UJIAN NASIONAL 2021 DI HAPUS, SOLUSIKAH?


By : Ratna Sari

Tahun 2020 akan menjadi tahun terakhir pelaksanaan ujian nasional (UN). UN pada tahun 2021 akan diganti dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter. Asesmen tersebut tidak dilakukan berdasarkan mata pelajaran atau penguasaan materi kurikulum seperti yang selama ini diterapkan dalam ujian nasional. Melainkan, melakukan pemetaan terhadap dua kompetensi minimum siswa, yakni dalam hal literasi dan numerasi.

"Literasi di sini bukan hanya kemampuan membaca, tetapi kemampuan menganalisis suatu bacaan, dan memahami konsep di balik tulisan tersebut,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim dalam Rapat Koordinasi Mendikbud dengan Kepala Dinas Pendidikan se-Indonesia di Jakarta, Rabu (11/12/2019).

Sedangkan kompetensi numerasi, lanjutnya, berarti kemampuan menganalisis menggunakan angka. Dua hal ini yang akan menyederhanakan asesmen kompetensi minimum yang akan dimulai tahun 2021.

“Jadi bukan berdasarkan mata pelajaran dan penguasaan materi. Ini kompetensi minimum atau kompetensi dasar yang dibutuhkan murid-murid untuk bisa belajar," tutur Mendikbud.

Menealah penghapusan UN 2021, meski tanpa Ujian Nasional sistem pendidikan masih banyak menimbulkan masalah. Di tiadakan Ujian Nasional tidak mengurangi simpul persoalan yang diciptakan di sistem pendidikan kapitalis. 

Sistem kapitalis demokrasi yang senang mengotak-atik peraturan yang di buat oleh manusia itu sendiri. Menimbulkan perselisihan dan kebingungan ditengah-tengah masyarakat. Seakan masyarakat paham bahwa sistem demokrasi yang diterapkan saat ini sudah biasa merevisi Undang-Undang, peraturan dan kurikulum jika tidak sesuai pesanan para kapitalis.

Demikian halnya yang terjadi saat ini. Pemerintah belum tuntas menyelesaikan dan mencari solusi agar terlepas dari pandemi covid-19 yang imbasnya ke seluruh aspek termasuk aspek pendidikan. 

Aspek pendidikan di sistem demokrasi sepertinya terbiasa dengan perubahan. Takayal masyarakat pun paham jika ganti menteri, pasti ganti kurikulum dan ganti kebijakan. Tidak konsistennya kurikulum dan tidak berpijaknya dengan kurikulum yang benar membuat bertambah ruyamlah permasalahan yang timbul. 

Banyak persoalan yang terjadi dan yang paling terdampak adalah siswa dan para pengajar. Para siswa seperti kelinci percobaan akibat dari ganti-ganti kurikulum dan kebijakan pendidikan. Seperti  kurikulum pendidikan di tahun 2013 yang dianggap tidak bisa memajukan sistem pendidikan.

Konsep Ujian Nasional yang sebelumnya:

1. Materi UN terlalu padat sehingga siswa dan guru cenderung menguji penguasaan konten, bukan kompetensi penalaran UN menjadi beban bagi siswa, guru, dan orangtua karena menjadi indikator keberhasilan siswa sebagai individu.


2. UN seharusnya berfungsi untuk pemetaan mutu sistem pendidikan nasional, bukan penilaian siswa. UN hanya menilai aspek kognitif dari hasil belajar, belum menyentuh karakter siswa secara menyeluruh. 

Konsep "Merdeka Belajar" kurikulum 2021: 

1. Tahun 2020, USBN akan diganti dengan ujian (asesmen) yang diselenggarakan hanya oleh sekolah. Ujian untuk menilai kompetensi siswa dapat dilakukan dalam bentuk tes tertulis dan/atau bentuk penilaian lain yang lebih komprehensif, seperti portofolio dan penugasan seperti tugas kelompok, karya tulis, dan lain sebagainya.


2. Guru dan sekolah lebih merdeka dalam menilai hasil belajar siswa.


3. Anggaran USBN dapat dialihkan untuk mengembangkan kapasitas guru dan sekolah guna meningkatkan kualitas pembelajaran.

Ini membuat para siswa kebingungan atas kebijakan yang dibuat. Para tenaga pengajar pun dituntut untuk menjalankan kebijakan kurikulum yang baru, sedangkan para pengajar tidak mendapatkan pelatihan guru secara optimal. 

Inilah permasalahan yang terjadi di aspek pendidikan akibat penerapan sistem demokrasi kapitalis yang di terapkan penguasa. 

Analisa akibat ganti-ganti kurikulum yang membuat tekor perekonomian. Mengapa tidak, ganti kurikulum juga harus ganti buku pelajaran. Ganti kurikulum harus juga ada pelatihan para pengajar yang banyak menghabiskan biaya. Padahal tujuan utama pendidikan bukan lah untuk ganti-ganti kurikulum.

