Hadirkan Negara Hadapi DBD di Tengah Pandemi


Oleh : Listy Amiqoh
(Pendidik dan Ibu Rumah Tangga)

Kasus positif virus Corona atau Covid-19 di Indonesia pertama kali diumumkan oleh Presiden Joko Widodo pada Senin 2 Maret 2020. Sejak hari itu, jumlah kasus positif Corona makin hari kian bertambah. Ada pasien yang meninggal dunia, banyak juga yang dinyatakan negatif dan akhirnya sembuh. Hal ini menunjukkan bahwa pandemi Covid-19 belum ada tanda-tanda akan segera usai. Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mengatakan bahwa jumlah kasus positif Corona di Indonesia mengalami penambahan 3.861 kasus baru per tanggal 10 September 2020. 

Namun, perlu diketahui selain wabah Corona, Indonesia juga menghadapi wabah Demam Berdarah Dengue (DBD). Penderita DBD terus meningkat sejak Februari lalu. Kementerian Kesehatan RI mencatat jumlah kasus penyakit DBD di Indonesia mencapai 71.633 kasus per Juli 2020. Lima provinsi di Indonesia dengan kasus terbanyak adalah Jawa Barat, Bali, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, dan Lampung. (jateng.antaranews.com)

Dilansir dari laman Visi.News, di tengah wabah Covid-19, perkumpulan penempuh rimba pemanjat tebing Zona Bigade Rimba (Zabra) tidak melupakan ancaman penyakit demam berdarah dengue (DBD). Begitu ada warga yang positif terkena DBD, Zabra bergerak melakukan fogging di wilayah Kampung Sindangsari, Desa Cileunyi Wetan, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Jajaran anggota Zabra bersama Pemerintah Desa Cileunyi Wetan bekerja sama untuk melakukan pengasapan di seluruh area kampung Sindangsari. Sebab, di wilayah ini ada satu anak yang dinyatakan positif DBD.

Saat ini diperlukan berbagai upaya untuk mencegah lonjakan kasus DBD. Seperti penyakit-penyakit lainnya, cara terbaik mengatasi DBD adalah dengan mencegah penyebarannya. Ini dapat dilakukan jika masyarakat bersama-sama dengan lingkungannya menjaga kebersihan wilayah tinggal. Yang utama adalah kebersihan rumah, seperti dengan membersihkan saluran air dan tempat penyimpanan air. Dengan begitu, jentik nyamuk penyebar virus DBD dapat dimatikan dan dampak bahaya penyakit ini dapat dikurangi.

Kementerian Kesehatan RI mengedepankan kemandirian masyarakat melalui “Gerakan satu rumah satu juru pemantau jentik (Jumantik)." Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dilakukan dengan cara 3M, yaitu menguras tempat penampungan air, menutup tempat penampungan air, dan melakukan daur ulang barang-barang bekas. Karena masih ada pandemi Covid-19, semua upaya dilakukan dengan tetap mematuhi protokol kesehatan yang berlaku. Upaya pencegahan juga dilakukan Kementerian Kesehatan RI dengan mengimbau pengelola tempat wisata dan pemilik penginapan untuk memberi disinfeksi.

Kita semua harus menyadari bahwa saat ini merupakan masa yang sulit, khususnya jika terkait dengan kesehatan. Di saat terjadi pandemi yang belum surut kasusnya, ditambah kasus DBD sejak bulan Januari Hingga bulan Juli 2020 mencapai Angka 71.633, 459 orang diantaranya meninggal dunia. Tentunya sangat penting untuk menjaga kesehatan diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Karenanya, tindakan pencegahan yang bisa kita lakukan untuk tetap sehat pun harus menjadi prioritas. 

Banyak kalangan yang peduli terhadap kasus DBD ini termasuk komunitas Zabra yang segera melakukan pencegahan untuk menanggulangi penyebaran DBD di daerah Cileunyi Kabupaten Bandung. Begitu pun dengan daerah lain di Nusantara. Namun demikian tetap dibutuhkan peran negara, karena bagaimanapun yang bertanggungjawab terhadap kesehatan rakyat itu adalah negara. Negara seyogyanya menyediakan fasilitas kesehatan secara gratis. Mulai dari upaya di hulu berupa pencegahan. Dengan proses edukasi masif bagi masyarakat untuk memiliki kesadaran menjalani pola hidup dan menjaga lingkungan tetap sehat. Juga upaya-upaya praktis semisal memfasilitasi pemberantasan sumber wabah penyakit.

