UKT Turun Atau Kuliah Bebas Biaya

Oleh : Desliyana, A.Md
(Penulis Muslimah Ideologis)

Uang Kuliah Tunggal atau disingkat dengan UKT adalah sejumlah biaya yang harus dibayarkan oleh mahasiswa pada setiap semester. Bertujuan untuk membantu dan meringankan biaya pendidikan mahasiswa.  UKT merupakan sebagian biaya kuliah tunggal yang ditanggung setiap mahasiswa berdasarkan kemampuan ekonominya (Biayakuliah.web.id).

Di tengah pandemi Covid-19 saat ini, UKT menjadi beban tersendiri bagi masyarakat yang memiliki anak di jenjang Perguruan Tinggi. Walaupun pada dasarnya dalam keadaan tanpa wabah pun UKT telah menjadi beban bagi masyarakat. Roda perekonomian masyarakat yang mengalami 'kelesuan' akibat terpaan 'badai' pandemi berakibat pada jumlah penghasilan yang didapatkan masyarakat. Masyarakat harus membagi penghasilan dengan berbagai kebutuhan yang diperlukan termasuklah membayar biaya pendidikan.

Ekonomi yang memburuk dan UKT yang membebani memicu para mahasiswa mengadakan demontrasi di beberapa daerah. Di Banten misalnya, puluhan mahasiswa dari Aliansi Mahasiswa UIN Banten menuntut penggratisan UKT di depan Gedung Rektorat UIN Sultan Maulana Hasanuddin (BantenNews.co.id,22/6/2020). 

Tuntutan yang diajukan oleh Aliansi Mahasiswa kepada pihak kampus UIN Banten antara lain yaitu Pertama, menggratiskan UKT mahasiswa semester ganjil tahun ajaran 2020/2021 tanpa syarat. Kedua, memberikan subsidi kuota internet selama perkuliahan online. Ketiga, transparansi anggaran pengeluaran kampus selama pandemi Covid-19. Keempat, memberikan pelayanan akademik secara maksimal kepada mahasiswa.

Demonstrasi juga terjadi di Jakarta. Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Mahasiswa Jakarta Bersatu melakukan demo di depan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Salah satu tuntutan mahasiswa adalah soal pembiayaan kuliah di masa pandemi. Mahasiswa meminta adanya subsidi biaya perkuliahan sebanyak 50 persen (detik.com, 22/6/2020).

Mengenai UKT tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui 
Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Ir. Nizam (Kompas.com, 5/6/2020) mengatakan bahwa ada 4 (empat) skema pembayaran UKT di masa pandemi ini. Pertama, penundaan pembayaran. Pembayaran UKT bisa ditunda apabila orangtua dari mahasiswa memang terdampak Covid-19 secara ekonomi. Misalnya kena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Kedua, pencicilan pembayaran. Agar tidak memberatkan UKT dapat dibayar dengan mencicil. Ketiga, menurunkan level UKT. UKT terdiri dari level 0-5. Semakin tinggi level UKT, maka beban biaya kuliah yang harus dibayarkan semakin tinggi. Untuk meringankan biaya UKT maka mahasiswa disarankan untuk menurunkan level UKT. Keempat, pengajuan beasiswa. Mahasiswa yang orangtuanya mengalami kesulitan ekonomi dapat mengajukan beasiswa. Namun dengan empat skema pembayaran tersebut apakah menjadi solusi tuntas bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pendidikannya?

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa negara dengan berlandaskan sistem kapitalis akan bekerja seperti seorang pengusaha. Semua diukur berdasarkan keuntungan materi semata. Begitu juga pendidikan tidak dipandang sebagai kebutuhan dasar masyarakat yang menjadi tanggung jawab pemerintah dalam pemenuhannya. Pendidikan tidak dipandang sebagai aset negara yang kelak nantinya melahirkan generasi unggul yang mampu mengelola negara dan membangun peradaban yang gemilang lagi mulia. 

Tingginya biaya pendidikan seperti UKT merupakan akibat dari kapitalisasi pendidikan yang terjadi. Hal ini imbas dari diberlakukannya UU No.12 tahun 2012. PTN harus mengubah statusnya menjadi PTNBH (otonomi kampus) yang kemudian diikuti dengan Permendikti No.55 Tahun 2013 tentang Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Dengan kata lain UKT merupakan BKT dikurangi subsidi Negara yang harus dibayar oleh mahasiswa. Ini menjadi salah satu sumber pemasukan bagi penyelenggaraan pendidikan. Selanjutnya besaran biaya yang ditanggung setiap mahasiswa per semesternya diatur dalam Permenristekdikti No. 39 Tahun 2017.