Seharusnya fokus pada tujuan utama pendidikan dan menyelesaikan PR (Perkerjaan Rumah) pendidikan di Indonesia yaitu membenahi fasilitas pendidikan yang kurang memadai, sarana dan prasarana yang baik. Dan mirisnya bangunan sekolah-sekolah yang jauh dari perkotaan masih ada yang tidak layak untuk ditempati. Belum lagi tidak terbentuknya kepribadian yang baik para siswa mengakibatkan banyaknya kriminalitas dan pergaulan bebas yang dilakukan para siswa.

Dan ini membuktikan ganti-ganti kurikulum itu tidak berefek sama sekali dengan mutu kwalistas para siswa. Dan inilah jika sistem kapitalis demokrasi diterapkan. Akan merusak seluruh aspek kehidupan tanpa terkecuali pada aspek pendidikan.  Jika pendidikannya gagal membentuk karakter siswa yang baik. Bayangkan bagaimana masa depan bangsa kita.

Saatnya perubahan secara menyeluruh dari segala aspek dengan penerapan sistem islam.

Tujuan Pendidikan dalam Islam
Pendidikan dalam Islam adalah upaya sadar, terstruktur, terprogram, dan sistematis dalam rangka membentuk manusia yang memiliki: (1) Kepribadian Islam; (2) Menguasai pemikiran Islam dengan handal; (3) Menguasai ilmu-ilmu terapan (pengetahuan, ilmu, dan teknologi/PITEK); (4) Memiliki ketrampilan yang tepat guna dan berdaya guna.

Pembentukan kepribadian Islam harus dilakukan pada semua jenjang pendidikan yang sesuai dengan proporsinya melalui berbagai pendekatan. Salah satu di antaranya adalah dengan menyampaikan pemikiran Islam kepada para siswa.

Pada tingkat TK-SD, materi kepribadian Islam yang diberikan adalah materi dasar karena mereka berada pada jenjang usia menuju balig. Artinya, mereka lebih banyak diberikan materi yang bersifat pengenalan keimanan. Barulah setelah mencapai usia balig yaitu SMP, SMU, dan PT, materi yang diberikan bersifat lanjutan (pembentukan, peningkatan, dan pematangan).

Hal ini dimaksudkan untuk memelihara sekaligus meningkatkan keimanan serta keterikatannya dengan syariat islam. Indikatornya adalah bahwa anak didik dengan kesadaran yang dimilikinya telah berhasil melaksanakan seluruh kewajiban dan mampu menghindari segala tindak kemaksiatan kepada Allah Swt..

Tsaqâfah Islam
Tsaqâfah (pemikiran) Islam adalah ilmu-ilmu yang dikembangkan berdasarkan akidah Islam yang sekaligus menjadi sumber peradaban Islam. Muatan inti yang kedua ini diberikan pada seluruh jenjang pendidikan sesuai dengan proporsi yang telah ditetapkan.

Pemberian materi tsaqâfah Islam sebagaimana dikemukakan di atas diberikan secara bertahap sesuai dengan kemampuan dan daya serap peserta didik dari TK sampai PT.

Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum dibangun berlandaskan akidah Islam, sehingga setiap pelajaran dan metodologinya disusun selaras dengan asas itu. Konsekuensinya, waktu pelajaran untuk memahami tsaqâfah Islam dan nilai-nilai yang terdapat di dalamnya, mendapat porsi yang besar, tentu saja harus disesuaikan dengan waktu bagi ilmu-ilmu lainnya.

Ilmu-ilmu terapan diajarkan sesuai dengan tingkat kebutuhan dan tidak terikat dengan jenjang pendidikan tertentu (formal). Di tingkat perguruan tinggi, kebudayaan asing dapat disampaikan secara utuh. Misalnya, materi tentang ideologi sosialisme-komunisme atau kapitalisme-sekularisme dapat disampaikan kepada kaum Muslim setelah mereka memahami Islam secara utuh.

Materi ideologi selain Islam dan konsepsi-konsepsi lainnya disampaikan bukan bertujuan untuk dilaksanakan, melainkan untuk dijelaskan cacat-celanya dan ketidaksesuaiannya dengan fitrah manusia.

Secara struktural, kurikulum pendidikan Islam dijabarkan dalam tiga komponen materi pendidikan utama, yang sekaligus menjadi karakteristiknya, yaitu: (1) pembentukan kepribadian Islami); (2) penguasaan tsaqâfah Islam; (3) penguasaan ilmu kehidupan (PITEK, keahlian, dan keterampilan).

Guru dan Evaluasi Pendidikan Islam
Dalam proses pendidikan, keberadaan peranan guru menjadi sangat penting; bukan saja sebagai penyampai materi pelajaran (transfer of knowledge), tetapi sebagai pembimbing dalam memberikan keteladanan (uswah) yang baik (transfer of values).

Guru harus memiliki kekuatan akhlak yang baik agar menjadi panutan sekaligus profesional. Agar profesional, guru harus mendapatkan: (a) pengayaan guru dari sisi metodologi; (b) sarana dan prasarana yang memadai; (c) jaminan kesejahteraan sebagai tenaga profesional.

