Apa yang Salah dengan “Good Looking”?


Oleh : Desi Anggraini
Pendidik Palembang

Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi menarik ucapannya terkait paham radikal masuk melalui orang berpenampilan menarik atau good looking dan memiliki kemampuan agama yang baik. MUI menilai pernyataan Fachrul itu sangat menyakitkan.
"Sejak jadi Menag, yang dijadikan kambinghitamkan adalah umat Islam. Ia sama sekali tak pernah menyinggung pengikut agama lain melakukan kerusakan bahkan menjadikan rumah ibadah sebagai tempat untuk mengkader para generasi anti-NKRI dan separatis radikalis yang jelas musuh bersama. Menag menghilangkan semua stigma negatif tentang umat Islam yang beramar makruf dan nahi munkar demi tegaknya keadilan dan kebenaran di negeri ini," tutur Muhyiddin.

Pernyataan Menag Fachrul Razi terkait strategi paham radikal masuk di lingkungan ASN dan masyarakat itu disampaikan di acara webinar bertajuk 'Strategi Menangkal Radikalisme Pada Aparatur Sipil Negara', yang disiarkan di YouTube KemenPAN-RB, Rabu (2/9). Awalnya Fachrul menjelaskan paham radikal di lingkungan ASN harus diwaspadai saat dia pertama kali masuk dan dengan cara apa dia masuk.

"Kalau kita bicara tentang radikalisme ASN, maka banyak tempat yang perlu kita waspadai, tempat pertama adalah pada saat dia masuk, kalau tidak kita seleksi dengan baik, khawatir kita benih-benih atau pemikiran-pemikiran radikal itu akan masuk ke pemikiran ASN," kata Fachrul mengawali diskusi.

Fachrul kemudian meminta KemenPAN-RB atau instansi lainnya yang berkaitan menyeleksi ASN harus betul-betul memperhatikan itu. Lalu, dia mengatakan ada kemungkinan radikalisme itu masuk dengan dua cara, yakni melalui lembaga pendidikan dan di rumah ibadah.

Selain melalui pendidikan, ada paham radikal yang masuk melalui rumah ibadah ASN atau di lingkungan masyarakat. Dia pun bercerita pernah mendeteksi adanya paham radikal di lingkungan kementerian, tapi dia tidak menyebut kementerian mana. 
( detikNewsBerita, Jumat, 04 Sep 2020 )

Apa yang Salah dengan “Good Looking”?
Ketika sebuah perbuatan dipermasalahkan, kemungkinannya bisa dua: Perbuatan tersebut memang salah, atau orang yang menilainya yang memiliki pandangan yang salah.
Apakah hafiz Alquran dan menguasai bahasa Arab dengan baik, serta gemar mendakwahkan syariat kafah sebuah kesalahan? Apakah mengajak orang meninggalkan maksiat dan bersegera bertaubat serta taat syariat adalah perbuatan yang dilarang?

Dakwah adalah perintah Allah. Menyerukan Islam kafah adalah kewajiban dari Allah. Keharaman riba, keharaman seks bebas, keharaman menjual harta umum milik rakyat, keharaman korupsi adalah aturan Allah.

Kewajiban salat dan zakat (QS Al-Baqarah: 43) , perintah menutup aurat (QS An-Nuur: 30-31), perintah berjihad (QS An-Nisaa: 84), perintah memerangi kemusyrikan, perintah mengusir penjajah, serta perintah menegakkan Khilafah (QS an-Nuur: 55) juga kewajiban yang berasal dari Allah.
Lalu, apa salahnya jika para penyeru risalah Allah ini menghiasi dirinya dengan sifat-sifat yang baik?

Jika ada pihak yang tidak suka kepada aktivitas kebaikan dalam rangka menjalankan kewajiban Allah Pencipta manusia, sebenarnya siapa yang salah?

Allah SWT mengingatkan kita dalam Alquran,

أَفَمَنْ يَعْلَمُ أَنَّمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ الْحَقُّ كَمَنْ هُوَ أَعْمَىٰ ۚ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ

“Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Rabb-mu itu benar sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran.” (QS al-Ra’d[13]:19)

Terkait ayat ini Imam Ibnu Katsîr menyatakan,

“Maka tidaklah sama orang yang meyakini kebenaran yang engkau bawa –wahai Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam – dengan orang yang buta, yang tidak mengetahui dan memahami kebaikan. Seandainya memahami, dia tidak mematuhinya, tidak memercayainya, dan tidak mengikutinya.” (Tafsir al-Qur’ânil ‘Azhîm, surah Ar-Ra’du[13]: 19).

Senada dengan Imam Ibnu Katsir, Imam as-Sa’di ketika menafsirkan QS al-Anbiya: 24 menyebutkan,

“Mereka tidak mengetahui kebenaran bukan karena kebenaran itu samar dan tidak jelas. Namun karena mereka berpaling darinya. Jika mereka tidak berpaling dan mau memperhatikannya, niscaya kebenaran menjadi jelas bagi mereka dari kebatilan, dengan kejelasan yang nyata dan gamblang.” (Tafsir Taisîr Karîmir Rahmân, surah al-Anbiyâ’[21]:24).

Kejelasan objek yang dipandang, dipengaruhi kacamata yang digunakan. Jika memakai kacamata kapitalis-liberalis-sekuler, maka akan menganggap buruk orang-orang yang menyerukan kebenaran Islam, dan akan memandang sebagai ancaman siapa pun yang mengajak untuk menerapkan syariat kafah karena tegaknya Islam di muka bumi akan menggantikan hegemoni mereka.

Karenanya, dengan berbagai macam cara mereka akan menjegal dan menghentikan perjuangan Islam.

Sebaliknya, orang-orang yang meyakini kewajiban menerapkan Islam secara sempurna dalam institusi Khilafah, akan menilai baik para pejuang ikhlas ini, akan memberikan dukungan, membelanya, bahkan ada juga yang ikut serta memperkuat barisannya.
Gelar apa pun yang diberikan orang terhadap aktivitas ketaatan yang dilakukan, tidak selayaknya menjadikan pengemban dakwah mundur dari medan perjuangan.

Dakwah yang dilakukan bukan karena kesempatan atau perizinan yang diberikan manusia, juga bukan disebabkan pujian yang diberikan. Namun semata memenuhi kewajiban yang telah dibebankan Allah SWT.

Sebagaimana firman- Nya dalam surah Ali Imran: 104,

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”

Karakter pejuang hakiki adalah istikamah dalam dakwah dan tidak ragu-ragu menempuh perjuangan sekalipun berbagai rintangan menghadang. Sifat mulia ini lahir dari keimanan yang kuat, sebagaimana disampaikan Allah dalam wahyu-Nya:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS Al-hujurat[49]: 15).Wallahu a'lam bish-shawwab

Post a Comment

Previous Post Next Post