Raport Merah Dunia Pendidikan Negeri Pertiwi


Oleh: Nur Laily (Aktivis Muslimah)

Dunia pendidikan mengalami masalah yang luar biasa dikala pandemi virus Covid-19 melanda. Pembelajaran jarak jauh (PJJ) alih-alih mampu mengatasi masalah, justru menambah masalah bagi guru, siswa, bahkan orang tua. Raport merah pun mewarnai dunia pendidikan Indonesia.

Dilansir dari media online kompas.com, Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia ( FSGI) Retno Listyarti mengungkapkan alasan mengapa pihaknya memberikan nilai 55 untuk kebijakan pembelajaran jarak jauh ( PJJ) yang dikeluarkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ( Mendikbud) Nadiem Mukarim.

Penilaian tersebut dikeluarkan dalam rangka menyoroti kinerja Nadiem Makarim dalam setahun menjadi Mendikbud sejak dilantik 23 Oktober 2019 lalu.

"Kami beri nilai 55 karena kami punya data-data survei dan memiliki perwakilan berbagai daerah yang guru-guru ini betul-betul pelaku lapangan dan berhubungan dengan orangtua murid," kata Retno di acara Rapor Merah 1 Tahun Pendidikan Mas Menteri Nadiem secara virtual, Minggu (25/10/2020).

Di satu sisi, kelebihan kebijakan PJJ adalah mencegah sekolah jadi klaster Covid-19 di masa pandemi ini. Hal tersebut patut diapresiasi karena Indonesia belum mampu mengendalikan pandemi Covid-19 hingga saat ini.

Apalagi ketika anak berkumpul dalam jumlah banyak di sekolah dan waktu yang cukup lama, kata Retno, maka risiko penularan Covid-19 menjadi tinggi.

Semua masalah yang terjadi dalam dunia pendidikan selama pandemi adalah akibat kebijakan yang lahir dari kecacatan sistemis. Namun, hingga saat ini tak kunjung menemukan solusi untuk menyelesaikannya. Pemerintah terkesan mendiamkan dan abai. Dunia pendidikan Indonesia kehilangan arah. Dunia pendidikan bergerak fokus menjalankan kebijakan tanpa kontrol dan tanpa melihat akibat dari setiap efek kebijakan yang dikeluarkannya.

Masalah muncul dan menggunung akibat PJJ yang prematur dan tidak terukur. Masalah tidak hanya ditimbulkan karena kelemahan personal menteri, tapi pemerintah juga setengah hati dalam mempersiapkan segala infrastruktur guna mendukung PJJ.  Akibatnya, polemik PJJ tak pernah selesai karena pemerintah tidak mengambil peran penuh dalam penyelenggaraannya.

Sebenarnya masalah kebijakan PJJ yang prematur dan tidak terukur bersumber dari penerapan sistem pendidikan sekuler yang tidak sungguh-sungguh berorientasi memberikan hak pendidikan pada generasi. Orientasi kapitalistik sangat dominan mengarahkan lahirnya kebijakan yang tidak adil. Tidak meriayah dan mengabaikan aspek mendasar pembentukan kepribadian generasi.

Inilah arah pendidikan yang dijalankan pemerintah lewat kebijakan Mendikbud, berupaya mengukuhkan lembaga pendidikan sebagai tempat pencetak pekerja bagi industri. Berusaha mencetak generasi buruh,bukan melahirkan generasi pemimpin. Sistem pendidikan dinilai untung rugi untuk menghidupkan bisnis korporasi. Sedangkan terpatri karakter sholih dan rabbani pada generasi hanya angan dan mimpi. Inilah rapor merah sistem pendidikan sekuler, menghasilkan banyak masalah dalam pendidikan yang tak kunjung usai.

Pemberian rapor merah terhadap kebijakan Mendikbud tidak akan memberi pengaruh apa-apa jika tidak dibarengi tuntutan mengubah sistem pendidikan sekuler saat ini. Sistem pendidikan negeri sudah selayaknya berganti. Sistem pendidikan Islam lah yang telah terbukti unggul mencetak generasi berkualitas.

Maka, mengganti sistem pendidikan sekuler dengan sistem pendidikan Islam merupakan suatu keharusan. Terbukti selama sistem pendidikan sekuler diterapkan, pendidikan hanya ditujukan untuk mendapat keuntungan materi. Proses mendidik generasi bukan untuk menjadikan mereka ilmuwan ataupun pakar dalam bidang pendidikan yang ditekuni, melainkan menjadi pekerja yang siap memenuhi tuntutan dunia industri.

Lalu bagaimana sistem pendidikan Islam mencetak generasi bangsa yang unggul? Sistem pendidikan islam tidak akan pernah hadir tanpa adanya daulah Islam (Khilafah). Karena Negara Khilafah akan bertanggung jawab penuh dalam menyelenggarakan pendidikan. Biaya pendidikan gratis penuh bagi seluruh rakyat. Negara tidak akan mengalami kerugian atas kebijakan menggratiskan seluruh penyelenggaraan dan fasilitas pendidikan karena pengelolaan keuangan dan pendapatan negara yang amanah.

Negara Khilafah akan menyediakan fasilitas dan infrastruktur pendidikan yang memadai seperti gedung-gedung sekolah, laboratorium, balai-balai penelitian, tak ketinggalan buku-buku pelajaran. Apalagi di masa pandemi begini, kebutuhan PJJ akan didukung penuh dan negara akan melakukan pengawalan dan evaluasi dalam setiap pembelajaran yang berlangsung.

Pada masa kepemimpinan Khalifah al-Muntashir Billah contohnya, berdiri Madrasah al-Muntashiriah di kota Baghdad. Setiap siswa menerima beasiswa berupa emas seharga satu dinar (4,25 gram emas). Kehidupan keseharian para siswa dijamin penuh oleh negara. Fasilitas sekolah disediakan perpustakaan beserta isinya, rumah sakit, bahkan pemandian.

Namun, masa kegemilangan Islam berubah menjadi masa kegelapan seiring runtuhnya Khilafah. Kini generasi muslim harus berjuang membangun kepribadian Islam di sekolah-sekolah yang berisi nilai-nilai dan hukum sekuler. Sungguh berat, karena peran negara yang abai dan minimnya fasilitas pendidikan.

Maka, tidak mudah mencetak generasi Islam dalam kondisi sekarang. Generasi kepribadian Islam kuat hanya didapat dengan keberadaan Khilafah. Masa depan generasi yang gemilang hanya dapat terwujud dalam negara Khilafah. Wallahu'alam bisa shawab. 

Post a Comment

Previous Post Next Post