Ibu Sejahtera dalam Naungan Khilafah


Oleh: Iswatun Hasanah (Aktivis Muslimah)


Ibu adalah jantung kehidupan bagi keluarganya. Beliau berharga. Tercipta mulia. Rela berkorban apapun demi putra-putrinya. Setiap ibu menghendaki yang terbaik bagi buah hati tercintanya. Termasuk terpenuhinya segala kebutuhan hidup anak-anak mereka. Karena insting seorang ibu tercipta untuk melindungi dan menyayangi anak-anak mereka. Termasuk berharap anak mereka terpenuhi gizi agar tumbuh kembangnya berjalan dengan baik. Pun mendapatkan pakaian dan tempat tinggal yang layak. Sayangnya, saat ini tak semua ibu berada dalam kondisi ekonomi yang mampu untuk mewujudkan itu semua.

Kemiskinan mendera bagai tak berkesudahan. Bahkan, saking miskinnya sebagian masyarakat di negeri ini untuk bisa makan pun terasa sulit. Jangankan bisa memenuhi kebutuhan empat sehat lima sempurna dengan bergizi, bisa makan nasi sehari tiga kali saja sudah untung. Seperti yang di lansir oleh merdeka.com, bahwa Indonesia menduduki urutan ke-4 dunia dan kedua di Asia Tenggara dalam hal balita stunting. Pemerintah wajib melakukan evaluasi pembangunan keluarga agar persoalan ini teratasi.

"Butuh kerja keras dan serius untuk menurunkannya. Pemerintah harus mengevaluasi pembangunan keluarga karena hulu persoalan ada di sana. Bagaimana kita bisa mencetak SDM unggul jika stunting masih menghantui calon generasi bangsa," kata Anggota Komisi IX DPR, Netty Prasetiyani Aher dalam keterangan pers, Minggu (20/12).
Inilah gambaran nasib masyarakat di negri zamrut khatulistiwa dengan sumberdaya alam yang melimpah ,namu. tidak adanya jaminan kesejahteraan bagi masyarakat.

Kemiskinan yang menjadi persoalan abadi di negeri ini pun tak luput dari sistem demokrasi- kapitalis yang menjadi aturan main negara. Negara tidak menjamin setiap individu mendapatkan hak hidup yang layak dengan terpenuhinya kebutuhan pokoknya, seperti sandang, pangan, dan papan maupun kebutuhan pokok masyarakat seperti, pendidikan, kesehatan dan keamanan. Sistem Demokrasi-kapitalis meniscayakan setiap individu saling sikut dengan segala cara untuk mendapatkan kenikmatan duniawi namun melupakan nurani. Para petinggi negeri berebut meraih kekuasaan, kekayaan dan popularitas diri dengan menanggalkan pengurusan hajat hidup rakyat. Rakyat pun hidup dalam garis kemiskinan walaupun tanah negeri ini memiliki garis kekayaan yang diciptakan oleh Allah SWT. Hampir seluruh kekayaan alam berpindah ke tangan kaum kapital. Alih-alih kekayaan negeri kembali kepada rakyat, justru untuk memperkaya pejabat dan para kroni.

Paradigma demokrasi-kapitalis tentu sangat berbeda dengan paradigma dalam sistem Islam. Jika berkaca pada saat Islam dijadikan sebagai sistem kehidupan dalam naungan Daulah Khilafah, sungguh masyarakat akan merasakan kesejahteraan, karena dalam islam penguasa berkewajiban memenuhi segala kebutuhan hajat rakyatnya dengan baik.

Rasulullah SAW bersabda, yang artinya, “..Imam (Khalifah) raa’in (pengurus rakyat) dan dia bertanggungjawab terhadap rakyatnya” (HR Ahmad, Bukhari).  Artinya, di antara kepentingan hadirnya pemerintah dan negara adalah sebagai pengurus pemenuhan kebutuhan dasar setiap individu dan publik.  Baik pangan, air bersih, sandang, dan papan. Demikian pula dengan pendidikan,kesehatan dan keamanan yang dijamin oleh negara. Sehingga setiap individu masyarakat terjamin pemenuhannya secara ma’ruf (menyejahterakan).

Sistem Islam memiliki aturan yang khas, jelas dan sempurna dalam pengelolaan ekonomi. Negara Indonesia pun akan memiliki pemasukan yang sangat besar dari pemilikan umum (milkiyyah 'ammah). Yakni, dari pengelolaan hasil pertambangan, minyak bumi, gas alam, kehutanan dan lainnya. Peran negara adalah sebagai pengelola sumber daya alam dengan sebaik-baiknya dan memberikan hasilnya secara maksimal dalam memenuhi dan menjamin kebutuhan dasar rakyat. Maka, haram hukumnya menyerahkan atau menjual kepemilikan umum (termasuk barang tambang) kepada individu, swasta apalagi asing. Sehingga kebutuhan negara dan kebutuhan rakyat bisa tercukupi tanpa harus mengandalkan pajak dan utang.

Oleh karena itu sudah saatnya umat muslim kembali kepada sistem Islam dan hukum Alloh yang mampu menjamin manusia untuk hidup sejahtera di dunia dan selamat kelak diakhirat. Hal itu merupakan bagian janji Alloh dari konsekuensi umat manusia ketika mau taat kepada aturan sang kholik. Seperti yang telah Alloh janjikan dalam al-qur'an al-karim. Allah SWT berfirman:

وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." ( TQS al-a'raf: 96).

Karenanya, kembalinya kehidupan Islam, khilafah Islam  merupakan kunci solusi persoalan dan kebutuhan yang mendesak.  Lebih dari pada itu, Khilafah adalah ajaran Islam yang diwajibkan Allah SWT kepada kita semua. “Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul, apabila Dia menyerumu kepada sesuatu yangmemberi kehidupan kepadamu,..” (TQS Al Anfaal: 24). Allahu A’lam.

Post a Comment

Previous Post Next Post