Covid-19, Antara Ekspetasi Dan Realita

Oleh: Echi Aulia
Pemerhati Sosial Dan Member AMK

Ketika ekspetasi tak seindah realita. Berhenti membayangkan hal-hal baik, tapi berusaha untuk mewujudkannya.
Karena hidup memang tak seindah drama korea, tapi setidaknya hidup tak serumit sinetron Indonesia.

Kutipan diatas membuat penulis manggut-manggut. Bagaimana tidak, ini sangat relevan dengan situasi yang tengah kita hadapi. Sejak kemunculannya di Kota Wuhan, China virus Covid-19 telah menjadi trending topik dunia. Penyebaran nya terus bergerak ke segala arah. Tak sedikit yang menganggap virus ini  momok yang menakutkan, namun banyak juga yang mengatakan virus ini suatu yang biasa saja.

Dilansir dari (Kompas.com, 2/8/2020) virus Covid-19 telah menginfeksi lebih dari 18 Juta jiwa. Dari angka tersebut 11,3 juta pasien dinyatakan sembuh dan 689.070 meninggal dunia.

Ahli Patologi Klinis sekaligus Wakil Direktur Rumah Sakit UNS Tonang Dwi Ardyanto mengutarakan pendapatnya perihal ini, "Melihat situasi saat ini di dunia dan Indonesia menunjukkan bahwa virus Corona berbahaya." Menurutnya, para penderita pun kini sangat bervariasi, dari segala kalangan maupun usia.

"Ilmu pengetahuan memang berkembang. Penelitian suatu saat nanti mungkin akan membuktikan bahwa apakah Covid-19 ini penyakit seperti apa, itu nanti," kata Tonang saat dihubungi Kompas.com, Minggu (2/8/2020).

Sejak diberlakukan new normal virus Covid-19 seperti tidak nyata keberadaannya, karena tidak adanya informasi yang pasti mengenai bahaya wabah ini. Namun bagi paramedis dan keluarga yang terdampak virus, ini adalah realita yang harus mereka hadapi. Ditambah lagi  masyarakat menuding rumah sakit mengambil keuntungan, padahal belum terbukti.

Jika memang menemukan adanya rumah sakit 'nakal', Tonang pun mengimbau masyarakat melaporkan agar bisa segera ditindak.

Siapapun pasti sudah lelah dengan keadaan ini dan ingin segera berakhir. Setiap orang pasti mempunyai harapan bahwa Covid-19 tidak berbahaya. Namun sebelum semuanya  terbukti sebaiknya jangan dulu mengklaim virus ini tidak berbahaya.  

Bukti Kegagalan Kapitalisme

Simpang siurnya berita, hoax yang merajalela, adalah bukti lambannya penanganan pemerintah terhadap wabah covid-19. Makin terlihat dari terus berkembangnya pandangan meremehkan bahaya virus dan beragamnya klaim penemuan obat corona. Rakyat dibuat bingung harus percaya kepada siapa, selain menyerahkan semuanya kepada yang Maha Kuasa. Pemerintah tak mampu meyakinkan publik tentang bahaya virus Covid-19 ini. Walhasil, masih banyak orang yang enggan memakai masker dan masih berkerumunan di tempat umum. 

Semenjak kebijakan PSBB diganti dengan new normal, rakyat seperti anak ayam kehilangan induknya. Rakyat dituntut untuk mampu menjaga dirinya sendiri tanpa adanya perlindungan dan jaminan keamanan dari negara. Padahal, pemimpin adalah Junnah atau perisai bagi rakyatnya.

"Sesungguhnya seorang imam adalah perisai, orang-orang berperang dari belakangnya dan menjadikannya pelindung, maka jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah ‘azza wa jalla dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika ia memerintahkan yang selainnya maka ia harus bertanggungjawab atasnya“ (HR. al-Bukhari, Muslim, an-Nasai dan Ahmad).

Kendati demikian, kita tidak boleh berputus asa. Karena ajaran Islam yang komprehensif mampu menangani berbagai masalah, termasuk dalam mengatasi wabah.

Solusi Islam Menghadapi Wabah

Kebijakan praktis Khilafah dilakukan melalui dua sisi, yaitu sisi negara dan sisi rakyat.

Adapun dari sisi negara.
1.Pemimpin harus cepat melakukan tes. Begitu tes menunjukkan positif, harus segera dilakukan tracing. Orang-orang yang berinteraksi harus dilakukan tes. Orang yang  terbukti positif harus segera diisolasi dan diobati, begitu seterusnya.
2. Daerah yang terkena wabah harus segera di isolasi, agar wabah tidak menyebar ketempat lain.
3. Menjamin semua kebutuhan dasar di daerah yang diisolasi. Jika negara tidak mau mencukupinya, rakyat pasti akan melanggarnya. Pernyataan yang sering kita dengar dari sebagian saudara kita, "lebih baik mati karena corona daripada mati karena kelaparan".
4. Para tenaga medis harus diberikan pendidikan dan pelatihan  setinggi-tingginya, agar kualitas kesehatan yang didapat juga tinggi.
5. Mendorong para ilmuan untuk menemukan vaksin secepatnya. Kelima point diatas harus dilakukan secara gratis.

Sedangkan dari sisi rakyat.
1. Menaati segala aturan yang telah diputuskan oleh Khalifah yang dibaiat berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya.
2. Bagi yang ditimpa musibah, menerima dengan sabar dan tidak panik karena musibah adalah qadha dari Allah.
3. Masyarakat harus saling membantu atas dasar dorongan keimanan.

Begitulah paradigma Islam menghadapi wabah. Jika ajaran Islam ini benar-benar diterapkan, Insyaallah dalam waktu singkat wabah akan segera berakhir.

Terkait dengan nyawa, Rasulullah saw bersabda,       
"Hancurnya dunia lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa Haq." (HR an-Nasa'i dan At-Tirmidzi).

Wallahu a'lam bishshawab.
Previous Post Next Post