Cerita Pilu Menyambut Tahun Baru


Oleh: Fitri Suryani, S. Pd.
(Guru dan Penulis Asal Konawe, Sultra)

Ada yang laris di momen pergantian tahun baru, tapi itu bukan terompet ataupun kembang api, tapi itu adalah alat kontrasepsi alias kondom. Seperti itulah tema liputan yang biasa hadir di momen pergantian tahun. Hari ini (31/12/2020) Tim IniKataSultra.com coba ingin melihat apakah trend itu akan sama di tahun pandemi Covid-19 saat ini.

Sebagaimana apotek yang ditelusuri oleh Tim IniKataSultra.com di wilayah Andounohu. Seorang penjaga apotek, MN mengatakan bahwa penjualan alat kontrasepsi di apotek tempat dia bekerja, tahun ini sangat meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. MN mengungkapkan, ironisnya kebanyakan pembeli yang datang adalah remaja. MN pun mengatakan bahwa selain kondom banyak juga yang datang membeli tisu magic.

Senada juga diungkapkan oleh PF, seorang penjaga apotek di Jalan Bunggasi Poros Andounohu. PF mengatakan pembeli lebih banyak membeli alat kontrasepsi tisu magic dari pada kondom. Pembelinya pun rata-rata remaja (Inikatasultra.com, 31/12/2020).

Secuil fakta di atas, seakan menjadi tanda tanya besar, mengapa barang tersebut begitu laku keras di akhir tahun dibandingkan dengan hari-hari biasa lainnya? Hal itu pun sudah hampir menjadi tradisi setiap menyambut kedatangan tahun baru. Serta tak sedikit orang dewasa tak terkecuali para remaja mencari barang tersebut.

Tak dipungkiri, hal itu dijadikan kesempatan untuk meraup untung yang menggiurkan bagi para pebisnis. Mengingat barang tersebut laris manis di pasaran, karena banyak yang mencarinya. Bisnis kondom dan sejenisnya pun bak “bom atom” . Disatu sisi dapat menghasilkan pundi-pundi rupiah, namun di sisi lain sungguh sangat memprihatinkan jika barang tersebut disalahgunakan bagi pasangan yang tak sah.

Tentu sangat disayangkan, jika generasi saat ini lebih disibukkan oleh kegiatan euforia sesaat bahkan sesat. Apalagi mendatangkan mudarat. Apa jadinya negeri ini jika generasi penerusnya tak dapat diharapkan. Sebab, pergaulan bebas bahkan seks bebas begitu marak dan sulit dibendung lagi.

Seperti dilansir dari Kompasiana.com (21/05/2018) Komnas Perlindungan Anak (KPAI) berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan melakukan survei di berbagai kota besar di Indonesia menyatakan sebuah data, 62,7% remaja di Indonesia melakukan hubungan seks di luar nikah. Tepatlah bila dikatakan Indonesia memasuki masa darurat seks bebas.

Bisa dibayangkan kalau generasi saat ini saja memiliki perilaku yang jauh dari harapan. Bagaimana dengan generasi selanjutnya? Miris!

Perbuatan itu tentu bukan tanpa sebab, mengingat ada banyak faktor yang dapat memicu adanya seks bebas pada pasangan yang tak sah, tak terkecuali para remaja yang masih bau kencur. Hal tersebut di antaranya: Pertama, minimnya nilai edukasi yang diperoleh dalam lingkungan keluarga, khususnya orang tua. Terutama dalam hal ini adalah ibu, karena seorang ibu sejatinya merupakan sekolah utama dan pertama untuk anak-anaknya. Terlebih orang tua yang hanya mengandalkan pendidikan anaknya dari sekolah. Sehingga tak sedikit pula hanya menghasilkan anak cerdas secara sains dan teknologi, namun minim nilai spiritual.

Kedua, lingkungan yang tak kondusif. Seperti adanya budaya acuh tak acuh di tengah-tengah masyarakat yang berujung minimnya kontrol masyarakat. Sehingga budaya amar makruf nahi mungkar kian terkikis. Ini tak lepas karena adanya paham individualisme yang tak sedikit telah bercokol dalam benak masyarakat saat ini. Belum lagi banyaknya media yang minim nilai edukasi, terlebih situs-situs porno begitu mudah diakses oleh orang dewasa hingga anak-anak.

Ketiga, adanya paham kebebasan. Paham kebebasan yang kebablasan seperti seks bebas yang berujung pada kasus aborsi. Seperti yang disampaikan Kepala BKKBN Fasli Djalal bahwa perempuan yang melakukan aborsi di daerah perkotaan besar di Indonesia umunya berusia remaja dari 15 tahun hingga 19 tahun. Umumnya, aborsi tersebut dilakukan akibat kecelakaan atau kehamilan yang tidak diinginkan (Cnnindonesia.com, 29/10/2014). Dari data itu tentu tidak menutup kemungkinan saat ini jumlahnya akan terus meningkat. Mengingat hal itu dilakukan atas nama hak asasi manusia (HAM) sehingga sulit dicegah.

Di sisi lain, minimnya ketakwaan individu pun dapat memicu banyaknya para remaja atau orang dewasa melakukan seks bebas. Sehingga hal itu tidak begitu dipermasalahkan dengan anggapan yang penting terjalin hubungan suka sama suka. Adapun urusan bertentangan atau tidak dengan norma agama seolah tak lagi jadi pertimbangan.

Lebih dari itu, sangat penting pula adanya peran negara dalam membantu peran orang tua dan masyarakat dalam memberikan pendidikan kepada generasi penerus bangsa. Tindakan itu seperti meniadakan media-media baik bacaan atau tontonan-tontonan yang minim nilai edukasi, apalagi situs-situs porno yang jelas-jelas dapat merusak otak dan mampu merangsang seseorang untuk berlaku maksiat.

Mengapa peran negara begitu penting? Karena negara memiliki kekuatan hukum untuk menindak tegas dan memberikan sanksi bagi mereka yang melanggar serta bertindak menyimpang dari norma hukum dan agama. Hukuman itu pun diharapkan dapat berefek jera bagi pelaku, sehingga orang lain yang berkeinginan serupa tidak ingin melakukan perbuatan tersebut.

Dari itu, seyogianya pada penghujung tahun, kita dapat mengintrospeksi diri atas perbuatan yang telah dilakukan sebelumnya dengan harapan dapat berubah menjadi lebih baik. Namun sayangnya, banyak yang menyalahgunakan hanya sekedar hura-hura dan jauh dari kata manfaat bahkan berbuat maksiat.

Oleh karena itu, memang tidak mudah menciptakan situasi yang kondusif di tengah situasi yang serba bebas saat ini. Namun, semua itu tidak sukar jika peran orang tua, masyarakat dan negara saling bersinergi untuk menciptakan dan mendukung terciptanya hal-hal yang dapat mendatangkan nilai-nilai positif dengan kembali kepada aturan-Nya yang maha baik. Wallahu ‘alam bi ash-shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post