DILEMA PILKADA DITENGAH COVID-19


Oleh : Rani Lamadani

Peyeleggaraan Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) di Indonesia akan dilaksanakan ditengah pendemi COVID-19 sekarang ini menjadi dilema. Demikian juga yang dirasakan di Maluku Utara (MALUT). Di karenakan, masalah kesehatan dan risiko peyebaran virus corona yang terus meningkat. 

Sejumlah kalangan khawatir jika Pilkada serentak tetap dilanjutkan, Covid-19 semakin tak bisa dikendalikan. Sebab Pesta demokrasi sangat berpotensi menjadi wahana penyebaran dan penularan wabah. Akan ada banyak kerumunan dan potensi meningkatnya massa selama tahapan dan penyelenggaraan Pilkada. 

Direktur Rumah Sakit Daerah dr Chasan Boesoirie Ternate, dr Samsul Bahri menilai, pesta demokrasi di Malut tahun ini memang sangat berpotensi penularan Covid-19, walaupun sudah dilakukan tahapan-tahapan sosialisasi peyelenggaraan kepada masyarakat(03/09/2020). 

Ketua Bawaslu Maluku Utara (MALUT), Muksin Amrin pada kegiatan Rapat Koordinasi (Rakor) menjelaskan,  kesiapan Pilkada 9 Desember 2020 di Malut pada aspek sosial ada tiga daerah di Malut yang tergolong dalam kerawanan tinggi. Selain itu, ada lima daerah yang masuk dalam kelompok rawan sedang pada infrastruktur, serta 1 daerah dengan potensi rawan tinggi aspek COVID-19 yang berada di Kota Ternate (09/07/2020 rri.co.id.). Dan Tiga wilayah yang rawan PILKADA adalah kota ternate, tidore dan halmahera selatan (Halsel).

Terdapat enam puluh lebih calon kepala daerah dinyatakan positif Covid-19. Hal ini terjadi karena sebagian besar bakal calon kepala daerah melanggar protokol kesehatan saat mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Diantaranya, Tiga bakal calon peserta Pilkada  di Maluku Utara dinyatakan positif terinfeksi virus corona (Covid-19). Mereka dinyatakan positif usai tes swab sebelum menjalani pemeriksaan kesehatan lanjutan. Disampaikan Ketua Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Provinsi Maluku Utara Dewi Mufidatul Ummah (10/09/2020  CNN Indonesia). Yang terkonfirmasi positif di antaranya Ternate 1 orang, Halmaher Timur 1 orang dan Halmahera Selatan 1 orang. 

Wacana penundaan pilkada pernah dibahas oleh pemerintah, KPU, dan DPR. Namun, kata Mahfud, diputuskan pilkada tetap digelar 9 Desember 2020.

Ada dua alasan. Pertama, pemerintah dan DPR tidak mau 270 daerah di Indonesia serentak dipimpin oleh pelaksana tugas. Kedua, jika ditunda karena Covid-19, tidak ada kepastian sampai kapan Covid-19 berhenti dan tidak lagi berbahaya. Karena sampai hari ini, angka positif Covid-19 masih terus menanjak (beritasatu.com, 14/9/2020).

Pertimbangan-pertimbangan ini cenderung mengesampingkan kesehatan dan keselamatan nyawa manusia. Demokrasi hanya mementingkan kekuasaan dan acuh terhadap penanggulangan pandemi yang sudah menyebabkan kematian ribuan orang. Angka kematian hanya dianggap sebagai angka statistik.

Berbeda dengan sistem pemerintahan Islam. Islam menghargai nyawa manusia. Allah SWT berfirman, “…Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya…” (QS al-Maidah [5]: 32)

Dalam sistem pemerintahan Islam, negeri yang diperintahnya dibagi dalam beberapa bagian dan setiap bagian disebut wilayah (provinsi). Setiap provinsi dibagi dalam beberapa bagian dan setiap bagian disebut imalah (karesidenan). Pemimpin wilayah (provinsi) disebut wali (gubernur). Pemimpin imalah disebut amil atau hakim.
Wali adalah orang yang diangkat oleh Khalifah sebagai penguasa (pejabat pemerintah) untuk suatu wilayah (provinsi) serta menjadi amir (pemimpin) wilayah itu. Wali harus memenuhi syarat-syarat sebagai penguasa, yaitu harus seorang laki-laki, merdeka, muslim, balig, berakal, adil dan mampu. Jabatan wali memerlukan adanya pengangkatan dari Khalifah.

Adapun pemberhentian wali adalah hak Khalifah jika Khalifah memandang perlu untuk memberhentikannya atau jika penduduk wilayah itu mengadukan walinya. Suasana keimanan yang ada dalam sistem Islam menjadikan penyelenggaraan aparatur negara Islam dapat berjalan dengan amanah. Kinerja pemimpin daerah akan senantiasa dikontrol Khalifah atau orang-orang yang ditunjuk Khalifah. Jadi, jika dibandingkan dengan sistem demokrasi, sistem Islam jauh lebih manusiawi karena mengutamakan keselamatan rakyat.

Nabi Muhammad Saw. bersabda, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari). Dalam Hadis lain, “Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll). Wallahu a’lam bish-shawwab. (21/09/2020 Mnews)

Post a Comment

Previous Post Next Post