Negara Sebagai Penyelenggara
Dalam Islam, negaralah yang berkewajiban untuk mengatur segala aspek yang berkenaan dengan sistem pendidikan yang diterapkan. Bukan hanya persoalan yang berkaitan dengan kurikulum, akreditasi sekolah/PT, metode pengajaran, dan bahan-bahan ajarnya, tetapi juga mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh rakyat secara mudah.

Rasulullah saw. bersabda,

«Ø§Ù„Ø¥ِÙ…َامُ رَاعٍ ÙˆَÙ‡ُÙˆَ Ù…َسْؤُÙˆْÙ„ٌ عَÙ†ْ رَعِÙŠَّتِÙ‡ِ»

“Seorang imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Dana, Sarana, dan Prasarana
Setiap kegiatan pendidikan harus dilengkapi dengan sarana-sarana fisik yang mendorong terlaksananya program dan kegiatan tersebut sesuai dengan kreativitas, daya cipta, dan kebutuhan.

Sarana itu dapat berupa buku-buku pelajaran, sekolah/kampus, asrama siswa, perpustakaan, laboratorium, toko-toko buku, ruang seminar-audiotorium tempat dilakukan aktivitas diskusi, majalah, surat kabar, radio, televisi, kaset, komputer, internet, dan lain sebagainya.

Dengan demikian, majunya sarana-sarana pendidikan dalam kerangka untuk mencerdaskan umat menjadi kewajiban negara untuk menyediakannya.

Negara harus terjun langsung sebagai penyelenggra pendidikan dengan:

1. Membangun banyak perpustakaan umum, laboratorium, dan sarana umum lainnya di luar yang dimiliki sekolah dan PT untuk memudahkan para siswa melakukan kegiatan penelitian dalam berbagai bidang ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu umum.

2. Mendorong pendirian toko-toko buku dan perpustakaan pribadi. Negara juga menyediakan asrama, pelayanan kesehatan siswa, perpustakaan, laboratorium sekolah, beasiswa bulanan yang mencukupi kebutuhan siswa sehari-hari. Keseluruhan itu dimaksudkan agar perhatian para siswa tercurah pada ilmu pengetahuan yang digelutinya sehingga terdorong untuk mengembangkan kreativitas dan daya ciptanya.

3. Mendorong para pemilik toko buku untuk memiliki ruangan khusus pengkajian dan diskusi yang dipandu oleh seorang alim/ilmuwan; mendorong para pemilik perpustakaan pribadi didorong memiliki buku-buku terbaru, mengikuti diskusi karya para ulama dan hasil penelitian ilmiah cendekiawan.

4. Menyediakan sarana pendidikan lain, seperti radio, televisi, surat kabar, majalah, dan penerbitan yang dapat dimanfaatkan siapa saja tanpa musti ada izin negara.

5. Mengizinkan masyarakat untuk menerbitkan buku, surat kabar, majalah, mengudarakan radio dan televisi—walaupun tidak berbahasa Arab, tetapi siaran radio dan televisi negara harus berbahasa Arab.

6. Melarang jual-beli dan ekspor-impor buku, majalah, surat kabar yang memuat bacaan dan gambar yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam; termasuk melarang acara televisi, radio, dan bioskop yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

7. Menjatuhkan sanksi kepada orang atau sekelompok orang yang mengarang suatu tulisan yang bertentangan dengan Islam lalu dimuat di surat kabar dan majalah.

8. Melarang seluruh surat kabar dan majalah, pemancar radio dan televisi yang sifatnya rutin milik orang asing beredar dalam wilayah Khilafah Islamiyah. Hanya saja, buku-buku ilmiah yang berasal dari luar negeri dapat beredar setelah diyakini di dalamnya tidak membawa pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan Islam.

Berdasarkan sirah Nabi saw. dan tarikh Daulah Khilafah Islam (Al-Baghdadi, 1996), negara memberikan jaminan pendidikan secara gratis dan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh warga negara untuk melanjutkan pendidikan ke tahapan yang lebih tinggi dengan fasilitas (sarana dan prasarana) yang disediakan negara.

Kesejahteraan dan gaji para pendidik sangat diperhatikan dan merupakan beban negara yang diambil dari kas baitulmal. Sistem pendidikan bebas biaya tersebut didasarkan pada ijmak Sahabat yang memberikan gaji kepada para pendidik dari baitulmal dengan jumlah tertentu.

Contoh praktisnya adalah Madrasah al-Muntashiriah yang didirikan Khalifah al-Muntahsir Billah di kota Baghdad. Di sekolah ini, setiap siswa menerima beasiswa berupa emas seharga satu dinar (4,25 gram emas). Kehidupan keseharian mereka dijamin sepenuhnya oleh negara. Fasilitas sekolah disediakan seperti perpustakaan beserta isinya, rumah sakit, dan pemandian.

Begitu pula dengan Madrasah an-Nuriah di Damaskus yang didirikan pada abad 6 H oleh Khalifah Sultan Nuruddin Muhammad Zanky. Di sekolah ini terdapat fasilitas lain seperti asrama siswa, perumahan staf pengajar, tempat peristirahatan, para pelayan, serta ruangan besar untuk ceramah dan diskusi.

Post a Comment

Previous Post Next Post