Apa yang Salah, Patutkah Mengeluh!


Oleh. Badar 
(Pemerhati Masyarakat)
 
Sudah menjadi rahasia umum kalau bencana banjir yang melanda kalimantan selatan (kalsel) bukan semata karena curah hujan yang tinggi. Adapun penyebab utama lainnya juga harus diperhatikan seperti yang diakibatkan dari alih fungsi lahan. Seperti pertambangan dan perkebunan kelapa sawit.
 
Tidak ada yang salah baik pertambangan ataupun perkebunan kelapa sawit jika dikelola dengan baik dan benar. Pertambangan misalnya, ketika melakukan pertambangan jangan lupa rehabilitasi lahan bekas tambang tersebut. Jangan sampai lubang-lubang bekas tambang ditinggalkan begitu saja dan terbuka lebar namun harus ditutup dan dihijaukan kembali. Sebab kalau memang niat baik, masih banyak tumbuhan dan pepohonan yang bisa dimanfaatkan untuk mengatasi bekas tambang tersebut. Setiap ada masalah pasti ada solusinya.
 
Begitu juga perkebunan kelapa sawit. Tidak akan menimbukan masalah besar jika perkebunan tersebut dikelola dengan baik. Contohnya, ketika hendak menanam tanaman kelapa sawit yang pertama jangan bakar hutan terutama dilahan gambut. Sebab pembakaran tersebut sangat merugikan khalayak umum. Selanjutnya perhatikan kembali jarak antara kerkebunan kelapa sawit dengan persawahan milik petani. Dan jangan lupa perhatikan juga daerah aliran sungai (DAS) jangan sampai merugikan orang banyak.
 
Namun nyatanya tidaklah demikian. Maka wajar jika banjir akan selalu menjadi kenang-kenagan pahit diawal tahun atau saat musim penghujan datang. Yang mana banjir tersebut merupakan dampak berkurangnya resapan air akibat pertambangan dan pengelolaan perkebunan kelapa sawit tidak diperhatikan.
 
Berdasarkan data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WAHLI) Kalilamtan Selatan, dari 3,7 juta herkatar total luas lahan di kalsel. Nyaris 50 persen diantaranya sudah dikuasi perizinan tambang dan kelapa sawit. 1.219.461,21 hektar atau 33 persen dikuasi pertambangan, 620.081,90 hektar atau 17 persen dikuasi perkebunan kelapa sawit  (merdeka.com, 18/1).
 
Direktur Eksekutif (WAHLI) Kiswono Dwi Cahyono juga memaparkan bahwa 15 persen atau 234,492,77 hektar IUPHHK-HA (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hasil Alam) dan 6 persen atau 567.865,51 hektar IUPHHK-HT (Hutan Tanaman). Sedangkan hutan sekunder hanya 89.169 hektar dan 581.188 hektar hutan primer. Jadi hanya menyisakan 29 persen lahan untuk hutan. Dari sini wajar ketika musim penghujan akan mengalami kebanjiran bahkan mampu melumpuhkan 10 kabupaten sekaligus.
 
 
Awal tahun 2020 Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Kalimantan Selatan mencatat sedikitnya 6 kabupaten terendam banjir. Tabalong, Balangan, Banjar, Tapin, Tanah Bumbu dan Kota Banjarbaru. Bahkan dengan ketinggian terparah selama 20 tahun terakhir (tribunnews.com, 6/2/20).
 
Kali ini kita kembali mencatat banjir terparah pada awal 2021 yang menggenangi 10 kabupaten. Jika tidak ada perubahan maka tahun-tahun berikutnyapun akan kita jumpai banjir yang lebih parah dari tahun ini.
 
Dari sini jelas bahwa banjir perlu solusi yang pasti tidak hanya kuratif (penyembuhan) seperti rehabilitasi bekas tambang dan normalisasi aliran sungai tetapi juga preventif (pencegahan) seperti normalisasi fungsi hutan dan cara pengelolaan tambang.
 