Selain itu adanya Perjanjian GATS (General Agreement on Trade in Services) pada tahun 1994 menambah cengkraman kapitalisasi pada sektor pendidikan. Indonesia menjadi salah satu negara yang ikut menandatangani perjanjian tersebut. Maka Indonesia pun wajib mengkomersialkan beragam sektor publik. Pendidikan menjadi salah satu dari 12 sektor yang diperdagangkan.

Kapitalisasi pendidikan menjadikan pendidikan terutama pendidikan tinggi sebagai barang mewah yang sulit dijangkau oleh semua kalangan. Hanya dapat dinikmati oleh sebagian orang berduit saja. Selain itu dunia pendidikan dicetak sesuai kepentingan pasar bisnis. Hal ini berkenaan dengan lahirnya kebijakan 'kampus merdeka'. Kampus memiliki kemudahan menjadi badan hukum otonom. Kemudahan membuka jurusan sesuai kepentingan pasar bisnis. Perusahaan bisa mengubah kurikulum kampus sesuai kepentingan pasar. Sehingga semakin jelaslah bahwa negara yang berlandaskan sistem kapitalis ini bukanlah sebagai penanggung jawab atas kebutuhan dasar masyarakatnya tetapi hanya sebagai penyalur kepentingan para pemilik modal semata.

Berbeda halnya pendidikan dalam negara yang menerapkan sistem Islam. Islam memandang bahwa pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar yang menjadi tanggung jawab negara untuk dipenuhi. Pendidikan merupakan bagian terpenting yang diperhatikan. Islam menempatkan orang yang berilmu dan beriman dalam kedudukan yang tinggi. Sebagaimana firman Allah SWT:

..... ۚ وَاِ ذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَا نْشُزُوْا يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْ ۙ وَا لَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍ ۗ وَا للّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ

"......Dan apabila dikatakan, Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan."
(QS. Al-Mujadilah 58: Ayat 11)

Menuntut ilmu merupakan suatu kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:


طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

"Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim" (HR. Ibnu Majah no. 224)

Hal ini menjadi salah satu landasan Negara untuk menjamin seluruh penyelenggaraan pendidikan baik itu masyarakat kaya apalagi masyarakat miskin, laki-laki atau pun perempuan, Muslim maupun non-Muslin, dari tingkat dasar sampai tingkat lanjut. Dalam Islam, negara bertanggung jawab penuh atas seluruh pembiayaan pendidikan yang ada. Baik gaji para guru dan dosen, infrastruktur, sarana dan prasarana pendidikan. Bahkan kebutuhan pribadi para pelajar selama menempuh pendidikan dijamin negara. Hal ini dilakukan agar pelajar dapat menimba ilmu dengan penuh konsentrasi. Sehingga menghasilkan berbagai inovasi untuk kemaslahatan umat dan membangun peradaban gemilang. 

Dalam peradaban Islam lah ilmu pengetahuan mencapai kegemilangannya. Misal dibangunnya berbagai laboratorium, perpustakaan pribadi dan umum yang memiliki koleksi lebih dari 400.000 buku di Cordova dan Baghdad. Ini tidak terlepas dari sistem Islam yang diterapkan oleh Negara. Memberikan pendidikan gratis dan berkualitas sesuai dengan peran Negara. Negara sebagai pengurus rakyatnya yang bertanggung jawab penuh di dalam menjamin kesejahteraan hidup rakyatnya.

Rasulullah SAW bersabda, 

الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).

Lalu dari mana negara mendapatkan semua biaya yang akan digunakan untuk menjamin pendidikan masyarakatnya? 

Negara dengan sistem Islam memiliki sistem ekonomi yang sempurna dalam tata kelola harta kekayaan yang dimiliki. Dengan membagi kekayaan menjadi milik individu, milik umum, dan negara. Maka ini menjadikan negara memiliki banyak sekali sumber kekayaan, untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, termasuk sektor pendidikan. Negara akan mengelola seluruh sumber daya alam dan harta milik umum yang dimiliki. Tambang-tambang penting, kekayaan hutan dan kekayaan laut dikelola negara tanpa adanya privatisasi dalam pengolahan sumber daya alam dan harta milik umum tersebut. Hal ini akan memberikan lebih dari cukup dana untuk memberikan layanan dan fasilitas pendidikan bagi masyarakat. Negara juga memiliki pemasukan dari sektor-sektor lainnya seperti jizyah, kharaz, fa'i, ghanimah dan sebagainya.

Maka bukan sebuah khayalan ketika mahasiswa dalam negara dengan sistem Islam berkeinginan untuk mendapatkan pelayanan dan fasilitas pendidikan yang berkwalitas dan bebas biaya.

Wallahu a'lam Bish Shawab.
Previous Post Next Post