Kegagalan Kapitalis Dalam Menangani Pendidikan Di Masa Pandemi

Oleh: Sri Kuntari

Pandemi Covid-19 belum menunjukkan kapan akan usai. Khawatir menjadi klaster baru, kegiatan proses pembelajaran pun dilakukan jarak jauh (PJJ) atau daring. PJJ pun menuai persoalan baru. Pasalnya, prasyarat untuk PJJ belumlah memadai. Ketersediaan smartphone, biaya beli kuota/ paket, sinyal/ jaringan, listrik, dll belum merata di seluruh nusantara.

Dimas Ibnu Elias, Siswa SMPN 1 Rembang Jawa Tengah. Putra dari Didik Suroyo dan Asiatun yang bermata pencaharian sebagai nelayan dan buruh pengeringan ikan. Satu dari sekian banyak siswa yang mengalami masalah kebijakan pembelajaran daring sebab tidak memiliki HP. Selain keberadaan gawai, jaringan juga menjadi persoalan. Para siswa harus berjalan hingga 1 kilometer dari desanya untuk mencari sinyal.

Kebijakan belajar dari rumah (DBR) secara daring yang diambil selama pandemi, mengamputasi hak pendidikan puluhan juta anak negeri. Sebab, tidak memiliki sarana dan prasarana pendukung seperti telekomunikasi dan jaringan yang memadai. Padahal pendidikan adalah kebutuhan dasar bagi masyarakat untuk mencetak generasi penerus bangsa.

Islam memandang bahwa belajar atau menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim. Pendidikan menjadi kebutuhan dasar bagi rakyat. Karena itu, negara berkewajiban memfasilitasi rakyat agar mereka bisa mendapatkan akses pendidikan yang layak, murah bahkan gratis. Pendidikan dalam Islam memiliki tujuan yang agung, yakni membentuk kepribadian Islam pada generasi, menguasai pemikiran Islam, Bukan sekedar mencetak generasi pekerja untuk mengisi dunia industri. 

Karena itu, proses pembangunan juga berporos pada kemashlahatan rakyat. Negara akan merencanakan sistem pendidikan dengan seluruh sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Seperti membangun gedung-gedung kelas, laboratorium, perpustakaan, media, riset, buku-buku pelajaran, dll. Negara juga akan menyediakan guru yang berkualitas, ahli dalam bidangnya sekaligus menjamin kesejahteraan mereka.

Adapun sumber pendanaannya, Islam memiliki skema yang menyeluruh terangkum dalam sistem ekonomi Islam. Islam mengatur dari mana sumber pemasukan negara dan kemana saja dana yang terkumpul dialokasikan. Lembaga yang mengurusi pembiayaan ini dinamakan Baitul Maal.

Jika kas di Baitul Maal mengalami kekosongan, maka kewajiban berpindah ke pundak kaum muslimin. Mereka akan didorong dengan motif keimanan dan semangat berlomba-lomba dalam kebaikan, dengan sukarela menyumbangkan hartanya untuk biaya pendidikan. Besarnya alokasi dana untuk pendidikan, tata kelola pemerintahan yang baik berlandaskan ketaqwaan kepada Allah dan berorientasi kepada kemaslahatan umat menjadikan pembangunan merata ke seluruh negeri. Merata dalam artian sesuai dengan kebutuhan warga setempat. Sebab, seorang pemimpin dalam Islam menyadari bahwa kepemimpinannya kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT.
Previous Post Next Post