pendapatan seorang muslim tidak akan mempengaruhi kualitas kerja.
 
Prinsip kerelaan atas apa yang diberikan Allah merupakan cerminan sikap beriman kepada qadha' dan qadar, sehingga tidak tamak dalam mencari keuntungan sehingga merugikan lingkungan atau orang lain. Hal ini jelas berkebalikan dengan prinsip kapitalis yang mencari keuntungan sebesar-besarnya, bahkan mengabaikan dampak bagi sekitar.
 
Maka jika ingin melihat kesejahteraan dalam pembangunan, dapat dilihat dari masyarakat setempat yang merasakan, seperti apa ketenangannya ketika pembangunan itu terlaksana, kebermanfaatnya, serta dampaknya bagi seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya bagi pemilik modal.
 
Sistem kehidupan sekuler saat inilah, telah menjauhkan manusia dari ketaatan kepada Allah. Aturan yang diterapkan pun jauh dari syariat Islam. Akibatnya, standar kehidupan tak lagi berpedoman pada syariat Islam. Manusia bermaksiat, lingkungan ikut rusak.
 
Ruang lingkup syariat Islam itu luas. Aturannya menjangkau seluruh kehidupan manusia di seluruh tempat dan masa. Mulai dari yang bersifat duniawi maupun ukhrawi. Semua itu terefleksikan dalam aturan manusia dengan Tuhannya (mencakup akidah dan ubudiah); aturan manusia dengan orang lain (muamalat dan sistem sanksi); dan urusan manusia dengan dirinya sendiri (makanan-minuman, pakaian, dan akhlak).
Berbagai kerusakan yang menimpa negeri ini tidakkah membuat kita merenungi? Ada yang salah dalam tata kelola negeri ini. Negara salah urus, lahirlah manusia rakus. Penerapan sistem kapitalisme membuat negeri ini terjerumus. Bukankah saatnya negeri ini diatur dengan sistem yang lebih baik?
 
Sistem yang mampu mewujudkan rahmat bagi seluruh alam. Dengan penerapan Islam secara menyeluruh, berkah dan rahmat Allah akan menaungi. Menjadi negeri Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghofur.

B

Post a Comment

Previous Post Next Post