Menanamkan Semangat Literasi Pada Reformasi Birokrasi Dalam Rangka Memperingati Hari Proklamasi

Oleh : Rina Devina

Kata Birokrasi berasal dari kata “bureau” yang berarti meja atau kantor, dan kata “kratia” (cratein) yang bermakna pemerintah. Jadi, menurut beberapa ahli, kata Birokrasi memiliki makna suatu sistem kontrol dalam sebuah organisasi yang dirancang berdasarkan berbagai aturan yang rasional dan sistematis serta bertujuan untuk mengkoordinasikan dan mengarahkan aktivitas-aktivitas kerja setiap individunya dalam rangka untuk menyelesaikan tugas-tugas administrasi berskala kecil maupun besar dalam sebuah organisasi pemerintahan.

Pengertian kata birokrasi yang lebih mendekati lagi berasal dari kata bureaucracy (berasal dari bahasa Inggris bureau ditambah kata cracy), yang berarti sebagai suatu organisasi yang memiliki rantai komando dengan bentuk piramida, di mana lebih banyak orang berada ditingkat bawah daripada di tingkat atas, dan biasanya ditemui pada instansi pemerintah yang sifatnya sipil maupun militer. Sistem birokrasi yang ada di Indonesia awalnya adalah peninggalan dari bangsa Eropa, khususnya negara Belanda.

Sistem birokrasi Indonesia terus mengalami perubahan, mulai dari masa Kolonial Belanda, Jepang, Masa awal kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru, dan terakhir Era Reformasi. Dari jaman ke jaman sistem birokrasi terus mengalami penyesuaian dan perkembangan sesuai dengan masanya dan perkembangan teknologi informasi juga tentunya. Konsep birokrasi yang awalnya bersifat konvensional, yaitu masih bersifat manual atau hanya berupa loket pelayanan biasa, maka kini mulai bergeser menjadi pelayanan berbasis teknologi, yaitu pelayanan berbasis online.

Perubahan pola pelayanan birokrasi ini semakin menemukan bentuknya yang ideal, yaitu secara online dipicu oleh perkembangan Teknologi Informasi, Reformasi Birokrasi dan juga dampak dari penyebaran Corona Virus yang lebih akrab kita sebut dengan COVID-19. Sejak Menpan RB mengeluarkan aturan untuk menyelenggarakan kebijakan Work From Home (WFH), praktis layanan berbasis online adalah solusi bagi pelayanan birokrasi masa kini kecuali pelayanan konvensional seperti pelayanan kesehatan yang harus tetap dilakukan secara langsung.

Konsep birokrasi yang berbasis online ini kemungkinan akan seterusnya menjadi model yang permanen karena dianggap paling sesuai dengan tuntutan jaman yang menginginkan pelayanan yang tidak lagi dibatasi oleh ruang dan wakyu serta pelayanan yang bebas pungli dan calo. Pelayanan ini jelas mendobrak kebobrokan pelayanan warisan kolonial Belanda yang sudah sekian lama tertanam dan menjadi sistem yang membuat birokrasi rentan terhadap praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Berikut adalah beberapa warisan sistem pelayanan birokrasi warisan dari kolonial Belanda yang banyak dikeluhkan masyarakat, diantarnya adalah :

1. Konsep Layanan Birokrasi yang terbiasa untuk dilayani pada jaman kolonial Belanda sudah waktunya untuk ditinggalkan. Birokrasi seharusnya melayani bukan dilayani, jaman kolonial Belanda sudah berakhir dan sudah saatnya kita berubah ke era reformasi yang mengedepankan birokrasi dengan layanan prima.

2. Konsep perilaku dari para pelaku birokrat yang terlalu birokratis harus ditinggalkan. Para pelaku birokrat yang dalam hal ini adalah para pejabat negara atau aparatur negara harus meninggalkan segala sifat yang tidak terpuji dan mulai mengedepankan sikap melayani dan menunjukkan kinerja yang sebenar-benarnya, sehingga akan menaikkan branding institusi tempatnya bekerja.

3. Konsep kebijakan birokrat yang terbiasa mengekspolasi dan mengekploitasi APBN/APBD, suap menyuap, pungutan liar, menerima fee proyek dan lain sebagainya harus segera dihilangkan dan diganti dengan pencapaian target kinerja dan penyerapan anggaran yang sebenar-benarnya, sehingga masyarakat turut menikmati reformasi birokrasi.

