Cukupkah Boikot Produk Prancis?

Oleh: Ummu Zanki

Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok

 

Aksi boikot produk Prancis bergema di banyak negara. Tak hanya Timur Tengah, Indonesia sebagai negara mayoritas Muslim ikut serta. Alasan kaum Muslimin memboikot produk Prancis karena pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang dianggap menghina Islam. 

Adapun pernyataan Macron yang melukai hati kaum Muslim karena tidak tegas terhadap penerbitan ulang karikatur penghinaan Nabi SAW oleh Majalah  Satir Charlie Hebdo. Di hadapan  sekitar 400 tamu di Universitas Sorbone, seperti yang dilansir  joglosemar.com, dari Reuters, Rabu (2/10/20),  dengan dalih kebebasan berekspresi di negaranya, Macron malah menyatakan dirinya tidak akan mencegah penerbitan karikatur yang menghina dan melecehkan Nabi Muhammad SAW. 

Inilah salah satu pernyataan Macron yang membuat negeri-negeri kaum Muslim di seluruh dunia menyerukan untuk memboikot produk-produk Prancis dengan membagikan daftar merek produk Prancis yang harus dihindari oleh konsumen. Bahkan, seruan tagar #BoicotFranchProduct menggema dan viral di lini masa pengguna media sosial di negara-negera Arab seperti, Aljazair, Yordania, Kuait dan Qatar.

Dilansir dari Al-Jazeera, Rabu (28/10/20), setelah seruan boikot produk Prancis dari para penguasa dan asosiasi bisnis, sejumlah toko-toko ritel dan supermarket di berbagai negeri Muslim menarik produk-produk buatan Prancis. Semua produk Prancis dari makanan hingga produk kecantikan telah dihapus dari pusat perbelanjaan modern di Libia, Kuait, Qatar dan juga Mesir. Sementara itu protes seruan pemboikotan produk Prancis, berlangsung di Suriah, jalur Gaza, Turki, Pakistan dan Bangladesh.

Memang, kaum Muslimin harus menunjukkan kemarahannya kepada para penghina Rasulullah SAW. Aksi berupa kecaman dan boikot tentu suatu hal yang sangat baik dan sudah seharusnya dilakukan oleh kaum Muslim, namun sesungguhnya memboikot produk Prancis tidak akan menghentikan mereka dari menghina dan melecehkan Rasulullah SAW, bahkan tidak berpengaruh banyak terhadap ekonomi Prancis. 

Seperti yang diungkap pengamat ekonomi sekaligus dosen Perbanas, Pieter Abdullah, memastikan, boikot produk Prancis dari sisi investasi maupun ekspor-impor ini karena produk-produk Indonesia sendiri tidak banyak yang bisa menggantikan produk-produk Prancis yang sudah menjadi gaya hidup bagi masyarakat Indonesia. Jadi, boikot ini tidak akan berlangsung lama, hingga saat ini. Para penguasa Muslim tidak mampu berbuat banyak selain mengecam dan memboikot produk-produk Prancis yang mereka kira akan membuat negara penghina itu tidak mengulang perbuatannya.

Sebenarnya aksi berupa kecaman dan boikot produk Prancis serta memutuskan hubungan diplomatik dengan Prancis tidaklah cukup. Bagi kaum yang fobia Islam yang sudah akut seperti itu harus mendapatkan hukuman yang lebih keras lagi yaitu hukuman mati atau jihad. Terbukti, penghinaan demi penghinaan terus terjadi karena dampak dari  fobia Islam yang terus berkembang dari waktu ke waktu dan berulang kali kaum kafir penjajah menghina Islam, tapi tidak ada sanksi yang setegas itu.

Maka, solusi yang harus dilakukan kaum Muslimin agar masalah ini tuntas sampai ke akarnya yakni dengan memboikot sistem kapitalisme yang berazas sekularisme sebagai penyebab utama munculnya penghinaan terhadap Rasulullah SAW. Pemikiran sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) membuat manusia lancang menghina Rasulullah SAW dengan dalih kebebasan berpendapat. Atas dalih kebebasan inilah kaum kafir dengan leluasa terus menerus menghina Rasulullah SAW. 

Begitu juga, kaum Muslimin harus mencampakkan dan memboikot demokrasi sebagai anak kandung dari sekularisme. Karena sistem inilah yang membuat syariat Islam tidak  bisa tegak di muka bumi ini. Maka, kaum Muslim wajib berjuang menyatukan dunia Islam di bawah satu kesatuan politik kekuatan dunia Islam, yakni, khilafah 'ala minhajin nubuwwah. 

Negara khilafah akan memberikan pelajaran yang setimpal terhadap para penghina Rasulullah SAW. Sebagaimana pelajaran yang pernah dilakukan oleh Sultan Abdul Hamid II. Waktu itu, Sultan Abdul Hamid, mengancam serta menyerukan jihad fii sabilillah terhadap Prancis dan Inggris, jika mereka tetap membolehkan pertunjukkan drama Voltaire, yakni drama yang menghina Rasulullah SAW. Sultan Abdul Hamid memanggil diplomatik Prancis dan Inggris di Istanbul, kemudian memberikan ancaman. Hal itu membuat kedua negara tersebut ketakutan hingga menghentikan pemutaran drama penghinaan itu.

Di sinilah andil seorang pemimpin dalam sebuah negara yang akan mengayomi dan melindungi rakyatnya. Sang khalifahlah yang akan berperan dalam menyelesaikan masalah ini, karena pemimpin itu merupakan perisai dan pelindung rakyatnya. Sebagaimana  sabda Rasulullah SAW. “Sesungguhnya seorang imam atau pemimpin adalah perisai orang-orang berperang di belakangnya dan menjadikannya pelindung, maka jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah azza wa jalla dan berlaku adil baginya terdapat pahala dan jika ia memerintahkan yang selainnya maka ia harus bertanggung jawab atasnya’ (HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasai dan Ahmad).

Oleh karena itu, penghinaan terhadap Rasulullah SAW hanya mampu diselesaikan jika umat bersatu memboikot sekularisme, demokrasi sebagai biang kerok semua masalah yang menimpa kaum Muslimin dan tentunya seluruh negeri-negeri Muslim  harus bersatu dalam naungan khilafah Islamiyah. []


Post a Comment

Previous Post Next Post