Pergantian tahun tentu masih
hangat-hangatnya dan dapat kita rasakan dengan ke euforianya. Berkaca dari
tahun sebelumnya 2020, tentu banyak kasus yang tidak boleh kita lupakan menuju
tahun 2021. Salah satunya pernyataan dari Menteri Koordinator Bidang Politik,
Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD dalam wawancara kompas.id (29/12)
mengatakan bahwa, Polisi Siber akan diaktifkan pada 2021, tujuan dari
diaktifkannya Polisi Siber ini karena semakin masifnya fenomena ancam mengancam
di media social (medsos), baik sekelompok orang yang mengancam pemerintah,
entah apakah pemerintah salah atau benar. Bahkan jika ada yang melanggar
pelanggaran siber, pelaku yang mengancam jam 8, maka jam 10 ditangkap. Karena
terjadinya penegakan hukum bagi pelanggaran siber.
Fenomena Era digital memang tak bisa
dipungkiri, jika banyaknya masyarakat yang merasa ada kekeliruan ataupun
kesalahan dalam informasi yang beredar untuk segera mengkiritik. Karena
mengaggap bahwa itu informasi yang salah. Karena sifat alamiyahnya manusia
condong kepada kebenaran. Tentu tahun sebelumnya kasus yang dianngap
“mengancam” bukanlah hal yang baru saja, tetapi sudah sering terjadi di
Indonesia. Sering kali makna “mengancam” yang disebutkan oleh pemerintahan
belum tentu benar maknanya, bisa jadi informasi yang ada di medsos, berupa
mengkirtiki apa yang menjadi permasalahan hari ini.
Banyaknya makna yang tidak
tersingkronkan, dengan makna sebenarnya akan membuat mudahnya untuk
menjatuhkan, mendiskriminasi, atau bahkan menjadikan orang-orang yang melakukan
Tindakan kritik itu sebagai orang-orang yang mengancam pemerintah. Tentunya
sebagai masyarakat sekarang, yang hidup di era abad 21, tidaklah cocok jika kita
hidup berdampingan dengan Era digital tapi salah memahami makna, atau bahkan
termakan makna yang sebenarnya makna yang bertolak belakang.
Sebagai contoh pada (13/10), 8 aktivsi KAMI ditangkap oleh siber Bareskim, terkait aksi demonstrasi menolak UU Omnimbus Law, penangkapan anggota KAMI dikarenakan, sebagi salah satu kelompok yang kritis terhadap pemerintahan (Suara rakyar.com). Ini merupakan contoh atas mudahnya memvonis suatu kelompok yang dianggap sebagai oposisi penguasa, dan mengkritik terhadap kebijakan yang dicanangkan maupun disahkan oleh pemerintahan. Tentunya akan memudahkan Langkah polisi siber untuk menangkap kelompok/individu yang dianggap kontra oleh siber ini, tentunya ini akan menyapu habis para pengkritik kebenaran.
Diaktifkannya Polisi siber di tahun
2021 ini tentunya haruslah kita cermati, bahwa tujuannya bukan hanya membabat
hoax semata, tetapi juga membabat aktifis pemikir. Selama suatu informasi itu
menyebabkan ancaman bagi pemerintah, dan dapat menggangu jalannya kepentingan
pemerintah maka bisa saja akan ditangkap oleh polisi siber, karena ini dibentuk
oleh badan pemerintahan, tentunya akan mengikuti perintah dari atasannya. Ini
membuat para pemikir yang ingin memberikan kritikannya bisa jadi enggan untuk
melakukan kritik, karena bisa saja mendapatkan ancaman yang besar dari
pemerintah. Sehingga asas yang menjadi kebanggan Demokrasi yaitu kebebasan
berpendapat bisa redup di masa sekarang. Padahal berpendapat bagi siapapun
boleh selama tidak melanggar hukum syara. Kritik tentunya bukanlah hal untuk
menjatuhkan pemerintahan itu sendiri, tetapi untuk menjadikan suatu
pemerintahan itu lebih baik. Karena pemerintahan itu dipimpin oleh seorang
manusia yang tak luput dari kesalahan.
Hegemoni Demokrasi yang masih
diterapkan, yang ingin membasmi hoax, ancaman, nyatanya hanyalah istilah yang
dikeluarkan untuk menutupi kebobrokan dan rasa takut mereka akan ketidak
percayaan masyarakat kepada pemerintahan itu sendiri. Padahal system Demokrasi
yang berasal dari manusia yang didukung oleh mabda Kapitalisme telah mendorong
seseorang untuk berdiam diri dalam kesalahan karena takut atas ancaman yang
akan didapatkannya. Sistem Islam tentu berbeda dengan Demokrasi-Kapitalisme,
bagaimana suatu pemerintahan yang memberikan hak bagi rakyatnya untuk memberikan
kritikan terhadap kekuasaanya, entah apakah kritikan itu untuk membangun
ataupun menjatuhkan, itu akan diterima
oleh khalifah, karena jiwa kritik yang mandarah daging di dalam jiwa
masyarakat, tentu tidak boleh diancam, apalagi dimasukkan ke penjara. Bagaimana
dalam system Islam dalam Dapartemen Penerangan bahwa informasi yang beredar di
tengah masyarakat akan menjadi tanggung jawab dari pemimpin redaksi dan akan
dimintai pertanggung jawaban jika terdapat penyimpangan hukum syara didalamnya.
Sehingga tidak adalagi hoax beredar di dalam masyarakat Islam, karena dibangun
berdasarkan Ketaqwaan kepada Allah, dan takut jika melangggar aturan
syariatnya. Itulah bentuk kepedulian sesungguhnya warga negara bagi
pemerintahnnya.
Wallahualam
Post a Comment