NEGARA NIHIL PERAN, PERUSAHAAN PENUNGGAK BPJS JADI KORBAN


Ashri Hidayati
(Praktisi Pendidikan, Aktifis Muslimah)
 
Beberapa pekan lalu diadakan penertiban pada kurang lebih 51 perusahaan atau badan usaha yang memiliki tunggakan BPJS oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Cabang Bandung Lodaya. Penertiban yang menggandeng Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bandung ini dilakukan pula kepada perusahaan yang hanya mendaftarkan sebagian karyawannya dalam program tersebut. Kepala Kejari Kab. Bandung, Paryono mengatakan bahwa tunggakan dari perusahaan-perusahaan tadi mencapai Rp 2,16 miliar (pikiran-rakyat.com, 8/12/20).
BPJS Ketenagakerjaan merupakan transformasi dari PT Jamsostek (Persero) yang menurut UU Ketenagakerjaan berfungsi memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia, baik mereka yang bekerja di sektor formal maupun non-formal.
Kendati BPJS berfungsi menjamin kesehatan dan kesejahteraan tenaga kerja, faktanya ternyata kesejahteraan itu belum dapat dirasakan oleh sebagian besar pekerja di Indonesia. Penyebabnya karena prosedur dan teknis pelaksanaan program BPJS yang sulit, terlebih ternyata pekerja pun mesti membayar  iuran yang disesuaikan dengan aturan BPJS yang berlaku melalui perusahaan. Perusahaan diwajibkan membayar jaminan sosial karyawannya dengan dalih untuk melindungi seluruh karyawan dengan BPJS Ketenagakerjaan ini.
Hal ini tentunya akan menambah beban bagi perusahaan apalagi bila mereka tidak bisa melunasi tunggakan BPJS tersebut, sanksi tegas dan sanksi administrasi akan mereka dapatkan dan berdampak pada hilangnya hak-hak karyawan saat pensiun dan sulitnya mengklaim asuransi kecelakaan. Beberapa kasus telah terjadi dan dialami oleh perusahaan terutama yang ada di daerah-daerah. Lebih dari puluhan ribu perusahaan tidak bisa lagi membayar iuran atau tunggakan BPJS tersebut karena mengalami gulung tikar yang salah satunya karena dampak pandemik yaitu resesi ekonomi.
Inilah yang terjadi ketika Negara nihil peran dalam mensejahterakan rakyatnya. Negara membebankan kesejahteraan karyawan kepada perusahaan-perusahaan yang mereka pun sebenarnya butuh bantuan. Walhasil karyawan dan perusahaan sama-sama menjadi korban.
BPJS menjadi alat negara untuk memalak rakyatnya melalui UU. Terbukti negara tidak bisa memberikan jaminan sosial bagi rakyat secara cuma-cuma. Padahal negaralah yang seharusnya melindungi rakyatnya agar mereka dapat bekerja secara aman, nyaman dan tentram tanpa tekanan dan kewajiban untuk membayar kesejahteraan mereka sendiri. UU tersebut secara fundamental mengalihkan tanggung jawab perlindungan dan jaminan kesejahteraan rakyat yang tadinya kewajiban negara menjadi kewajiban rakyat.
Naudzubillah, di sistem kapitalis ini jaminan sosial berubah menjadi asuransi sosial. Jaminan sosial sudah seharusnya diberikan pemerintah kepada rakyatnya sebab itu menjadi hak rakyat.  Sedangkan dalam asuransi sosial, rakyat diibaratkan sebagai peserta yang harus membayar preminya sendiri, artinya rakyat yang harus melindungi dirinya sendiri. BPJS memposisikan hak sosial rakyat berubah menjadi komoditas bisnis, dan aturan dibuat sedemikian rupa untuk mengeksploitasi rakyat demi keuntungan pengelola asuransi.
Hal ini berbeda jauh dengan konsep kesejahteraan dalam Islam. Sistem kehidupan Islam, khususnya sistem ekonomi Islam dan sistem pemerintahan Islam (Khilafah Islam) didesain Allah SWT bagi terwujudnya fungsi negara yang benar dan tameng bagi terjadinya komersialisasi dan industrialisasi pelayanan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.  Dalam Islam, kesehatan, pendidikan, sandang, pangan, dan papan adalah kebutuhan dasar masyarakat. Negara wajib memenuhinya tanpa kompensasi. Kebutuhan pokok ini akan menjadi perhatian utama. Kesehatan merupakan salah satu layanan yang wajib dipenuhi negara kepada rakyatnya. 
 
Dalam penerapan syariah Islam yang kaffah, negara benar-benar akan melindungi dan memberikan kesejahteraan kepada warganya. Haram bila negara hanya berfungsi sebagai regulator dan fasilitator saja, apa pun alasannya. Rasulullah ï·º bersabda, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya”. (HR al-Bukhari)
Dalam Islam makna jaminan diartikan sesuai teori dan fakta. Jika memang negara wajib menjamin kesehatan rakyat, artinya negara bertanggung jawab penuh memberi jaminan seluruhnya untuk rakyat. Negara tidak akan memungut biaya pada perkara yang sudah disebut dengan ‘jaminan’. Jaminan itu benar-benar terealisasi secara nyata. Sementara dalam kapitalisme, penggunaan kata ‘jaminan’ hanyalah kamuflase atau pemanis semata. Kalaulah benar-benar jaminan, pungutan itu takkan diberlakukan pada rakyat.
 
Kata ‘jaminan’ dan ‘gotong royong’ seolah menjadi sihir yang mampu menyilaukan rakyat. Padahal sebenarnya, jaminan kesehatan ala kapitalis sendiri hanyalah wujud lain dari asuransi. Tidak benar-benar menjamin.
 
Fungsi pemimpin dalam sistem kekhilafahan memiliki perbedaan dengan sistem demokrasi kapitalis. Dalam demokrasi, pemimpin berfungsi sebagai pelaksana amanah rakyat, namun dalam prakteknya hanya rakyat tertentu dan pemilik modal saja yang diutamakan. Sementara dalam Islam pemimpin memiliki dua fungsi utama yaitu sebagai raa’in (pemelihara) dan junnah (pelindung) bagi seluruh rakyatnya. Fungsi ini sudah diwujudkan oleh para Khilafah selama 14 abad dan Islam menjadi gemilang dalam aturan-Nya. Semoga bisyaarah (kabar gembira) akan tegaknya kembali sistem Khilafah ini segera terwujud di negeri Indonesia tercinta.
 
Aamiin allahumma aamiin

Post a Comment

Previous Post Next Post