Dinasti Politik Penuh Intrik


Oleh : Siti Fatimah
(Ibu Rumah Tangga dan Aktivis Dakwah)

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2020 semakin menunjukan penguatan dinasti politik. Berdasarkan hasil hitung cepat sejumlah Lembaga Survei dan Sistem Informasi dan Rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (Sirekap KPU), sederet kandidat yang terafiliasi dengan pejabat dan mantan pejabat, memenangi pesta politik lima tahunan tersebut.

Keluarga Presiden RI, Jokowi Widodo pun berada dalam deretan tersebut. Putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka yang berpasangan dengan Teguh Prakoso unggul telak atas pasangan Bagyo-Supardjo di Pilwakot Surakarta. Pasangan Gibran-Teguh mengantongi 87,15% suara berdasarkan hasil hitung cepat Charta Politika.

Begitupun dengan menantu Jokowi, Bobby Nasution yang berpasangan dengan Aulia Rahman unggul atas pasangan Akhyar Nasution-Salman Alfarisi di pilwakot Medan. Pasangan Bobby-Aulia mengantongi 55,29% suara berdasarkan hasil hitung cepat Charta Politika.

Kemenangan Gibran akan menjadikan Jokowi sebagai presiden pertama Indonesia yang memiliki anak menjabat sebagai kepala daerah. Catatan sejarah baru ini pun ditorehkan Jokowi hanya dalam waktu enam tahun kepemimpinannya. Namun Gibran menampik keikutsertaannya dalam Pilkada 2020 merupakan bagian dari dinasti politik. Hal ini lantaran menurutnya tak ada kewajiban masyarakat memilihnya. "Yang jelas, kalau ditanya dinasti politik, ya dinasti politiknya sebelah mana?" kata Gibran. (kompastv, 19/12/2020)

Namun, dugaan adanya dinasti politik ini selaras dengan pernyataan Abdil Mughis Mudhoffi, seorang peneliti post-dektoral di Institut Asia Universitas Melbourne. Dilansir dari bloomberg.com (8/12/2020), Abdil menyatakan bahwa jika mereka hanya warga negara biasa atau politikus biasa, tentu mereka tidak akan mendapatkan tiket itu dengan mudah. Keluarga Jokowi akan bergabung dengan klub dinasti politik lain yang ada dalam perebutan kekuasaan dan sumber daya. Politik Indonesia akan tetap sama atau bahkan memburuk karena dinasti dan nepotisme akan menjadi normal baru." terang Abdil.

Para kritikus kini mempertanyakan apakah Jokowi sedang mencoba membangun dinasti politiknya sendiri? Dan sejatinya, tanda tanya besar itu pun telah mendapatkan jawaban.

Terlihat jelas bahwa pemerintahan saat ini berbau dinasti politik, karena bisa jadi akan menurunkan setiap jabatan di sistem sekulerisme, yang tentu jauh dari kepemimpinan Islam.

Dalam kepemimpinan Islam, justru orang-orang dan para sahabat enggan dijadikan pemimpin. Mereka merasa takut karena itu adalah sebuah amanah yang akan di pertanggung jawabkan di hadapan Allah Swt. Jauh berbeda dengan penguasa saat ini. Para penguasa justru berlomba-lomba saling berebut demi sebuah jabatan. 

Hanya dengan sistem Islam  yang menerapkan syariat secara sempurna (kaffah), kesejahteraan menjadi hal yang niscaya. Dan penerapan syariat secara total hanya dapat dilaksanakan oleh sebuah negara Khilafah Islamiyyah.

Wallahu'alam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post