The Good Looking itu Penting


Oleh: Jusniati Dahlan
(Aktivis Dakwah Kampus dan Anggota AMK)

Disaat para ulama dan pengemban dakwah tengah gencar memakmurkan masjid, lalu disaat yang sama pula remaja tengah euforia masuk ke pesantren. Hingga gelombang hijrah melanda berbagai lapisan masyarakat, yang selanjutnya bermunculan dai berparas good looking.

Fakhrul Razi melalui Kemenag (Kementerian Agama), malah mengeluarkan pernyataan yang telah melukai hati kaum muslimin. Kemenag menyatakan bahwa, radikalisme dapat masuk melalui anak yang berparas good looking. Menguasai bahasa arab, hafiz (baca: hafal qur'an), hingga mereka masuk ke masjid dan menyebarkan pemikiran Islam. 

Pemerintahan pun menginstruksikan untuk tidak menerima peserta yang memiliki pemikiran atau ide yang mendukung paham khilafah, sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS). Hal ini disampaikan oleh Fachrul dalam webinar Strategi Menangkal Radikalisme Pada Aparatur Sipil Negara di kanal youtube Kemenpan RB, Rabu (cnn.indonesia 02/09/2020).

Dilansir dihalaman yang sama, Fachrul Razi berencana akan menerapkan program sertifikasi penceramah bagi semua agama mulai bulan ini. Ia menyatakan pada tahap awal bakal ada 8.200 orang akan mendapatkan sertifikasi penceramah. Menyadari bila paham khilafah sendiri tidak dilarang dalam regulasi di Indonesia. Namun, ia menyatakan lebih baik penyebaran paham tersebut diwaspadai penyebarannya di tengah-tengah masyarakat.

Sontak pernyataan ini direspon oleh banyak kalangan. Salah satunya  datang dari Wakil Ketua MUI (Majelis Ulama Indonesia) Muhyiddin Junaidi yang menyatakan bahwa, apa yang disampaikan Kemenag adalah hal yang melukai hati umat Islam. Muhyiddin bahkan menyarankan agar Kemenag lebih banyak membaca literatur yang benar terkait dengan ajaran Islam, agar tidak salah paham. (detik.news, 04/09/2020).

Penyatakan bahwa khilafah bukan ide yang dilarang, tetapi ironisnya pelakunya dilarang menjadi ASN, yang kemudian dicap radikal dan dicekoki dengan Islam versi rezim melalui dai bersertifikat. Semua ini menegaskan kebijakan  Kemenag makin ngawur.

Isu radikalisme terus saja digoreng tanpa tujuan yang mendasar, apa-apa radikal, apa-apa teroris, dan selalu  saja menjurus kepada Islam. Sebagai leading sektor penanganan radikalisme agama, Kemenag makin nampak menyerang Islam dan memojokkan pemeluk Islam yang taat syariat.

Padahal, jika kita kembali pada makna radikal yang sebenarnya. Radikal berasal dari kata radiks, yang artinya akar. Jadi, Islam radikal adalah Islam yang mendalam sampai ke akar-akarnya. Bukannya seorang muslim memang patut mengetahui Islam mulai dari akar sampai daunnya? alias berislam secara kafah? menegaskan agenda deradikalisasi hanya kedok menghambat kembali tegaknya Islam dalam naungan khilafah.

Aneh bin ajaib ketika cap radikal dilabeli kepada pemuda yang memilki paras rupawan alias good looking, sebuah kedangkalan dalam bernalar. Seolah Kemenag tidak pernah mengeyam  pendidikan, seorang intelektual tidak sepantasnya asal bicara, seenak hatinya seolah tidak pernah mengenyam dunia pendidikan. 

Syariat Islam akan membawa kedamaian, bukan ancaman. Kewajiban yang dibebankan kepada pemuda muslim untuk memahami agamanya dari akar-akarnya, wajib menjadi fokus utama sebagai intelektual.  Agar tidak menjadi pemuda muslim yang latah, mudah dibodoh-bodohi apalagi sampai termakan narasi busuk penuh hawa napsu. Bahkan sampai mengatakan khilafah adalah ancaman, padahal dalam banyak dalil telah menjelaskan terkait kewajibannya. 

Hari ini, pemerintah malah sibuk melayangkan pernyataan yang tidak berdalih, yang justru akan menggiring umat pada opini receh yang  membabi buta seolah menampakkan kebencian terhadap Islam. Umat Islam yang menjadi mayoritas di negeri ini justru makin tergusur, difitnah dari berbagai penjuru, ulama dikriminalisasi, ajaran agama dilecehkan. Tidak salah lagi, jika rezim hari ini terjangkit islamofobia.

Fenomena berbondong-bondongnya kaum muda untuk mendalami Islam, mengkaji dan  mendakwahkannya. Hal ini nampaknya membuat rezim ketakutan terbirit-birit akan bangkitnya Islam sebagai sebuah institusi peradaban baru, yang akan menyingkirkan segala  kezaliman dan kesewenang-wenangan penguasa.

Radikalisme selalu saja dikaitkan dengan  semangat umat Islam yang ingin mendalami agamanya, mereka yang ingin menerapkan Islam kafah melalui tegaknya khilafah. Padahal keinginan ini adalah refleksi keimanan seorang hamba kepda RabbNya. Keinginan untuk menjadi sebaik-baiknya manusia yang menjalankan seluruh kewajiban dan menjauhi larangannya.
 
Tidak heran jika rezim selalu menjadikan radikalisme sebagai bahan untuk memojokan umat Islam dan ajarannya. Tidak dapat dipungkiri, hari ini giroh umat Islam semakin kuat  untuk taat kepada seluruh aturan Allah melalui tegaknya khilafah. Terbukti dengan fakta sejarah bahwa Islam dan khilafah memiliki hubungan dengan negeri ini. Hal tersebut telah membuat kerinduan akan tegaknya kembali pemerintahan Islam, yakni khilafah kian membuncah di dada umat Islam.
Sejatinya permasalahan pelik di negeri ini  bukan karena radikalisme apalagi anak good looking. Tetapi karena negeri ini menganut sistem kapitalisme. Meski umat muslim menjadi mayoritas, hal tersebut tidak menjamin kebebasan  umat menjalankan syariat Islam secara kafah. Maka sudah seharusnya kaum muslimin kembali kepada sistem hidup yang sesuai dengan fitrahnya, yakni khilafah rasyidah.

Wallahu a’lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post