Derasnya Isu Radikalisme di tengah Pandemi


Oleh: Yasmin Ramadhan
(Komunitas Muslimah untuk Peradaban)

Pandemi belum berakhir. Kurvanya pun terus menanjak. Tak ada tanda-tanda melandai. Namun di tengah ancaman covid-19, pemerintah juga terus menebar teror lewat isu radikalisme.

Menpan RB mengadakan launching aplikasi ASN No Radikal. Melalui aplikasi ini, siapa saja bisa melaporkan ASN yang diduga berpemikiran radikal dengan melampirkan bukti postingannya di sosial media.

Tak kalah dramatisnya, Menteri Agama (Menag) yang menjadi salah satu pembicara di acara tersebut, melontarkan pernyataan yang kontroversi. Menag menuduh radikal kepada pemuda-pemuda yang good looking, bacaan Qur'annya bagus, pintar bahasa Arab dan hafiz Qur'an.

Selain itu, Menag juga mengungkapkan akan mengeluarkan sertifikat bagi penceramah. Kedua pernyataan kontroversi itu mengundang keresahan di masyarakat. Kegaduhan tak terelakkan. Para tokoh dan ulama menolak keras apa yang disampaikan oleh Menag. Hal ini membuat bimas Kemenag mengklarifikasi pernyataan Menag.

Ada beberapa preseden buruk dari arus radikalisme yang fokus digarap pemerintah. Pertama, menimbulkan rasa saling curiga di tengah masyarakat. Aplikasi ASN No Radikal ini mengijinkan semua orang melaporkan ASN yang diduga berpemikiran radikal. 

Bagaimana mungkin bisa mengadili sebuah ide. Apalagi hanya dilihat dari postingan di sosmed yang tak mencerminkan secara utuh pemikiran seseorang. Jelas akan menimbulkan keresahan dan rasa saling curiga. Bagaimana bisa diajak bersatu membangun negeri?

Kedua, berpotensi mematahkan semangat pemuda untuk jadi baik. Istilah good looking dengan ciri bacaan Qur'an bagus, pintar bahasa Arab dan hafiz Qur'an, namun diidentikkan dengan sosok radikal.

Hal ini akan membuat para pemuda enggan belajar Al-Qur'an karena khawatir terkategori radikal. Jika demikian adanya, tidakkah semakin rusak moral pemuda kita. Digempur budaya barat yang liberal dan hedonis. Narkoba, seks bebas, game online, aplikasi unfaedah, lifestyle ala Barat, sudah cukup parah merusak generasi. Krisis iman, krisis moral semakin akut dengan islamofobia yang disebar lewat isu radikal.

Ketiga, menggerus semangat para da'i untuk memperbaiki masyarakat dan mengoreksi penguasa. Sertifikasi penceramah telah mempersulit perintah langit yang tadinya mudah. Cukup tau satu ayat, maka wajib menyampaikan. Namun dengan sertifikasi penceramah, ada sejumlah konten pesanan pemerintah yang berpotensi membungkam tugas ulama untuk mengoreksi penguasa.

Isu radikalisme adalah rentetan dari isu terorisme yang tak laku. Kedua isu ini selalu menyudutkan ajaran Islam dan kaum muslimin sebagai tersangka. Terorisme membuat Amerika harus menyiapkan dana besar untuk menyerang negeri-negeri muslim. Namun hasilnya tak terlalu signifikan untuk dikatakan berhasil.

Beralihlah perang melawan terorisme ke radikalisme. Perang ini lebih soft dan cukup meminjam tangan-tangan penguasa negeri-negeri muslim. Gelontorkan dana, buatkan silabus juga juknis, jelas memudahkan si pelaksana.

Lembaga think tank AS, Rand Corporation telah mengkota-kotakkan umat muslim ke dalam empat kelompok. Rand juga memberikan rekomendasi bagi AS khususnya dan dunia umumnya dalam memperlakukan masing-masing kelompok. Diantara empat itu, ada kelompok fundamentalis atau radikal. Cirinya menolak demokrasi dan ingin menegakkan syariat dan khilafah.

Membaca hasil studi Rand Corporation, menjadi jelas bagi kita dari mana isu radikalisme ini bermula. Serta siapa yang dituduh sebagai kelompok radikal. Barat memang berkepentingan untuk menjegal kebangkitan Islam lewat tegaknya khilafah.

Ideologi kapitalisme yang saat ini diusung oleh Amerika, memberikan keuntungan materi yang tak berhingga pada Barat. Bahkan para penguasa negeri yang menjadi bonekanya pun mendapat remah-remah kekayaan dengan menguras potensi rakyat dan SDA. Menyisakan penderitaan tak bertepi dan kerusakan alam yang parah.

Islam sebagai ideologi adalah saingan berat bagi ideologi kapitalisme. Tahun 2004 NIC Corporation memprediksi bangkitnya khilafah. George Bush, pada pidatonya di tahun 2005 lalu, telah menyebutkan Khilafah sebagai ancaman bagi Barat.

Wajar jika Barat menganggap Khilafah sebuah ancaman. Khilafah yang menerapkan syariat Islam secara kaffah akan menjamin keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh manusia. Khilafah tak membuka ruang bagi jiwa-jiwa yang rakus dan tamak. Sifat itu justru tercela dalam Islam. Jelas tidak mungkin ada upaya menghalalkan segala cara demi meraup keuntungan pribadi dan golongan, sebagaimana praktek hidup sistem kapitalisme.

Aneh jika kita yang muslim justru termakan isu Barat. Padahal isu radikalisme ini sarat dengan kepentingan Barat mengamakan aset kekayaannya.
Sudah saatnya kita berjuang melawan dominasi kapitalisme. Dan mengembalikan umat muslim sebagai umat terbaik sebagaimana janji Allah. Bukan umat yang selalu tersudut dengan tuduhan radikal dan teroris sebagaimana yang dikehendaki oleh Barat. Wallahu a'lam []

Post a Comment

Previous Post Next Post