Meniti Jalan Perubahan Melalui Demokrasi, Hanya Mengulang Kegagalan


Oleh : Siti Zulaehah 
Ibu Rumah Tangga Ideologis

Dunia hari ini dipimpin oleh sistem demokrasi. Sistem yang lahir dari asas sekularisme yang  memisahkan agama dari kehidupan. Sistem ini berawal dari kompromi antara para cendekiawan dan agamawan yang pada saat itu mengalami kemunduran. Di mana raja bertindak sewenang-wenang atas nama agama. 

Jargon pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat ini diharapkan dapat menghapus kesewenang-wenangan penguasa. Harapannya karena dipilih langsung oleh rakyat, penguasa dapat menjalankan kekuasaannya dengan baik sehingga kesejahteraan rakyat dapat terwujud.

Untuk menjadi penguasa dalam sistem demokrasi calon pemimpin harus menggunakan kendaraan partai sebagai sarana untuk memasuki gerbang kekuasaan. Dalam pemilihan ini baik partai sekuler maupun partai Islam bersaing memperebutkan suara rakyat. Beragam program pun ditawarkan untuk meraih simpati rakyat.

Di sisi sebagai kata depan bukan awalan) lain mahalnya biaya pemilihan dalam sistem demokrasi mengharuskan politikus bekerja sama dengan para pengusaha. Alhasil saat kekuasaan sudah di tangan individu atau partai yang semula memiliki idealisme yang tinggi akhirnya tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka tersandera oleh kepentingan para pengusungnya. Mahalnya biaya demokrasi ini juga berkolerasi terhadap peningkatan kasus korupsi di Indonesia. 

Dilansir dari Kompas.com - Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Giri Supradiono menyebutkan, korupsi politik di Indonesia terjadi salah satunya karena biaya politik yang mahal. Giri mengungkapkan dalam satu gelaran pilkada saja, seorang calon kepala daerah dapat menghabiskan biaya sebesar Rp.20 sampai Rp.100 miliar. 

"Menghadapi Pilkada serentak ini biaya penyelenggaraan triliunan, bahkan dari survei yang dilakukan Kemendagri atas kajian oleh Litbang KPK biaya yang dikeluarkan oleh seorang bupati atau wali kota rata-rata Rp 20 miliar sampai Rp 30 miliar," kata Giri dalam diskusi virtual yang digelar Rabu (22/7/20).

Demokrasi masih dianggap sebagai jalan kebangkitan bagi umat Islam. Demokrasi dianggap sebagai sistem yang dapat mewujudkan kesejahteraan bagi para jika dipimpin oleh orang yang tepat. Faktanya rakyat kerap kali kecewa dengan pilihannya sendiri. Berulang kali rakyat mengadakan pemilihan pemimpin namun hal itu tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan yang dicita-citakan demokrasi. 

Mereka tidak bisa membawa aspirasi suara rakyat yang telah memilihnya. Menjalankan pemerintahan dengan asas sekularisme menjadikan bangsa ini jauh dari keberkahan apalagi kesejahteraan. Jika sudah berulang kecewa dengan demokrasi, masihkah kita menggantungkan harapan dan perjuangan kita kepada sistem yang bobrok Ini? 

Lalu ke manakah kita mengayuhkan langkah perjuangan ini? Benarkah jalan kebangkitan Islam diraih dapat diraih melalui jalan demokrasi?

“Hanya keledai yang jatuh ke lubang yang sama dua kali", ungkapan ini sangat tepat menggambarkan situasi yang terjadi saat ini. 

Kegagalan-kegagalan yang diraih oleh partai Islam dalam mewujudkan kebangkitan Islam, harusnya menjadi sebuah pelajaran bahwa perubahan tidak semata dilakukan dengan mengganti atau merebut kekuasaan. Berdiri di atas landasan sekularisme menjadikan demokrasi sebagai sistem yang kufur dan bertentangan dengan Islam. Meletakan kedaulatan ada di tangan rakyat semakin menjauhkan sistem ini dari Islam.  

Menapaki jalan yang sama yang telah ditempuh oleh Rasulullah Saw dalam meraih kebangkitan adalah satu-satunya jalan mewujudkan kebangkitan itu. Meskipun jalan itu tidak mulus penuh onak dan duri, namun di ujung jalan ini telah menanti keberkahan yang luar biasa yang akan merahmati seluruh alam. 

Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam." (TQS. al-Anbiya: 107)

Rasulullah Saw mengawali jalan ini dengan membentuk kelompok dan membina para sahabat di darul Arqom bin Arqom atau dikenal dengan tahapan pembinaan. Beliau sendiri yang membina para sahabat sehingga memiliki syaksiyah islamiyah yang kokoh.

Tahapan kedua yaitu, tahap interaksi dengan umat atau dikenal tafaul ummat. Aktivitas ini dilakukan dengan cara menjelaskan kepada umat tentang pemikiran dan peraturan yang menyelisihi Islam, seraya menjelaskan keyakinan, pemikiran dan keindahan hukum-hukumnya, sehingga Islam menjadi opini di tengah-tengah masyarakat yang menginginkan perubahan. 

Aktivitas interaksi ini tidak hanya dilevel bawah, tetapi juga mengetuk para pemangku kekuasaan. Hingga akhirnya mereka meyakini hanya Islam lah yang dapat mengeluarkan mereka dari belenggu demokrasi kapitalisme. 

Dengan penuh ketakwaan, mereka ikhlas menyerahkan kekuasaannya kepada Islam. Karena mereka sudah meyakini hanya dengan Islamlah dapat terwujud kehidupan yang penuh berkah dari langit dan bumi. Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post