Penguatkan birokrasi yang handal dan literat sudah sangat mendesak untuk menciptakan sistem pemerintahan di Indonesia yang diharapkan menjadi kompetitif, unggul dan jaya. Reformasi birokrasi dapat dimulai dengan pemberdayaan sumber daya manusia dengan meningkatkan kompetensi para aparatur sipil negara, salah satunya adalah dengan pengembangan budaya literasi pada birokrasi. Birokrat yang baik adalah birokrat yang aktif berkontribusi meningkatkan kualitas diri, salah satunya dengan membaca, menulis dan berdiskusi atau berbagi ilmu yang lebih dikenal dengan birokrat yang berliterasi.

Biasanya, birokrat yang aktif berliterasi adalah birokrat yang kritis. Birokrat yang terbiasa berpikir kritis akan mampu menjadi penobrak paradigma lama yang identik dengan prosedur yang berlebihan dan berbelit-belit, mempersulit orang dan rumit serta kurang produktif. Sikap kritis bagi seorang birokrat menjadi sangat penting agar dapat mencari solusi atas suatu permasalahan. Sikap kritis yang dimaksud disini adalah pola berfikir yang mengedepankan cara pandang terhadap suatu isu secara tajam tetapi dapat dipertanggungjawabkan dengan memperhatikan berbagai aspek positif maupun negatifnya.

Seorang birokrat yang kritis akan menunjukkan bahwa ia benar-benar terpelajar, peduli akan kualitas kinerja institusinya. Dan diharapkan pastinya akan lebih berkontribusi dengan selalu memberi solusi dan memperbaiki kondisi. Dengan bersikap kritis ini kreatifitas akan terus terasah dan ditantang untuk berinovasi dalam bidang yang dikerjakannya, walaupun birokrat telah menerima penghasilan yang settle setiap bulannya. Dengan sikap kritisnya, setiap birokrat akan menjadi pegawai yang luar biasa karena sudah terliterasi dan lebih termotivasi dalam membaca, menulis dan berdiskusi.

Dengan banyak membaca dan latihan menulis serta berpikir kritis, maka seorang birokrat akan semakin memiliki ketajaman menganalisis suatu permasalahan dan kaya akan berbagai perspektif. Dengan terbiasa berpikir kritis dan berliterasi, maka solusi yang ditawarkanpun tidak hanya akan menghentikan gejala tetapi juga mampu menyentuh akar permasalahan yang ada. Hal ini menjadi modal bagi penggerak terciptanya model birokrasi baru di era modern ini dengan  tetap mengedepankan terciptanya pelayanan yang optimal bagi masyarakat.

Efek domino kepada masyarakat dari reformasi birokrasi adalah terwujudnya keamanan masyarakat, konsolidasi demokrasi, kepastian hukum dan keberlanjutan ekonomi. Karena dalam skema pemerintahan, reformasi sangat identik dengan suatu area tanpa batas yang didalamnya mengalir nafas perubahan yang terus bergulir mengikuti perkembangan peradaban dan jaman. Reformasi birokrasi tidak akan pernah berhenti, karena berbagai generasi akan silih berganti menjalankannya hingga mencapai titik kesempurnaan. Walaupun saat ini kita akan memperingati hari Proklamasi Kemerdekaan RI yang ke-75, kita tetap terus berupaya mewujudkan reformasi yang berkelanjutan.

Pemerintah saat ini telah menetapkan tiga sasaran reformasi birokrasi yaitu pemerintahan yang bersih, akuntabel, dan berkinerja tingi, pemerintahan yang efektif dan efisien, serta pelayanan publik yang baik dan berkualitas. Saat ini kondisi negara Indonesia juga sudah sangat baik dengan ditandainya indeks daya saing yang meningkat, indeks efektifitas pemerintahan yang juga meningkat serta indeks persepsi korupsi yang stabil. Berbagai capaian positif dari hasil kinerja birokrasi ini diraih melalui perubahan strategi penting dalam tata kelola pemerintahan diantaranya dengan penerapan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (SAKIP).

Sistem SAKIP ini membantu pemerintah melahirkan inovasi pelayanan publik yang tidak meninggalkan ragam kearifan lokal untuk modernisasi negara dan mempercepat penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dan juga penerapan Manajeman SDM aparatur/birokrasi yang dirancang sesuai core bisnis pembangunan institusi. Mari kita songsong penataan reformasi birokrasi Indonesia yang handal dan kompettitif berbasis literasi sebagai bagian dari organisasi masyarakat modern di era industri 4.0 dalam usia bangsa Indonesia yang memasuki angka ke-75 tahun. Merdeka. Salam Literasi. 
Previous Post Next Post