Solusi ini tentu harus melibatkan pihak pemerintahan dan Negara melalui kebijakannya seperti mencabut izin pertambanagan. Sebab dalam Islam yang berhak atas tambang bukanlah segelintir orang yang memiliki modal saja (pengusaha) tetapi semua masyarakat juga menikmati hasilnya bukan menikmati bencana yang ditimbulkannya. Negara akan mempekerjakan orang-orang yang ahli dibidangnya. Sebab Negara harus memperhatian bagaimana pengaruhnya terhadap lingkungan, hutan dan masyarakat sekitar ketika hendak dikelola.
 
Jika sebuah pertambangan hendak dijalankan maka harus diperhatikan dampak yang ditimbulkan. Apakah dapat menimbulkan bahaya yang besar terhadap lingkungan, hutan dan masyarakat. Andaipun pertambangan tersebut membahayakan jika dikelola, maka pertambangan tersebut tidak boleh dioperasikan dan harus memberdayakan sektor lain yang lebih berpotensi dan aman.
 
Karenanya menurut pandangan Islam sumber pemasukan Negara juga tidak hanya berasal dari tambang semata. Misalnya saja bagaimana Islam mengelola lahan yang kosong. Apabila terdapat lahan yang tidak dikelola seprti lahan pertanian misalnyanya. Maka dalam kurun waktu 2 tahun lahan tersebut tidak dikelola oleh pemiliknya (lahan terlantar). Maka lahan tersebut akan diambil oleh pemerintah dan diserahkan kepada orang yang bisa mengelolanya. Dengan ini kebutuhan negara secara tidak langsung akan terbantu.
 
Jauh berbeda dengan sistem sekarang yang menganggap bahwa tampa mereka (kaum kapital/ pemilik modal) maka roda ekomoni Negara tidak berputar. Sehingga tanpa mempertimbangkan dampak buruk baik dari segi lingkungan ataupun kepentingan rakyat. Jika kita melihat lebih dalam, tidak sedikit kebijakan negara yang memihak kepada mereka para investor yang menginginkan SDA dalam Negeri
 
Inilah kapitalis sekuler yang mengutamakan para pemilik modal/kapital dan abai akan rakyat. Rakyat hanya dipakai ketika ada maunya saja. Bahkan suara rakyat pun seolah tidak didengar dan lebih sadisnya lagi ketika rakyat mengkritik akan kebijakan yang dibuat itupun hanya sebatas mengingatkan pemimpinnya. Maka bisa dikatakan radikal, ujaran kebencian, pencemaran nama baik bahkan bisa-bisa mendekam disel tahanan.
 
 
Layakkah sistem sepeti ini dipertahankan? Yang mana rakyat yang menerima imbasnya tetapi mereka dengan enaknya menikmati darah keringat rakyat. Saatnya kita bangkit dan bangun dari mimpi buruk ini. sadarlah bahwa kita saat ini hanya dijadikan santapan manis kaum kapitalis. Mari kita tinggalkan segala tata aturan kapitalis sekuler. Ingatlah kita punya aturan yang sudah disempurnakan yang mampu membawa rahmat keseluruh alam. Tidak hanya baik untuk lingkungan. Tetapi seluruhh alam baik manusia, hutan, lingkungan bahkan binatangpun akan mendapatkan kebaikan dan kemuliaanya. Itulah aturan yang dibuat oleh sang pencipta alam dengan segala isinya. Dia yang maha mengetahui baik dilangit maupun dibumi. Dialah sang pemilik segalanya. Sudah saatnya kita kembalikan aturan kehidupan ini kepada aturan Islam yang langsung dihadirkan oleh Allah sang pencipta.
 
 
Berbagai musibah yang kita hadapi saat ini bukanlah sesuatu yang tidak berarti, sia-sia ataupun kerugian belaka. Sebab setiap musibah pasti ada hikmah didalamnya. Maka dari itu sudah selayaknya merenungi kembali apa yang sudah kita lakukan. Sejauh mana keimanan kita kepada Allah sang pemilik dan pencipta segalnya.
 
Jikalau sekiranya penduduk Negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (TQS. Al-A’rof:96)

Post a Comment

Previous Post Next Post