Namun pada faktanya yang terjadi pada sistem kapitalisme saat ini cenderung abai. Sehingga komunitas-komunitas di masyarakat (semisal Zabra) melakukan upaya mandiri untuk proses edukasi dan pencegahan penyakit. Padahal daya jangkau mereka itu tentu sangat terbatas dan tak meluas. Negara yang memiliki kewenangan disertai tentunya sumber pendanaan yang kuat akan lebih efektif dan efisien atasi berbagai masalah. Begitupun dengan upaya di hilir, jika negara hadir dengan memberikan segala fasilitas, kewenangan dan kekuatan yang dimilikinya tentu bukan perkara sulit dalam menjangkau dan menyelesaikan seluruh problem kesehatan rakyat. Namun sangat disayangkan karena landasan berpikirnya condong pada kapitalis, saat ini pelayanan kesehatan  diserahkan kepada pihak swasta melalui lembaga-lembaga seperti  BPJS. Jaminan kesehatan tersebut sebetulnya bukan jaminan kesehatan dari negara kepada rakyat akan tetapi faktanya adalah asuransi sosial. Rakyat membiayai sendiri kebutuhan kesehatannya dengan harus membayar iuran tiap bulan dengan tarif yang berbeda-beda sesuai kelas pelayanan.

Padahal sungguh kesehatan merupakan hal yang teramat penting. Bahkan sebagai agama paripurna Islam memiliki pandangan sendiri terkait perkara ini. Islam menganjurkan umatnya untuk hidup sehat. Syariat Islam sangat concern terhadap kebersihan dan sanitasi seperti dibahas dalam hukum-hukum thaharah. Kebijakan kesehatan dalam sistem Islam juga diarahkan bagi terciptanya lingkungan yang sehat dan kondusif. Tata kota dan perencanaan ruang dilaksanakan dengan senantiasa memperhatikan kesehatan, sanitasi, drainase, keasrian dan sebagainya. Hal itu sudah diisyaratkan dalam berbagai hadis:
“Sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai keindahan, Maha Bersih dan mencintai kebersihan. Maha Mulia dan mencintai kemuliaan. Karena itu bersihkanlah rumah dan halaman kalian dan janganlah kalian menyerupai orang-orang Yahudi." (HR. At Tirmidzi dan Abu Ya’la)

Hadis di atas mengisyaratkan pengaturan pengelolaan sampah dan limbah yang baik, tata kelola sanitasi lingkungan yang memenuhi standar kesehatan dan pengelolaan tata kota yang higienis, nyaman sekaligus asri. Karena salah satu faktor penyebab terjadinya penularan DBD adalah lingkungan yang kurang sehat yang dapat meningkatkan kepadatan nyamuk Aedes Aegypti.

Sebagaimana diketahui bahwa Islam bukan sekedar agama ritual belaka, melainkan sebuah sistem yang mengatur kehidupan manusia secara total. Sistem Islam menjamin manusia untuk bisa menggapai kebahagiaan dunia hingga akhirat. Dalam hal ini termasuk bagaimana Islam memiliki kebijakan terhadap jaminan pelayanan kesehatan terhadap rakyat. Tentu saja perspektif Islam ini sangat bertolak belakang dengan sistem kapitalisme ataupun yang lainya. Pada intinya dalam ajaran Islam, negara memastikan biaya kesehatan untuk rakyatnya adalah gratis, tidak berbayar. Islam tidak pernah melihat bahwa persoalan pengobatan dilihat dari sisi bisnis. Seluruh persoalan kesehatan rakyat dijamin oleh negara, tanpa rakyat mengganti bayaran sepeser pun. Sistem hukum ini telah sangat jelas dalam sumber hukum Islam juga pengalaman implementasi pada era Rasulullah saw. hingga masa kekhilafahan yang berlangsung selama hampir 13 abad.

Pemerintah bertanggung jawab untuk menjunjung tinggi hak atas kesehatan bagi seluruh masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup yang sehat agar terwujudnya  derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, dan hal ini juga yang menjadi tanggung jawab negara demi terwujudnya hak fundamental dalam bidang kesehatan. Tentu saja syaratnya adalah sistem Islam ini harus diterapkan secara kaffah dalam kepemimpinan Islam. Secara akidah bahwa sistem Islam ini bersumber dari Pencipta Semesta ini, Allah Swt pasti sebagai solusi atas seluruh aspek kehidupan.
Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post